Pemerintah Kabupaten Kuningan (Pemkab Kuningan) melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terus berupaya menaikkan angka rata-rata lama sekolah (RLS) di wilayah tersebut. Langkah ini bertujuan mewujudkan Kuningan sebagai Kabupaten Pendidikan.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan, Rusmiadi memaparkan, bahwa dalam data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), angka rata-rata lama sekolah mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2021, RLS di Kuningan berada di angka 7,80. Jumlah ini terus mengalami kenaikan: 7,88 (2022), 7,89 (2023), 7,90 (2024), dan 7,91 (2025).
Meskipun mengalami kenaikan, angka 7,91 tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan RLS di Jawa Barat yang pada tahun 2025 mencapai 9,14. Menurut Rusmiadi, ada beberapa kendala yang dihadapi untuk menaikkan RLS di Kuningan. Salah satunya adalah banyaknya penduduk usia dewasa dan tua yang tidak melanjutkan sekolah.
Meskipun sudah ada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang menyediakan akses pendidikan bagi warga putus sekolah, menurut Rusmiadi, dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) PKBM tersebut hanya diperuntukkan bagi warga usia 25 tahun ke bawah. Bagi warga di atas usia 25 tahun, mereka dikenakan biaya secara mandiri. Hal ini yang menyebabkan banyak masyarakat putus sekolah tidak melanjutkan pendidikan.
“Jadi, RLS itu terkait semua usia. Artinya, orang di usia tua tidak mungkin melanjutkan pendidikan lagi. Makanya, kita dorong masyarakat putus sekolah untuk masuk PKBM. Sehingga peran PKBM harus ditingkatkan. Hanya saja, di PKBM muncul masalah lagi. Ketika yang jadi warga belajar itu di atas 25 tahun, mereka tidak terakomodasi BOP dan harus menggunakan biaya pribadi. Angka 7,91 itu rata-rata setara dengan jenjang pendidikan SMP kelas 8,” tutur Rusmiadi.
Selain itu, masalah administrasi kependudukan juga menyebabkan RLS di Kabupaten Kuningan sulit naik. Menurutnya, ada banyak warga yang tingkat pendidikannya sudah tinggi, namun karena tidak memperbarui Kartu Keluarga (KK), data kependudukan menganggap mereka sebagai pelajar SD-SMP.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pihaknya bekerja sama dengan Dinas Kependudukan Kabupaten Kuningan menertibkan surat edaran bupati agar masyarakat memperbarui pencatatan pendidikan dalam KK.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
“Makanya kita kerja sama dengan Dinas Kependudukan untuk perubahan data KK. Kadang begini, misal kita sudah lulus S1, tapi karena saat membuat KK-nya itu tercantum ‘pelajar’, maka jenjang pendidikannya masih di bawah itu. Seharusnya masyarakat juga harus memperbarui data melalui perubahan KK. Sehingga yang KK-nya masih tercantum pelajar SD atau SMP, sedangkan jenjang pendidikannya sudah sarjana, itu harus diubah. Itu juga memicu kenaikan rata-rata lama sekolah,” tutur Rusmiadi.
Pihaknya juga membentuk tim akselerasi untuk meningkatkan RLS di Kabupaten Kuningan. Tim ini bekerja sama dengan para pemangku kebijakan untuk mewujudkan Kuningan sebagai Kabupaten Pendidikan.
“Setelah memproklamasikan Kuningan sebagai Kabupaten Pendidikan, kita memiliki tim akselerasi untuk melakukan pendekatan dengan beberapa pemangku kepentingan mengenai cara mewujudkan Kuningan sebagai Kabupaten Pendidikan. Salah satunya adalah terkait peningkatan lama sekolah atau RLS. Tim kita itu kerja sama dengan kecamatan dan desa untuk menyampaikan pedoman akselerasi tadi. Jadi masing-masing punya tugas,” tutur Rusmiadi.
Salah satu bentuk kerja dari tim akselerasi adalah mendorong desa memberikan beasiswa kepada warganya yang ingin bersekolah ke jenjang lebih tinggi.
“Sudah ada desa yang bersinergi dengan tim akselerasi melalui program beasiswa satu dusun satu sarjana, yang biayanya diambil dari dana desa. Seperti di Desa Cibulan, program satu dusun satu sarjana itu sudah lama. Lalu sekarang Desa Cidahu setiap tahun memberikan beasiswa kepada anak didik yang berprestasi. Untuk program satu dusun satu sarjana, biaya SPP-nya ditanggung desa,” tutur Rusmiadi.
Melalui berbagai upaya tersebut, Rusmiadi berharap RLS di Kabupaten Kuningan dapat terus meningkat.
“Harapan kita tetap terus bergerak, karena untuk menaikkan RLS sekian persen saja berat. Meskipun kenaikannya kecil, kita terus bergerak sesuai dengan perannya masing-masing,” pungkas Rusmiadi.
Selain itu, masalah administrasi kependudukan juga menyebabkan RLS di Kabupaten Kuningan sulit naik. Menurutnya, ada banyak warga yang tingkat pendidikannya sudah tinggi, namun karena tidak memperbarui Kartu Keluarga (KK), data kependudukan menganggap mereka sebagai pelajar SD-SMP.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pihaknya bekerja sama dengan Dinas Kependudukan Kabupaten Kuningan menertibkan surat edaran bupati agar masyarakat memperbarui pencatatan pendidikan dalam KK.
“Makanya kita kerja sama dengan Dinas Kependudukan untuk perubahan data KK. Kadang begini, misal kita sudah lulus S1, tapi karena saat membuat KK-nya itu tercantum ‘pelajar’, maka jenjang pendidikannya masih di bawah itu. Seharusnya masyarakat juga harus memperbarui data melalui perubahan KK. Sehingga yang KK-nya masih tercantum pelajar SD atau SMP, sedangkan jenjang pendidikannya sudah sarjana, itu harus diubah. Itu juga memicu kenaikan rata-rata lama sekolah,” tutur Rusmiadi.
Pihaknya juga membentuk tim akselerasi untuk meningkatkan RLS di Kabupaten Kuningan. Tim ini bekerja sama dengan para pemangku kebijakan untuk mewujudkan Kuningan sebagai Kabupaten Pendidikan.
“Setelah memproklamasikan Kuningan sebagai Kabupaten Pendidikan, kita memiliki tim akselerasi untuk melakukan pendekatan dengan beberapa pemangku kepentingan mengenai cara mewujudkan Kuningan sebagai Kabupaten Pendidikan. Salah satunya adalah terkait peningkatan lama sekolah atau RLS. Tim kita itu kerja sama dengan kecamatan dan desa untuk menyampaikan pedoman akselerasi tadi. Jadi masing-masing punya tugas,” tutur Rusmiadi.
Salah satu bentuk kerja dari tim akselerasi adalah mendorong desa memberikan beasiswa kepada warganya yang ingin bersekolah ke jenjang lebih tinggi.
“Sudah ada desa yang bersinergi dengan tim akselerasi melalui program beasiswa satu dusun satu sarjana, yang biayanya diambil dari dana desa. Seperti di Desa Cibulan, program satu dusun satu sarjana itu sudah lama. Lalu sekarang Desa Cidahu setiap tahun memberikan beasiswa kepada anak didik yang berprestasi. Untuk program satu dusun satu sarjana, biaya SPP-nya ditanggung desa,” tutur Rusmiadi.
Melalui berbagai upaya tersebut, Rusmiadi berharap RLS di Kabupaten Kuningan dapat terus meningkat.
“Harapan kita tetap terus bergerak, karena untuk menaikkan RLS sekian persen saja berat. Meskipun kenaikannya kecil, kita terus bergerak sesuai dengan perannya masing-masing,” pungkas Rusmiadi.
