Cerita Sukses Desa Wisata Cisande: Dulu Sunyi Kini Jadi Simbol Ekonomi Mandiri

Posted on

Di tengah udara segar pedesaan, suara tawa anak-anak menggema di antara hamparan rumput hijau. Beberapa di antaranya memakai pelampung dan helm biru, duduk di atas ban karet besar, meluncur di aliran air jernih yang membelah kampung.

Matahari belum tinggi, tapi semangat mereka sudah menyala menikmati serunya tubing di Desa Wisata Cisande, Kampung Raden, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi.

Di sisi lain, beberapa anak sibuk menanam padi. Ada yang tertawa saat kakinya terbenam lumpur, ada pula yang berteriak geli. Di bawah pendampingan pemuda setempat, mereka belajar menanam, memanen, bahkan membuat olahan hasil pertanian.

Namun di balik keceriaan itu, tersimpan kisah perjuangan dan pemberdayaan masyarakat yang luar biasa, tentang bagaimana warga kampung mengubah keterbatasan menjadi peluang, dan menjadikan wisata bukan sekadar hiburan, tapi jalan hidup baru.

Henry, salah satu pengurus Desa Wisata Cisande menceritakan, desa wisata ini lahir dari kegelisahan. Saat itu, angka pengangguran di desa tersebut tinggi dan marak pemuda masuk dalam kelompok geng motor.

“Awalnya kami prihatin. Banyak anak muda di sini nganggur. Lahan ada, potensi ada, tapi belum tergarap. Dari situlah muncul ide membangun desa wisata yang bisa menghidupkan ekonomi warga,” kata Henry saat ditemui infoJabar di saung tepi sawah, Sabtu (25/10/2025).

Ide itu lahir sekitar tahun 2018. Dipelopori oleh Kang Maman, tokoh muda desa, bersama beberapa pemuda lainnya. Mereka membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan mulai menata lahan bekas sawah menjadi area wisata edukatif.

Awalnya sederhana: membuat rakit bambu, menyiapkan kegiatan pertanian, dan menampung tamu sekolah yang ingin belajar di alam. Siapa sangka, inisiatif kecil itu berkembang pesat. Berkat dukungan berbagai pihak dan semangat gotong royong warga, Desa Wisata Cisande kini dikenal luas sebagai destinasi edukasi berbasis alam dan budaya lokal.

Konsep desa wisata di Cisande bukan hanya tentang menarik wisatawan, tapi juga menghidupkan potensi masyarakat desa. Hampir seluruh kegiatan dikelola warga, mulai dari pemandu wisata, kuliner, homestay, pengrajin, hingga dokumentasi kegiatan.

“Kita ingin semua warga punya peran. Ada mantan geng motor yang sekarang jadi pemandu tubing. Ada ibu rumah tangga yang bikin mochi, rengginang, atau sandal dari limbah. Semua diberdayakan,” sambungnya.

Kini, ada lebih dari 30 pelaku UMKM aktif di Cisande. Produk mereka dijual langsung di lokasi wisata atau dijadikan bagian dari paket kegiatan sekolah.

Selain itu, anak muda desa wisata Cisande juga mendirikan Tour & Travel Cisande yang jasanya sering digunakan di berbagai kegiatan seperti acara instansi, komunitas, hingga perusahaan besar seperti BUMN dan perbankan.

Perjuangan warga Cisande akhirnya mendapat pengakuan. Pada 2021, Desa Wisata Cisande masuk 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) versi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, menyisihkan 1.831 desa lain dari seluruh Nusantara. Setahun kemudian, Cisande juga terpilih sebagai 15 besar desa wisata terbaik di Jawa Barat.

“Waktu itu kita masih numpang di lahan orang. Tapi karena prestasi itu, akhirnya pemerintah desa kasih lahan sendiri untuk dikelola,” ujar Henry mengenang.

Kini, lahan seluas hampir satu hektare itu ditata menjadi area wisata terpadu. Ada jalur tubing, sawah edukatif, gazebo bambu, warung tradisional, hingga aula terbuka untuk kegiatan sekolah dan komunitas.

Tak hanya itu, Cisande juga menjadi desa binaan Bank Indonesia. Dukungan datang dalam bentuk fasilitas tubing, perlengkapan edukasi, hingga pelatihan pengelolaan keuangan bagi UMKM.

Selain BI, dukungan juga datang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rumah Zakat, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi. Desa Cisande pun tumbuh menjadi model sinergi multisektor.

Yang membuat Cisande berbeda dari tempat wisata lain adalah konsepnya yang menekankan nilai edukatif dan karakter. “Kami tidak menjual tiket masuk, kami menjual pengalaman,” kata Henry.

“Anak-anak datang bukan cuma main air. Mereka belajar proses hidup, dari menanam padi sampai memahami nilai kerja keras petani.” sambungnya.

Setiap kegiatan diatur dalam paket edukasi yang disesuaikan dengan usia dan kurikulum sekolah. Ada program ‘Petani Cilik’, ‘Sekolah Sungai’, dan ‘Live in Desa’ di mana siswa menginap di rumah warga selama dua hingga tiga malam. Selama itu, mereka belajar memasak, beternak, dan mengikuti kegiatan warga setempat.

Sekolah-sekolah dari Sukabumi, Cianjur, Bogor, Bandung, bahkan Jakarta dan Lampung, rutin datang untuk mengikuti program ini. Dalam satu pekan, Cisande bisa menerima hingga 300 peserta outing class.

Keberadaan Desa Wisata Cisande membawa perubahan signifikan bagi warga Kampung Raden. Pendapatan warga meningkat, anak muda tidak lagi pergi merantau, dan hubungan sosial semakin kuat.

“Dulu banyak pemuda yang nongkrong nggak jelas, sekarang mereka punya kesibukan positif. Selain itu, ibu-ibu juga punya penghasilan sendiri dari UMKM. Anak-anak pun bangga tinggal di desa,” ucapnya.

Pemerintah desa pun mendukung penuh dengan menyiapkan infrastruktur dasar, seperti jalan, air, dan listrik untuk homestay. Ke depan, mereka juga berencana menambah area parkir dan memperluas lahan edukatif untuk pertanian organik.

Meski telah meraih banyak prestasi, Henry dan timnya menyadari perjuangan masih panjang. “Tantangan terbesar bukan di fasilitas, tapi di komitmen. Kita harus tetap menjaga nilai gotong royong dan semangat edukasi agar wisata ini nggak kehilangan jati diri,” kata dia.

Baginya, Desa Wisata Cisande bukan sekadar tempat rekreasi, melainkan simbol perubahan dari desa biasa menjadi pusat pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat.

“Kalau anak-anak bisa tertawa bahagia di sini, dan warga bisa hidup dari hasil karyanya, itu sudah cukup,” katanya menutup percakapan dengan senyum lebar.

Bank Indonesia Jawa Barat (BI Jabar) konsen juga terhadap prospek pariwisata sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru di Jawa Barat. Dalam hal ini BI Jabar telah menyelenggarakan West Java Tourism Talk (WJTT) sebanyak tujuh kali sepanjang tahun 2024, berupa FGD, talkshow hingga kunjungan lapangan dengan dihadiri lebih dari 1000 peserta dari kalangan akademisi, pelaku suaha desa wisata, hingga pemerintah daerah. Hal itu dilakukan demi memberi insight dan motivasi bagi pelaku usaha wisata untuk terus berupaya mengembangkan sektor pariwisata di Jawa Barat.

Desa wisata di Jabar dilirik oleh BI Jabar, salah satunya Desa Wisata Cisande hingga Geopark di Kabupaten Sukabumi. Tak hanya itu, BI Jabar juga melirik potensi desa wisata yang ada di kabupaten lainnya yang ada di Jawa Barat. Kehadiran desa wisata di Jabar menjadi alternatif baru di samping objek wisata yang dikala akhir pekan ramai dikunjungi, tetapi juga menjadi oase baru bagi pariwisata edukasi.

“Desa wisata mulai rintisan, maju dan berkembang di 17 kabupaten di Jawa Barat (dilirik BI Jabar),” kata Deputi Kepala Perwakilan (Kpw) Bank Indonesia Jawa Barat Muslimin Anwar.

Muslimin menerangkan, ada tiga hal yang diperhatikan BI Jabar dalam megembankan desa wisata ini di antaranya aksesibilitas, amenitas dan atraksi. Dari tiga hal itu, ada dua fokus yang menjadi fokus perhatian yakni amenitas dan atraksi.

“Seperti Alamendah, Cireundeu dan Lebak Muncang aksesnya sudah bagus. Tinggal ametis dan atraksinya, sepertinya penyediaan hotel atau homestay atau camping ground karena itu sangat membantu sekali para pelaku desa wisata,” ujarnya.

Sebagai bentuk dukungan konkret, BI Jawa Barat tengah memperluas implementasi digitalisasi sistem pembayaran di kawasan wisata. Langkah ini disebut menjadi bagian dari transformasi ekonomi berbasis digital di desa wisata Sukabumi dan sekitarnya, agar sektor pariwisata semakin efisien, modern, dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

Keberlangsungan desa wisata juga menjadi salah satu fokus pembahasan dalam acara BEJA (Bewara Jawa Barat) Vol. 16 pada Juli 2025 lalu. Acara tersebut membahas event Sunda Karsa Fest: Karya Kreatif Jawa Barat (KKJ) x West Java Sharia Economic Festival (WJSEF) 2025.

Dalam gelaran Sunda Karsa Fest 2025, sektor unggulan ekonomi kreatif seperti fashion, kuliner, dan kriya tetap menjadi fokus utama. Namun peningkatan pariwisata dan ekonomi kreatif juga diarahkan melalui penguatan kawasan desa wisata. Desa tidak hanya menawarkan daya tarik alam, tetapi juga kreativitas buatan, seperti produk makanan, kriya, fashion, dan kekayaan budaya lokal.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Iendra Sofyan menyampaikan apresiasi kepada Bank Indonesia atas keterlibatan serta dukungan nyata dalam pelaksanaan KKJ 2025. Terlebih tahun ini fokus acara diperluas dengan melibatkan sektor pariwisata sebagai bagian dari penguatan ekonomi daerah.

Dia menilai, keberhasilan Desa Wisata Cisande menjadi contoh konkret bagaimana wisata bisa memperkuat ekonomi dari level paling bawah.

“Pertama, desa wisata itu filosofinya bagaimana kita mengembangkan sebuah desa yang merupakan pemerintahan terbawah. Kalau desa beres, insyaallah kabupaten beres,” ujar Iendra kepada infoJabar di Sukabumi.

Menurutnya, pemerintah desa berperan besar dalam menggali potensi yang dimiliki masyarakat. Iendra menjelaskan, pembangunan desa wisata sejatinya adalah bagian dari upaya menyejahterakan masyarakat.

“Kalau potensi desa dikelola dengan baik, masyarakat tidak menganggur, kemiskinan turun, dan harapannya stunting pun tidak ada. Karena kalau ekonomi baik, kesehatan juga akan baik,” paparnya.

Kini, Desa Wisata Cisande bukan hanya tempat wisata, melainkan cermin perubahan. Dari sawah sederhana lahir semangat besar, menghidupkan ekonomi, menanamkan nilai, dan membangun masa depan desa yang berdaya.

Dari Kegelisahan Anak Muda, Lahir Desa Wisata

Pemberdayaan Warga: Dari Mantan Geng Motor hingga Ibu Rumah Tangga

Dari Prestasi Lokal ke Panggung Nasional

Belajar, Bermain, dan Menghargai Alam

Dampak Nyata bagi Warga

Kolaborasi BI dan Pemprov Jabar