Walhi Jabar Desak Pemerintah Sanksi Pasar yang Bandel Kelola Sampah

Posted on

Masalah sampah saat ini sedang menjadi ancaman serius bagi pemerintah daerah di Bandung Raya. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat (Jabar) pun mendesak pemerintah memberi sanksi yang tegas bagi pengelola pasar jika masih bandel dalam mengelola urusan sampah.

Koordinator Tim Advokasi Sampah Walhi Jabar M. Jefry Rohman mengatakan, belum lama ini, muncul masalah sampah yang menggunung di Pasar Caringin, Kota Bandung. Walhi pun mendorong supaya ada kebijakan tegas bagi pengelola pasar supaya bisa menangani sampahnya secara mandiri.

“Walhi Jawa Barat mendukung langkah pemerintah untuk menindak tegas bagi para pengelola pasar yang ‘bandel’ supaya mengelola sampahnya secara mandiri. Sebab, kontribusi timbulan sampah dari kawasan ini tertinggi dibanding sampah dari kawasan permukiman,” katanya, Rabu (8/10/2025).

Jefry membeberkan, berdasarkan data DLH Jabar tahun 2022, timbulan food waste Cekungan Bandung mencapai 2.327 ton per hari. Sementara, timbulan sampah food waste sampah sejenis rumah tangga (SSRT) atau sampah organik dari kawasan komersial (pasar, hotel/restoran/kafe, rumah sakit, mall, rumah makan, dll) dari Cekungan Bandung mencapai 1.389 ton per hari.

Kota Bandung tercatat menyumbang timbulan sampah paling tinggi dibanding daerah lain di Cekungan Bandung dengan 874 ton per hari atau 62,93 persen. Sementara, sampah dari kawasan permukiman mencapai 515 ton per hari atau sekitar 37,07 persen

“Pasar sebagai kawasan komersial yang notabene memiliki izin usaha, terlebih jika mengacu beberapa peraturan, dapat dijadikan landasan hukum sebagai instrumen kontrol pemerintah Kota Bandung dalam mendorong mereka (pengelola pasar) untuk mengelola sampahnya secara mandiri,” ungkapnya.

“Mereka mempunyai sumber daya finansial yang cukup dibandingkan dengan warga yang mengelola di pemukiman penduduk. Dengan begitu, akan lebih mudah dilakukan pemerintah untuk mendorong dan mendesak pengelola kawasan komersial untuk mengelola sampahnya.”

“Di satu sisi, kawasan komersial yang dalam hal ini pasar memiliki lembaga pengelola juga harus bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sampahnya secara mandiri tanpa harus membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),” tambahnya.

Jefry mengatakan, melihat kondisi TPA Sarimukti saat ini, pemerintah harus lebih fokus membangun sistem pengelolaan sampah (organik) di kawasan komersial tersebut. Sehingga nantinya, pengelolaan sampah yang dilakukan tidak sampai membebani APBD dan pengelola kawasan komersial bertanggung jawab terhadap sampahnya secara mandiri.

“Contoh, kasus yang terjadi di Pasar Caringin dan Pasar Gedebage yang seharusnya bertanggung jawab membiayai pengelolaan sampah di dua kawasan pasar tersebut adalah perusahaan atau pengelola kawasan komersial bukanya APBD. Untuk APBD akan lebih bijak difokuskan untuk mengurus dan mensubsidi kebutuhan biaya yang dibutuhkan masyarakat di kawasan permukiman,” tegasnya.

“Kalau sekiranya hal ini serius dilakukan pemerintah, dijamin umur TPA akan semakin panjang. Karena yang akan dibuang ke TPA adalah sampah residu sisa hasil pengelolaan dan penanganan di sumber khususnya di kawasan komersial yang tentunya ditangani dengan cara-cara yang ramah lingkungan dengan tidak menggunakan teknologi incinerator yang belum jelas keamanannya bagi lingkungan,” pungkasnya.