Warga Bandung Melawan Sampah Lewat Kang Pisman

Posted on

Permasalahan sampah akan terus berulang apabila tidak ditangani dengan pengelolaan yang tepat. Di Kota Bandung, program Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, dan Manfaatkan) hadir sebagai salah satu solusi untuk mengurangi timbunan sampah sejak dari sumbernya sekaligus menekan dampak lingkungan, seperti banjir dan pencemaran.

Program Kang Pisman di Kota Bandung

Kang Pisman merupakan program unggulan Pemerintah Kota Bandung dalam upaya pengelolaan sampah berbasis partisipasi masyarakat. Program yang mulai dijalankan sejak 2018 ini mendorong warga untuk mengurangi dan memilah sampah secara mandiri dari rumah sebelum diangkut oleh petugas kebersihan.

Penerapan Kang Pisman memberikan berbagai dampak positif, diantaranya meningkatnya kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah rumah tangga, terjalinnya kerjasama penjualan produk kerajinan berbahan sampah anorganik, serta menghasilkan pupuk organik dari sisa makanan.

Herman Sukmana, pendamping kawasan bebas sampah Kota Bandung, menegaskan bahwa penanganan sampah tidak cukup hanya membersihkan lingkungan. Menurutnya, edukasi kepada masyarakat menjadi kunci utama agar masalah sampah tidak terus berulang.

“Kalau hanya membersihkan, misalnya sungai Cikapundung dibersihkan oleh ratusan orang, itu bisa. Tapi kalau masyarakatnya tidak diedukasi, sampah akan muncul lagi,” ujarnya.

Kampung Cibunut RW 07, Kelurahan Kebonpisang, Kecamatan Sumurbandung menjadi salah satu titik awal gerakan pemilahan sampah berbasis masyarakat. Herman Sukmana, yang akrab disapa Pak Ibo, telah memulai edukasi pengelolaan sampah sejak 2015, bahkan sebelum Kang Pisman resmi diluncurkan. Upaya tersebut dilakukan melalui pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) agar warga mampu mengelola sampah sejak dari rumah.

Kesadaran warga dalam memilah sampah organik, anorganik, dan residu menjadikan Kampung Cibunut RW 07 sebagai kawasan bebas sampah yang kini terintegrasi dengan program Kang Pisman.

“Untuk sampah organik, setiap Senin, Rabu, dan Jumat ada tim khusus yang mengumpulkan dan mengolahnya. Sampah anorganik yang bernilai ekonomi ditabung melalui Bank Sampah setiap Minggu. Sementara residu dijemput petugas kebersihan, sebagian lainnya diolah menjadi ecobrick atau kerajinan,” jelas Pak Ibo.

Sampah organik yang telah dikumpulkan kemudian disalurkan dan diproses di rumah maggot berskala kelurahan di Kota Bandung. Helmi, salah satu pengawas rumah maggot, menjelaskan bahwa pengelolaan ini tidak hanya berorientasi pada pengurangan sampah, tetapi juga mendukung program lain secara berkelanjutan. Menurutnya, penanganan stunting dapat dimulai dari kolaborasi program yang berjalan secara sirkular.

“Rumah maggot menghasilkan kasgot sebagai pupuk organik. Pupuk itu diberikan ke Buruan Sae. Hasil dari Buruan Sae kemudian dimanfaatkan untuk Dapur Dahsyat sebagai upaya penanganan stunting” ujar Helmi.

Buruan Sae merupakan program ketahanan pangan berbasis masyarakat yang mendorong pemanfaatan lahan kosong di lingkungan permukiman. Melalui Buruan Sae, warga menanam berbagai kebutuhan pangan seperti sayuran, buah, dan tanaman herbal secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasokan luar.

Sementara itu, Dapur Dahsyat adalah program penyediaan makanan bergizi yang ditujukan bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Program ini berfokus pada pemenuhan gizi seimbang sebagai langkah pencegahan dan penanganan stunting, dengan memanfaatkan bahan pangan lokal hasil Buruan Sae.

Ketiga program tersebut diharapkan dapat terintegrasi dan berjalan optimal. Kang Pisman sebagai upaya pengurangan sampah rumah tangga, Buruan Sae untuk memperkuat ketahanan pangan lokal, serta Dapur Dahsyat dalam penyediaan makanan bergizi bagi kelompok rentan, seperti ibu hamil, menyusui, serta balita. Kolaborasi ini menjadi contoh nyata bagaimana pengelolaan lingkungan dapat berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kampung Cibunut sebagai Pelopor Gerakan Pilah Sampah

Kolaborasi Kang Pisman dengan Program Lain