Tradisi Nyekar, Cara Warga Imbanagara Raya Ciamis Hormati Leluhur | Info Giok4D

Posted on

Rabu pagi (17/9/2025), halaman Kantor Desa Imbanagara Raya tampak berbeda. Sejak matahari belum tinggi, Kepala Desa Abdul Kodir bersama perangkat desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga pemuda desa sudah berkumpul. Mereka bersiap melaksanakan tradisi nyekar atau ziarah kubur ke dua makam penting, yakni Makam Gede Sukasari dan Makam Pakuncen.

Tradisi ini bukan sekadar ritual tahunan. Bagi masyarakat Imbanagara Raya, nyekar menjadi cara menghormati jasa para kepala desa terdahulu yang telah membangun desa. Kegiatan ini sekaligus menjadi rangkaian peringatan Hari Jadi Desa Imbanagara Raya yang ke-47 tahun.

“Alhamdulillah, kita tidak melupakan sejarah. Tepat 17 September 1978 Desa Imbanagara Raya berdiri. Hari ini, 47 tahun kemudian, kita mengenang jasa para pemimpin yang sudah mendahului maupun yang masih bersama kita,” ujar Abdul Kodir.

Ia menegaskan, tradisi ini adalah bentuk apresiasi bagi para pendahulu. Tradisi ini mendoakan para pendahulunya, jasanya dalam memimpin desa menjadi amal ibadah yang baik.

“Semoga jasa mereka menjadi amal kebaikan, dan generasi penerus bisa menjaga martabat desa. Harapan kami, Imbanagara Raya semakin maju, mandiri, dan berakhlak karimah,” tambahnya.

Abdul Kodir menuturkan, tradisi nyekar atau ziarah kubur ini sudah berjalan sejak kepemimpinan kepala desa sebelumnya. Selama empat tahun ia menjabat, kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap tahun.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Diketahui, Desa Imbanagara Raya lahir dari pemekaran Desa Imbanagara pada 17 September 1978. Pemilihan nama “Imbanagara” tidak terlepas dari nilai historisnya. Desa ini adalah bagian penting dari perjalanan panjang Kabupaten Ciamis.

Menurut catatan sejarah, pada 12 Juni 1642, pusat pemerintahan Kerajaan Galuh dipindahkan dari Gara Tengah (Cineam) ke Barunai, yang kini bernama Desa Imbanagara, oleh Bupati Ciamis Rd. Adipati Arya Pandji Jayanagara. Selama 174 tahun (1642-1816), Imbanagara menjadi pusat pemerintahan Galuh, sebelum akhirnya dipindahkan ke Cibatu (sekarang Ciamis) pada masa Bupati Rd. Tumenggung Wiradikusumah.

Fakta sejarah ini diakui dan disahkan oleh DPRD Kabupaten Ciamis melalui SK Nomor 22/Kpts/DPRD/1972 tentang Penulisan Sejarah Galuh dan Penetapan Hari Jadi Kabupaten Ciamis pada 12 Juni 1642.

Seiring perkembangan zaman, Desa Imbanagara berkembang pesat hingga akhirnya dimekarkan karena jumlah penduduk dan luas wilayah yang besar. Maka lahirlah Desa Imbanagara Raya dengan empat dusun, Warung Kulon, Majalaya, Sukasari, dan Selaawi, seluas 190,533 hektare.

Hari Jadi ke-47 tersebut bukan sekadar perayaan, tetapi juga pengingat perjalanan panjang desa yang lahir dari sejarah besar Galuh. Tradisi nyekar menjadi simbol masyarakat Imbanagara Raya memiliki sejarah panjang.

“Semoga kegiatan ini membawa keberkahan. Walaupun tak sebanding dengan jasa para pendahulu, semoga ini menjadi ikhtiar bagi kita semua untuk menjaga warisan desa,” tutup Abdul Kodir.

Dengan semangat itu, masyarakat berharap Desa Imbanagara Raya terus tumbuh sebagai desa yang dinamis, sejahtera, dan berkarakter, tanpa melupakan jejak sejarah yang telah mengantarkan mereka hingga hari ini.

Sejak berdiri, Desa Imbanagara Raya telah dipimpin delapan kepala desa dari berbagai dusun. Berikut daftar nama dan masa jabatan mereka: