Mantan Kepala Desa Cikujang, Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, Heni Mulyani dinyatakan bersalah dan divonis hukuman pidana penjara 3 tahun. Heni Mulyani merupakan satu-satunya terdakwa dalam kasus dugaan korupsi sekaligus penjualan Posyandu yang sempat geger di Sukabumi.
Dilihat dari laman SIPP, Jumat (24/10/2025), sidang putusan Heni Mulyani berlangsung pada Selasa (21/10) lalu dengan Hakim Ketua Syarip dan Hakim Anggota Adeng Abdul Kohar serta Iis Siti Rochmah. Heni dihukum lebih rendah dari tuntutan jaksa.
JPU Rico Anggi menuntut Heni Mulyani dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan, namun majelis hakim memonis Heni dengan pidana 3 tahun.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Heni Mulyani oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sejumlah Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” kata Hakim Ketua Syarip.
Kasus ini menjadi salah satu skandal korupsi tingkat desa yang menyita perhatian publik. Pasalnya, Heni yang menjabat pada periode kedua sejak 2019 hingga 2027 mendatang, justru menyalahgunakan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) sejak awal masa kepemimpinannya.
Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun jalan lingkungan, memperbaiki sarana pendidikan, serta memberdayakan masyarakat, malah dikorupsi untuk kepentingan pribadi. Berdasarkan hasil audit, negara mengalami kerugian mencapai Rp500.556.675.
Selain itu, Heni juga menghebohkan masyarakat usai menjual Posyandu seharga Rp45 juta. Penjualan Posyandu Anggrek 08 itu tidak masuk dalam petitum pengadilan usai Heni ‘membayar’ penggantian bangunan Posyandu.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi Agus Yuliana Indra Santoso mengatakan, selain pidana penjara selama tiga tahun, Heni juga diwajibkan membayar uang pengganti (UP).
“Terdakwa diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp500.556.675,” kata Agus.
Uang pengganti tersebut dikompensasikan dengan barang bukti uang tunai Rp30 juta, serta beberapa realisasi kegiatan yang sempat terdakwa lakukan. Misalnya belanja kursus pelatihan peningkatan kapasitas BPD sebesar Rp10 juta dan belanja pakaian dinas dan atribut Linmas sebesar Rp5 juta.
Namun, masih terdapat sisa uang pengganti sebesar Rp455.556.675 yang wajib dibayarkan oleh Heni. “Jika tidak dibayar, maka ia akan menjalani tambahan pidana selama satu tahun penjara,” ungkapnya.
Proses hukum terhadap Heni berjalan cukup panjang, lantaran sejumlah bukti keuangan dan dokumen pertanggungjawaban desa harus diverifikasi ulang. Termasuk di dalamnya penyimpangan anggaran dalam kegiatan fiktif, pembelian barang yang tidak pernah direalisasikan, hingga penggunaan dana tanpa prosedur administrasi.
“Dari hasil penyelidikan dan audit, diketahui ada sejumlah kegiatan yang dilaporkan selesai padahal tidak ada realisasinya di lapangan,” kata dia.
Saat ini, Heni tengah menjalani masa tahanan di Rutan Perempuan Bandung. Proses ini menandai berakhirnya perjalanan panjang penyidikan kasus korupsi yang telah bergulir sejak 2023.
