Peternak kambing perah sapera di Kabupaten Ciamis kini dihadapkan dengan lesunya serapan susu kambing oleh industri besar. Sudah 6 bulan peternak tak lagi memasok susu kambing ke pabrik yang ada di Yogyakarta. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Yuda Yusuf Danial (40). Ia harus memutar otak untuk memasarkan produk susu kambing yang tidak terserap pabrik.
Ditemui di peternakan kambing perah miliknya Dusun Pasirkadu, Desa Petirhilir, Kecamatan Baregbeg, Yuda mengatakan sudah hampir 6 bulan berhenti memasok susu ke industri. Ia menyebut hal itu terjadi karena peternak kambing perah lokal di wilayah sekitar pabrik kini sudah berkembang. Dampaknya, kebutuhan susu untuk pabrik tersebut cukup dipenuhi dari peternak lokal.
“Jadi susu dari Jabar sekarang tidak bisa melintas ke wilayah lain. Omzet turun drastis 60 persen,” ujar Yuda, Selasa (1/7/2025).
Yuda menjelaskan biasanya ia mengirim 1.500 liter sampai 3.500 liter susu kambing per Minggu untuk industri. Namun dikirim dalam bentuk bubuk sampai 4 ton per bulan. Susu itu diperoleh dari peternakan miliknya dan mitra peternak lain yang tersebar di wilayah Ciamis, dengan jumlah peternak kambing perah di Ciamis saat ini sekitar 50 orang. Populasi kambing perah di Ciamis saya ini mencapai 5.000 ekor.
“Untuk sekarang para mitra, petani fokus untuk breeding (pembiakan), karena susu kambing tidak terserap. Sekarang produksi susu hanya 500 sampai 700 liter per minggu,” ungkapnya.
Di tengah lesunya serapan industri, Yuda pun masih tetap optimis. Mengingat saat ini pasar lokal atau eceran susu kambing mulai menggeliat. Ia mulai gencar memasarkan produk susunya ke masyarakat sekitar karena mulai diminati.
“Pasar lokal mulai tumbuh, banyak masyarakat mulai mengkonsumsi susu kambing. Mulai dari Ciamis, Tasikmalaya dan Banjar, ada yang dikirim asa juga yang datang langsung. Memang kan untuk susu segar tidak tahan lama,” tuturnya.
Yuda menyebut untuk harga 1 liter susu kambing ditempatnya untuk eceran dibandrol dengan harga sekitar Rp 30 ribu per liter. Kini dalam sehari ia mampu memasarkan sampai 30 liter susu kambing.
“Dulu pasar lokal untuk susu kambing hanya 5 liter per hari, tapi sekarang meningkat sampai 30 liter per hari,” jelasnya.
Yuda menjelaskan, tingkat konsumsi susu kambing di tingkat lokal Ciamis mulai meningkat karena berbagai faktor. Angkatan muda masa kini mulai tertarik untuk mengonsumsi. Dibandingkan dulu, menurut Yuda, warga jangankan beli susu kambing, dikasih gratis pun tidak akan diminum.
“Sekarang informasi mulai banyak tentang susu kambing, khasiat dan manfaatnya. Kami juga sudah menggunakan teknologi sanitasi, yang awalnya masyarakat menilai susu kambing itu bau tapi ternyata tidak. Itu tergantung kita mengelolanya,” ucapnya.
Selanjutnya, setelah pandemi COVID-19, ada pergeseran pola hidup. Mengonsumsi susu bukan hanya untuk orang sakit, tapi yang sehat juga perlu untuk suplemen.
“Keunggulan susu kambing itu laktosa intoleran atau tidak ada alergi. Partikel susu kambing lebih halus dan lebih mudah terserap tubuh setingkat di bawah ASI,” tegasnya.
Yuda mengakui ketika mulai menjadi peternak kambing perah 7 tahun lalu, pasar lokal belum digarap secara optimal. Ia hanya fokus pada pasokan untuk industri. Kini setelah serapan industri lesu, Yuda pun kini bergantung pada pasar lokal yang mulai menjanjikan. “Pemasarannya memang masih organik dari mulut ke mulut,” pungkasnya.