Cerita Nakes Honorer Majalengka yang Setia di Tengah Ketidakpastian

Posted on

Di balik senyum tenang Ade Ahmad Ramlan, tersimpan beban panjang bernama pengabdian. Selama 14 tahun, pria asal Desa Sindanghurip, Kecamatan Bantarujeg, Kabupaten Majalengka itu menjadi tenaga kesehatan honorer di Puskesmas Margajaya, Kecamatan Lemahsugih.

Apalagi selama mengabdi, ia harus menempuh perjalanan selama 25-30 menit menuju tempatnya bekerja. Meski tanpa status yang jelas, ia tetap datang setiap hari. Tanpa absen, tanpa mengeluh, ia lakukan semua itu demi pengabdian.

Namun, hal ini bukan sekadar perjalanan yang menghubungkan rumah ke tempat kerja, tapi juga jalan panjang pengabdian Ade sebagai tenaga kesehatan honorer. Statusnya saat ini masih R4 atau tenaga honorer non-database BKN yang nasibnya kerap luput dari pembicaraan prioritas.

Meski demikian, Ade tak sendiri. Sejumlah honorer R4 di Majalengka pada Selasa (5/8/2025), melakukan audiensi dengan BKPSDM Majalengka. Mereka semua datang dengan satu harapan, yakni kepastian.

“Jadi harapannya mungkin tahun ini adalah afirmasi terakhir dari Bapak Presiden untuk legalitas kami yang selama ini mengabdi,” kata Ade saat diwawancarai infoJabar usai audiensi.

Di sela-sela perbincangan, Ade mulai menceritakan perjalanannya selama mengabdi di Puskesmas Margajaya. Ia mengabdi sejak 2011.

Ia juga mengaku, selama belasan tahun menjadi tenaga honorer banyak peluang kerja lain yang datang. Namun ia memilih tetap bertahan. Pengabdian panjang itu pun tetap ia jalani meski tanpa ada kejelasan status.

“Sebenarnya banyak kesempatan di luar. Tapi istri tidak mau saya jauh. Katanya, lebih baik dekat walau sederhana,” ucap Ade sembari tersenyum.

Pengabdian Ade bukan tanpa cerita. Salah satu yang paling membekas adalah masa pandemi COVID-19. Di saat orang-orang menjaga jarak, Ade justru mempereratnya dengan masyarakat. Ia dan tim di Puskesmas Margajaya berjibaku menyuntikkan vaksin, merujuk pasien, dan berhadapan langsung dengan risiko besar.

“Mungkin pengabdian untuk saya di puskesmas waktu COVID ya. Mungkin waktu COVID kami berjuang bersama rekan-rekan memberikan vaksin terus merujuk pasien yang terkena COVID, bagaimana kami merujuk pada rumah sakit. Mungkin itu yang menjadi kisah kami yang bahkan sampai meninggalkan kewajiban yang di rumah karena harus di garda terdepan melayani masyarakat,” kenangnya.

Akan tetapi jika dibandingkan dengan nilai pengabdian dan kesetiaan Ade terhadap pekerjaan, honor yang ia terima jauh dari cukup. Bahkan saat ini, Ade sudah punya dua anak. Dan dalam waktu dekat, anak ketiganya akan lahir. Di tengah tanggung jawab yang semakin besar, penghasilan yang fluktuatif itu tentu membuatnya terus berharap pada perubahan.

“Pengalaman (menerima honor dari gaji pokok) untuk yang terkecil itu mungkin kalau di puskesmas saya itu sampai Rp500 ribu, kalau yang terbesar itu tiap bulannya sampai Rp1 juta,” jelasnya.

“(Cukup enggak untuk kebutuhan rumah tangga?) Kalau menghitung ke arah sana nggak bakalan cukup. Cuman ya saya mensyukuri aja lah. Biar berapapun pendapatan kita dari puskesmas, saya mensyukuri,” tambahnya saat bercerita.

Dalam audiensi terakhir dengan BKPSDM Majalengka, ada secercah kabar baik. Pemerintah daerah berencana mengusulkan para honorer R4 menjadi PPPK paruh waktu. Status ini bisa memberi legalitas dan perlindungan hukum, tanpa membebani anggaran daerah.

“Mungkin tadi sedikit ada harapan. Tadi kan akan diusulkan oleh pemerintah daerah cuman menunggu waktunya. Karena R2, R3, R4 itu harus diselesaikan, sama R5 mungkin harus diselesaikan di tahun ini. Mungkin tadi ada sedikit gambaran, katanya nanti akan diusulkan cuma waktu yang belum pasti. Tapi targetnya sampai Desember harus sudah selesai,” pungkasnya.