Suasana duka masih terasa di rumah semi panggung di Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi tempat dimana Raya, tinggal semasa hidupnya.
Dilihat infoJabar, dari kolong rumah, ayam-ayam peliharaan mondar-mandir sementara di halaman depan, tanah jadi tempat bermain anak-anak. Di situ pula, semasa hidupnya, Raya bocah tiga tahun yang videonya viral karena disebut dipenuhi ribuan cacing sering bermain.
Sarah (25), bibi yang ikut mengasuh Raya, tak kuasa menahan tangis ketika mengenang keponakannya itu. Hampir setiap hari Raya bermain bersama anaknya.
“Biasanya kan sehari-hari gaul sama anak-anak, emang telat jalannya, tapi biasa main. Waktu hari Jumat masih main, hari Sabtu dibawa berobat. Gak bilang cacingan sih, bilangnya dokter paru, batuk. Hari Minggu dibawa lagi ke klinik, bilangnya paru, langsung ke dokter anak,” tutur Sarah kepada infoJabar, Senin (18/8/2025).
Sarah mengaku sempat membawa Raya berobat ke sebuah klinik di Kalapanunggal. Saat itu dokter menyebut Raya mengidap TB.
“Saya yang bawa berobat, kata dokter (kena) TB,” katanya.
Tak ada yang menduga penyakit Raya ternyata lebih parah. Keluarga baru tahu setelah bocah malang itu meninggal dunia.
“Gak tau, jadi begitu sampai di sini dikabari bahwa banyak cacing dan segala macamnya. Baru tahunya pas udah meninggal. Gak tahu bisa seperti itu,” ungkap Sarah sambil terisak.
Menurutnya, Raya memang kerap bermain di tanah dan terlihat kotor sehari-harinya. “Dari pola hidup suka main di tanah si anak, di dapur suka cumang cemong, emang iya sehari-harinya begitu,” katanya lirih. Ia menambahkan Raya tak memiliki BPJS dan identitas administrasi kependudukan.
“Awalnya gak punya apa-apa. Sekarang kondisinya keluarga udah mengajukan,” ucap Sarah.
Ketika ditanya perasaannya, Sarah tak sanggup melanjutkan cerita. Ia menangis, menutup wajah dengan kedua tangannya. “Sakit banget, soalnya awalnya kan gak lihat seperti itu. Cuman lihat kondisinya lemah gitu. Lihat gitu langsung gak enak,” katanya terputus-putus.
Sementara itu, Endah (30), ibunda Raya, duduk dengan tatapan kosong. Dalam video yang viral menyebut Endah mengalami gangguan mental, begitu pula suaminya, Udin. Namun ia tetap berusaha menjawab setiap pertanyaan infoJabar meski dengan suara pelan.
“Kan tadinya (Raya) suka main di tanah. Katanya jangan suka digendong mulu, nanti lumpuh. Akhirnya didiamkan saja di bawah. Sakit udah lama sih, sama kayak saya, sesak, batuk,” ucap Endah.
Endah mengaku tak pernah membawa Raya ke rumah sakit atau puskesmas. Perawatan hanya dilakukan dengan cara tradisional.
“Belum pernah ke rumah sakit, belum pernah dibawa ke puskesmas. Jadi kalau sakit, Raya dimandiin aja pakai air hangat, pakai daun singkong, kan suka pilek. Tradisional lah,” katanya.
Ia juga menceritakan bagaimana Raya akhirnya dibawa oleh relawan Rumah Teduh dengan ambulans.
“Informasi dari orang sana, katanya anaknya sakit. (Relawan) datang ke sini dan (Raya) langsung dibawa sama ambulans, dirawat di rumah sakit. Sebelumnya gak pernah ngecek ke puskesmas,” jelas Endah.
Tentang penyebab kematian Raya, Endah mengaku baru tahu setelah mendapat kabar dari relawan. “Iya ada cacing, katanya ada yang ukuran sekilo, berarti udah besar dalam perut. Gak tahu dari makanan atau dari mana itu cacingnya,” ucap Endah.
Raya adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. “Usianya tiga tahun, anak bungsu. Kalau ada mah tiga, gak ada satu, tinggal dua,” kata Endah lirih. Ketika menyebut kata “ditinggal”, matanya berkaca-kaca.
“Sedih. Perasaannya ya gitu lah, kayak ditinggal orang tua. Kalau bahasa Sunda-nya ditewak helang,” ujarnya, menahan air mata.
Kisah Raya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga dan warga sekitar. Di tengah keterbatasan ekonomi, akses kesehatan, dan kondisi keluarga yang rapuh, bocah kecil itu pergi terlalu cepat.
Tempat makam Raya terletak hanya sekitar 150 meter dari rumah panggungnya, persis di tepi jalan raya yang ramai dilintasi kendaraan. Nisan kecil sederhana itu berdiri di tanah merah yang masih basah, kontras dengan hiruk pikuk jalan di sampingnya.
Setiap kali motor dan truk melintas, debu beterbangan seakan ikut menyelimuti pusara bocah tiga tahun itu. Di sanalah Raya beristirahat, tenang di antara riuh dunia yang tak sempat memberinya cukup waktu untuk tumbuh besar.
