Gedung Sate, nama yang kini begitu lekat dengan identitas Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat, ternyata tidak diberikan secara resmi oleh pemerintah kolonial maupun tokoh arsitekturnya. Nama ikonik itu justru lahir dari suara warga, bahkan bermula dari bentuk protes yang bernuansa satire.
Gedung megah bergaya Indo-Eropa ini mulai dibangun pada tahun 1920 sebagai Departement Verkeer en Waterstaat atau Gedung Departemen Pekerjaan Umum. Arsiteknya berasal dari Belanda Ir. J. Gerber, yang menggabungkan unsur klasik Eropa dengan sentuhan arsitektur lokal Nusantara.
Namun yang paling mencolok dari desain bangunan ini adalah ornamen menyerupai tusuk sate di bagian puncaknya, sebuah struktur menara kecil berbentuk tumpeng bertingkat dengan hiasan enam bola di ujungnya.
Penamaan Gedung Sate ternyata bermula dari warga Bandung yang terpukau dengan megahnya bangunan saat itu. Namun warga kesulitan menyebut nama bangunan yakni Departement Verkeer en Waterstaat.
“Warga Bandung ketika gedung ini diresmikan pakai nama Belanda Departement Verkeer en Waterstaat, panjang pisan ya, warga Bandung protes ini Belanda meresmikan katanya ibu kota baru tapi pakai bahasa Belanda,” ucap edukator Museum Gedung Sate, Wenno Guna Utama, Kamis (15/5/2025).
Dia menjelaskan, ketika pembangunan rampung, warga Bandung yang melihat bentuk gedung ini punya reaksi unik. Alih-alih menyebut nama resminya yang panjang dan rumit dalam bahasa Belanda, masyarakat lebih nyaman menyebutnya Gedung Sate.
Protes yang dibungkus dengan guyonan ini pun menyebar cepat. Dari warung kopi hingga pasar, orang-orang menyebut bangunan megah itu dengan nama Gedung Sate hingga akhirnya nama itu bertahan hingga sekarang.
“Atas dasar itu kemudian warga bandung yang melihat gedung megah, mereka melihat di atasnya ada satenya, ada seperti sate padahal itu penangkal petir kan,” ungkapnya.
“Mulai dari situ dari mulut ke mulut ini disebut Gedung Sate. Walaupun kita gak tahu orang pertama yang bilang ini Gedung Sate siapa, jadi hanya penamaan spontan secara oral saja,” sambungnya.
Menurut Wenno, ada makna sendiri pada tusuk sate di atas bangunan yakni simbol dari besarnya biaya pembangunan gedung. Saat itu kata dia, pembangunan Gedung Sate mencapai 6 juta gulden atau setara Rp420 miliar.
“Yang kebetulan juga ada bulatan yang merupakan simbol biaya pembangunan Gedung Sate sate, kan bulatannya 6 ya, biayanya 6 juta gulden atau setara Rp420 miliar pada tahun 1920. Jadi mahal banget gedung ini,” tutup Wenno.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.