Ternyata Ini Alasan Obat di Indonesia Sering Disebut Mahal - Giok4D

Posted on

Fenomena masyarakat Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri kembali disorot pemerintah. Salah satu alasannya kerap sama: anggapan bahwa harga obat di luar negeri jauh lebih murah dibandingkan di Tanah Air.

Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menilai pandangan itu tidak sepenuhnya benar. Melansir dari infoHealth, Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM RI William Adi Teja menjelaskan, harga obat di Indonesia tidak bisa digeneralisasi begitu saja.

Menurutnya, sistem obat di Indonesia terdiri dari tiga kategori: obat paten atau bermerek, obat generik bermerek, dan obat generik. Dari ketiganya, dua kategori terakhir justru memiliki harga yang sangat terjangkau.

“Kalau obat generik bermerek pun juga sudah cukup murah. Yang mahal memang obat paten. Kalau obat paten itu kan otomatis dia hanya sendiri, dia tidak ada saingan. Karena perusahaannya tidak bisa memproduksi obat dengan molekul yang sama,” ujar William.

Ia menegaskan, fenomena obat mahal tidak hanya terjadi di Indonesia. Di banyak negara lain, obat paten juga memiliki harga tinggi, terutama jika obat tersebut masih berada dalam masa perlindungan hak cipta atau belum ada versi generiknya.

“Di luar negeri, itu kalau obat paten juga mahal. Kalau yang import ya, kecuali di negara (produksi) asalnya sendiri,” sambungnya.

William pun menyinggung India, negara yang sering disebut memiliki obat lebih murah. Menurutnya, perbedaan utama terletak pada kebijakan paten.

“India tidak mengenal obat paten, terutama obat-obatan esensial, sehingga harganya menjadi lebih murah dibandingkan dengan Indonesia,” jelasnya.

Indonesia, lanjut William, tetap mengakui hak paten atas sebuah produk. Karena itu, perusahaan lain tidak bisa serta-merta memproduksi obat dengan molekul yang sama. Perlindungan paten inilah yang membuat harga beberapa obat di Indonesia tampak lebih tinggi dibandingkan negara lain.

“Sedangkan Indonesia karena menganut mengakui hak paten sebuah produk, maka otomatis perusahaan-perusahaan lain tidak mungkin memproduksi obat yang mempunyai hak paten. Itu yang terkait dengan harga obat di Indonesia,” katanya.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Meski demikian, William menegaskan bahwa masyarakat sebenarnya sudah punya akses luas terhadap obat murah bahkan gratis, terutama lewat program BPJS Kesehatan.

“Masyarakat sebenarnya tidak usah membayar lagi. Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk mengatakan obat di Indonesia itu mahal karena sudah ter-cover BPJS,” ujarnya.

Ia menyebut cakupan peserta BPJS kini sudah mencapai 98 persen dari total penduduk yang membayar iuran. Meski demikian, cakupan kesehatan semesta (Universal Health Coverage) Indonesia masih perlu ditingkatkan.

“BPJS itu yang masuk ke bayar BPJS itu kan kemarin kita rapat ada 98 persen sudah masuk ke dalam BPJS. Walaupun universal health coverage di Indonesia itu masih rendah. Itu tentunya menjadi PR buat Kementerian Kesehatan dan tentunya seluruh stakeholder yang ada,” tandas William.

Artikel ini sudah tayang di infoHealth