Tradisi Berburu Impun yang Jadi Berkah Warga Citepus Sukabumi

Posted on

Setiap bulan, di bawah langit kelabu Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, warga berduyun-duyun turun ke laut. Dengan jaring bambu sederhana, mereka berburu impun, sejenis ikan kecil yang membawa harapan hidup dalam tradisi panen laut bernama Nyalawena.

Pantauan infoJabar, Minggu (27/4/2025), pesisir Citepus dipenuhi barisan manusia yang berjejer rapat di sepanjang pantai. Lelaki, perempuan hingga anak-anak tampak dikelilingi jaring berbentuk segitiga, terbuat dari kayu dan kain kasa tipis.

Mereka menantang ombak kecil yang bergulung ke daratan, sambil menunggu momen terbaik untuk meraup ikan impun yang bergerombol di tepian. Dari pemandangan itu, pemandangan itu menyerupai hamparan bendera putih yang bergoyang-goyang di atas udara. Ombak menggulung pelan, membawa bersama rezeki yang tak pernah pasti.

Beberapa orang terlihat cekatan mengangkat jaringnya, menuangkan hasil tangkapan ke ember plastik yang tergantung di pinggang.

Endang Suryana (45), warga Citepus menyebut, panen impun biasanya berlangsung antara tanggal 23 hingga 27 setiap bulan. Namun, puncaknya jatuh pada tanggal 25, yang oleh masyarakat pesisir dikenal dengan sebutan Nyalawena.

“Kalau cuaca bagus, mulai tanggal 23 sampai 27 bisa panen. Tapi paling ramai itu tanggal 25, waktu impun banyak-banyaknya,” kata Endang kepada infoJabar.

Ikan impun, menurut Endang, merupakan ikan kecil berwarna perak yang biasa diolah menjadi sambal khas, abon, atau dijual di pasar tradisional. Hasil tangkapan yang melimpah, katanya, bisa menjadi keuntungan ekonomi tambahan bagi banyak keluarga di Citepus.

Namun panen ini sangat bergantung pada kondisi cuaca. Endang mengisahkan, bila gelombang besar atau hujan terus menerus melanda, tak terhindarkan mendekati pantai.

“Kalau angin besar atau hujan terus, ya biasanya impun baru muncul bulan depan. Jadi kami harus sabar menunggu,” ujarnya.

Sejenak, suasana di Citepus terasa magis. Jaring-jaring mengembang bagai layar perahu kecil, berputar dengan riak gelombang yang tak pernah benar-benar jinak.

Di cakrawala, puluhan perahu nelayan tampak membayang hitam, berdiam di tengah laut, seolah ikut menyaksikan perburuan kecil di tepi daratan.

Anak-anak tampak berlarian di antara kaki orang dewasa, sesekali ikut menurunkan jaring ke udara. Tawa riang mereka dipadukan dengan suara debur ombak dan teriakan kecil warga yang menemukan impun memenuhi jaringnya.

Tradisi Nyalawena bukan sekadar panen ikan. Ia adalah kisah tentang kehidupan berdampingan dengan alam, tentang menunggu dengan sabar, dan tentang menjaga warisan budaya pesisir yang kian hari kian tergerus zaman.

“Ini bukan hanya soal ikan. Ini soal bagaimana kami hidup bersama laut, menghargai apa yang diberi alam,” tutup Endang, sebelum kembali memasang jaringnya ke dalam air asin yang bergelora.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *