Ungkapan Syukur Warga Bangbayang Ciamis Lewat Hajat Lembur Kuring

Posted on

Suasana di Dusun Bangbayang Kidul, Desa Bangbayang, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis, tampak berbeda pada Selasa (22/7/2025) pagi. Ratusan warga dari berbagai usia, anak-anak, ibu-ibu, hingga orang dewasa berkumpul di halaman Gedung Dakwah dengan penuh antusias.

Mereka bersiap mengikuti prosesi Tradisi Hajat Lembur Kuring yang digelar pada bulan Muharram setiap tahunnya. Dengan berjalan kaki bersama sejauh 200 meter, mereka menuju Makam Kabuyutan Ki Demang Jamaludin, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Tradisi ini juga ungkapan rasa syukur atas berkah yang telah diterima.

Di lokasi Makam Kabuyutan Ki Demang Jamaludin, warga melaksanakan tawasulan dan doa bersama. Diketahui Ki Demang Jamaludin merupakan tokoh pemuka yang berjasa pada masa lalu yang membuka Desa Bangbayang. Setelah selesai berdoa, warga kembali ke halaman gedung dakwah setempat.

Di tempat ini, warga mengikuti kegiatan samenan yang masih merupakan rangkaian Hajat Lembur Kuring. Dalam samenan ini, warga dari masing-masing RT menampilkan berbagai kesenian Sunda. Prosesi kemudian dilanjutkan dengan anjangan, di mana dalam tradisi ini setiap warga mencicipi makanan khas Sunda yang telah disiapkan oleh sebanyak 10 RT, terdiri dari 5 manis dan 5 asin.

Tradisi Hajar Lembur Kuring diakhiri dengan Mopoek Lembur. Ini merupakan kegiatan mematikan lampu atau aliran listrik di setiap rumah hingga menjadi gelap gulita. Dilaksanakan dari awal magrib sampai waktu isya. Sebelum dilaksanakan, diawali dengan aba-aba yang disampaikan melalui pengeras suara masjid. Selama proses sakral itu, penerangan yang digunakan dari sumber cahaya tradisional seperti cempor, lilin atau obor.

Kepala Desa Bangbayang Asep Riky Darmawan menjelaskan sebetulnya tradisi ini sudah ada sejak tahun 1960-an. Namun pada zaman dulu, tradisi ini disebut Nyawen. Di mana masyarakat menjelang panen ke tengah sawah memberikan sesajen sebagai bentuk rasa syukur.

Namun tradisi ini lambat laun bertentangan dengan Islam, meski sebagai bentuk apresiasi terhadap hasil bumi. Kemudian pada tahun 2018, pemuda Karang Taruna setempat kemudian berkoordinasi menyatukan masyarakat Bangbayang Kidul mengajak kembali membangkitkan tradisi budaya dengan bentuk yang berbeda.

“Alhamdulillah semua sepakat membentuk kegiatan atau Tradisi Hajat Lembur Kuring, tujuannya untuk mempersatukan dan sebagai bentuk rasa syukur. Dilaksanakan setiap bulan Muharram, selain tradisi ada juga kegiatan tablig akbar dan santunan,” ujar Asep.

Asep menjelaskan, Tradisi Hajat Lembur Kuring ini terdiri dari 4 rangkaian, pertama ziarah atau nyekar ke Makam Kabuyutan Ki Demang Jamaludin, lalu Sameman atau pentas seni kebudayaan dari setiap RT. Ketiga Anjangan dahareun, sebagai bentuk silaturahmi dalam bentuk makanan.

“Setiap RT mengirimkan makanan tradisional. Terdiri dari 5 makanan manis dan 5 makanan asin. Seperti orog, oyek, angen lompong, seupan dan oer. Sedangkan makanan manis seperti getuk, cara, putri noong, kelepon dan awug,” katanya.

Kegiatan terakhir adalah mopoek lembur. Mematikan lampu atau listrik dari awal magrib sampai waktu isya. Masyarakat hanya mengunakan obor atau lilin. Makna mopoek Lembur untuk memberikan pemahaman kepada generasi muda agar selalu bersyukur atas kemajuan perkembangan zaman. Kegiatan ini juga untuk mengenang (panineungan) pada saat para orang tua di Bangbayang hidup sebelum adanya listrik masuk desa.

“Tradisi ini dianggarkan dari dana desa dalam bentuk pelestarian budaya sebesar Rp 20 juta. Masyarakat juga tetap melakukan swadaya. Ini bentuk apresiasi kami terhadap budaya,” ucapnya.