Cak Imin Minta BGN Pakai Bahan Baku Lokal untuk Program MBG

Posted on

Menteri Koordinator (Menko) Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, mengingatkan pentingnya menggunakan bahan baku lokal untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurut Cak Imin, program ini seharusnya mengandalkan produk dalam negeri, bukan impor dari luar negeri. Hal ini penting untuk memperkuat perekonomian lokal sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pernyataan ini disampaikan Cak Imin dalam kunjungannya ke Ponpes Al-Ittifaq di Kampung Ciburial, Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Rabu (5/11/2026). Dalam kunjungannya, Cak Imin mengecek area pertanian Ponpes yang telah mampu memproduksi sayur mayur secara mandiri dan memenuhi kebutuhan bahan baku untuk dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

“Dari pengalaman Al-Ittifaq mensuplai BGN dengan program MBG sangat bagus. Kualitasnya, bahan bakunya, dan terus barang-barang yang dibutuhkan,” ujar Cak Imin.

Saat ini, Cak Imin juga menjabat sebagai pengawas Badan Gizi Nasional (BGN) yang ditunjuk oleh Presiden Prabowo Subianto. Ia menegaskan bahwa BGN harus segera beralih menggunakan bahan baku yang sepenuhnya berasal dari dalam negeri.

“Saya minta BGN tidak lagi ada satu item pun barang yang impor. Semua kebutuhan BGN hendaknya betul-betul mengandalkan produksi dalam negeri,” katanya.

Menurut Cak Imin, pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan tepat akan memberikan dampak langsung kepada masyarakat, meningkatkan ekonomi lokal, dan memerdekakan masyarakat untuk lebih mandiri.

“Itu dilakukan untuk menumbuh kembangkan dan memerdekakan masyarakat sendiri,” jelasnya.

Sebagai langkah selanjutnya, Cak Imin mengusulkan agar UMKM di sekitar dapat menjadi pemasok bahan-bahan untuk program MBG. Dengan begitu, perekonomian masyarakat akan semakin berkembang, dan ekosistem ekonomi dapat terbangun dengan baik.

“Nanti tahap yang kedua seluruh kebutuhan dipasok oleh UMKM, tidak menggunakan pengusaha besar supaya ekosistem benar-benar tumbuh. Jadi tahap kedua nanti kalau sudah stabil jangan lagi menggunakan barang-barang dari luar UMKM dan koperasi itu harapan saya,” tegasnya.

Cak Imin juga melihat bahwa Ponpes Al-Ittifaq bisa menjadi contoh ekosistem ekonomi yang lengkap, karena ada keterkaitan antara koperasi pesantren, lembaga pendidikan, dan sektor bisnis. Hal ini membuat Ponpes Al-Ittifaq bisa berkembang menjadi pusat ekonomi yang mendukung kegiatan sosial dan pendidikan.

“Akhirnya jadi pusat ekonomi. Setelah jadi pusat ekonomi, menjadi pusat pendidikan. Sekarang menjadi pusat pelatihan dan bisnis yang ekosistemnya lengkap masuk menjadi rantai pasok sampai ke berbagai lini supermarket sampai terakhir BGN untuk MBG,” ujar Cak Imin.

Ia berharap model ekosistem yang ada di Al-Ittifaq bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain. Jika berhasil, model ini bisa diterapkan secara luas, memberi manfaat untuk masyarakat sekitar.

“Karena itu saya sangat bahagia dan mendukung penuh. Makanya Al-Ittifaq saya tetapkan sebagai duta pemberdayaan masyarakat, yang juga sebagai inspirator dan pusat pemberdayaan masyarakat,” ungkapnya.

Sementara itu, Bupati Bandung, Dadang Supriatna, menegaskan komitmennya untuk memperkuat pemberdayaan masyarakat dan ekonomi lokal. Menurutnya, Pemkab Bandung terus bergerak sejalan dengan kebijakan nasional, terutama dalam memberdayakan masyarakat dan meningkatkan perekonomian lokal.

“Dalam menggerakkan ekonomi masyarakat, kami selaras dengan Presiden Prabowo, yaitu bagaimana memberdayakan masyarakat,” kata Dadang.

Pemkab Bandung juga terus berusaha menciptakan lapangan pekerjaan baru dan memberikan perlindungan kepada pekerja melalui BPJS Ketenagakerjaan yang menjangkau sekitar 200.000 warga, serta memberikan BPJS Kesehatan untuk lebih dari 560.000 warga.

“Kami juga menanggung iuran BPJS Kesehatan bagi 560.000 lebih warga,” ungkapnya.

Meski ada penurunan dana transfer ke daerah hampir Rp1 triliun, Bupati Dadang memastikan bahwa Pemkab Bandung tetap berkomitmen untuk mendukung program-program pemerintah pusat demi menyejahterakan masyarakat.

“Kami siap melakukan berbagai inovasi dan mendukung penuh program-program pemerintah pusat untuk menyejahterakan masyarakat Kabupaten Bandung,” tuturnya.

Untuk mendukung pemberdayaan petani, Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) juga memberikan pelatihan kepada para petani, UMKM, dan koperasi di Jawa Barat. Pelatihan ini bertujuan untuk membantu petani dalam pemasaran digital dan mengurangi inefisiensi rantai pasok logistik antar-daerah.

“Kami hadir hari ini untuk menjawab tantangan yang kami temukan langsung di lapangan. Pertama, kami melihat petani muda belum memiliki kemampuan mumpuni dalam pemasaran produk secara mandiri melalui platform digital,” ujar Deputi Kemenko PM, Leon Alpha Edison.

Leon juga menyoroti kondisi di mana koperasi masih jarang berfungsi sebagai offtaker atau penghubung pasokan produk dari petani. Beberapa daerah, seperti Garut dan Cianjur, masih mengirimkan produk mereka ke Bandung, menyebabkan biaya logistik yang tinggi.

“Sehingga terjadi inefisiensi dan biaya logistik yang tinggi, karena koperasi dari Garut atau Cianjur masih mengirim produknya ke sini,” kata Leon.

Sebagai solusinya, Kemenko PM menyelenggarakan pelatihan untuk 100 petani dan memberikan pelatihan digitalisasi bagi UMKM agar lebih berkembang dan mampu bersaing di pasar digital. Para pelaku koperasi juga diberi pelatihan untuk mengembangkan model rantai pasok lokal agar bisa menjadi offtaker di daerah masing-masing.

“Harapannya, Bapak/Ibu bisa mereplikasi model ini dan menjadi offtaker di wilayah masing-masing,” beber Leon.

CEO Kopontren Al-Ittifaq, Irawan, menyambut baik inisiatif dari Kemenko PM yang menjadikan Al-Ittifaq sebagai pusat pelatihan dan replikasi model bisnis. Ia berharap model bisnis yang telah dijalankan Ponpes Al-Ittifaq bisa diadaptasi oleh koperasi dan petani lain di daerah.

“Kami sangat terbuka dan berterima kasih atas kepercayaan Kemenko PM. Pelatihan ini sangat penting, tidak hanya untuk petani kami tetapi juga untuk rekan-rekan koperasi dari daerah lain,” ujar Irawan.

Irawan juga berharap bahwa kolaborasi ini akan memperkuat ekosistem agribisnis pesantren secara nasional, serta membantu petani untuk “naik kelas” dalam menjalankan usaha mereka.

“Al-Ittifaq siap berbagi model bisnis yang telah kami jalankan agar bisa direplikasi. Kami berharap kolaborasi ini dapat memperkuat ekosistem agribisnis pesantren secara nasional dan membantu petani kita naik kelas,” pungkasnya.

Komitmen Pemkab Bandung Dukung Ekonomi Lokal

Pelatihan untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Sementara itu, Bupati Bandung, Dadang Supriatna, menegaskan komitmennya untuk memperkuat pemberdayaan masyarakat dan ekonomi lokal. Menurutnya, Pemkab Bandung terus bergerak sejalan dengan kebijakan nasional, terutama dalam memberdayakan masyarakat dan meningkatkan perekonomian lokal.

“Dalam menggerakkan ekonomi masyarakat, kami selaras dengan Presiden Prabowo, yaitu bagaimana memberdayakan masyarakat,” kata Dadang.

Pemkab Bandung juga terus berusaha menciptakan lapangan pekerjaan baru dan memberikan perlindungan kepada pekerja melalui BPJS Ketenagakerjaan yang menjangkau sekitar 200.000 warga, serta memberikan BPJS Kesehatan untuk lebih dari 560.000 warga.

“Kami juga menanggung iuran BPJS Kesehatan bagi 560.000 lebih warga,” ungkapnya.

Meski ada penurunan dana transfer ke daerah hampir Rp1 triliun, Bupati Dadang memastikan bahwa Pemkab Bandung tetap berkomitmen untuk mendukung program-program pemerintah pusat demi menyejahterakan masyarakat.

“Kami siap melakukan berbagai inovasi dan mendukung penuh program-program pemerintah pusat untuk menyejahterakan masyarakat Kabupaten Bandung,” tuturnya.

Komitmen Pemkab Bandung Dukung Ekonomi Lokal

Untuk mendukung pemberdayaan petani, Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) juga memberikan pelatihan kepada para petani, UMKM, dan koperasi di Jawa Barat. Pelatihan ini bertujuan untuk membantu petani dalam pemasaran digital dan mengurangi inefisiensi rantai pasok logistik antar-daerah.

“Kami hadir hari ini untuk menjawab tantangan yang kami temukan langsung di lapangan. Pertama, kami melihat petani muda belum memiliki kemampuan mumpuni dalam pemasaran produk secara mandiri melalui platform digital,” ujar Deputi Kemenko PM, Leon Alpha Edison.

Leon juga menyoroti kondisi di mana koperasi masih jarang berfungsi sebagai offtaker atau penghubung pasokan produk dari petani. Beberapa daerah, seperti Garut dan Cianjur, masih mengirimkan produk mereka ke Bandung, menyebabkan biaya logistik yang tinggi.

“Sehingga terjadi inefisiensi dan biaya logistik yang tinggi, karena koperasi dari Garut atau Cianjur masih mengirim produknya ke sini,” kata Leon.

Sebagai solusinya, Kemenko PM menyelenggarakan pelatihan untuk 100 petani dan memberikan pelatihan digitalisasi bagi UMKM agar lebih berkembang dan mampu bersaing di pasar digital. Para pelaku koperasi juga diberi pelatihan untuk mengembangkan model rantai pasok lokal agar bisa menjadi offtaker di daerah masing-masing.

“Harapannya, Bapak/Ibu bisa mereplikasi model ini dan menjadi offtaker di wilayah masing-masing,” beber Leon.

CEO Kopontren Al-Ittifaq, Irawan, menyambut baik inisiatif dari Kemenko PM yang menjadikan Al-Ittifaq sebagai pusat pelatihan dan replikasi model bisnis. Ia berharap model bisnis yang telah dijalankan Ponpes Al-Ittifaq bisa diadaptasi oleh koperasi dan petani lain di daerah.

“Kami sangat terbuka dan berterima kasih atas kepercayaan Kemenko PM. Pelatihan ini sangat penting, tidak hanya untuk petani kami tetapi juga untuk rekan-rekan koperasi dari daerah lain,” ujar Irawan.

Irawan juga berharap bahwa kolaborasi ini akan memperkuat ekosistem agribisnis pesantren secara nasional, serta membantu petani untuk “naik kelas” dalam menjalankan usaha mereka.

“Al-Ittifaq siap berbagi model bisnis yang telah kami jalankan agar bisa direplikasi. Kami berharap kolaborasi ini dapat memperkuat ekosistem agribisnis pesantren secara nasional dan membantu petani kita naik kelas,” pungkasnya.

Pelatihan untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat