Tangis dan Luka di MTS Purwakarta Kala Dugaan Kekerasan Mencuat

Posted on

Masyarakat Purwakarta digemparkan dengan kasus dugaan perundungan (bullying) dan kekerasan fisik yang dialami sejumlah siswa di salah satu Madrasah Tsanawiyah (MTS) di Kabupaten Purwakarta. Sejumlah korban mengalami luka memar di wajah dan tubuh setelah diduga dianiaya oleh teman satu sekolahnya.

Kasus ini terungkap setelah foto-foto kondisi korban tersebar di media sosial pada 5 Oktober 2025. Hasil penelusuran menunjukkan peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu malam, 4 Oktober 2025, di dalam area asrama sekolah.

Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kemenag Purwakarta Munir Huda membenarkan adanya peristiwa tersebut. Ia mengaku baru menerima laporan setelah kasus viral di dunia maya.

“Saya baru tahu hari kemarin bahwa katanya terjadinya sekitar Sabtu, malam Minggu kalau enggak salah seperti itu,” ujar Munir usai menghadiri pertemuan antara kedua pihak, Selasa (7/10/2025).

Menurut hasil penyelidikan internal, ada delapan siswa diduga sebagai pelaku dan tujuh siswa menjadi korban. Aksi kekerasan ini diduga dipicu perselisihan antara kelompok senior dan junior di lingkungan asrama.

“Awalnya terindikasi ada empat orang, setelah dilakukan pendalaman ada delapan anak yang melakukan. Kami hadir untuk menyaksikan betul adanya restorative justice, atau kalau bahasa kami islah, mencari jalan terbaik supaya persoalan ini tidak berlanjut. Dugaan karena perselisihan antara senior dan junior,” kata Munir.

Proses mediasi antara kedua pihak digelar dengan pendampingan Kemenag Purwakarta, pihak sekolah, aparat kepolisian, dan TNI. Suasana haru mewarnai jalannya mediasi. Orang tua pelaku menangis sambil meminta maaf di hadapan keluarga korban. Beberapa siswa pelaku juga menunduk dan berlinang air mata saat menyampaikan permintaan maaf mereka.

Namun, mediasi sempat diwarnai ketegangan. Seorang oknum personel TNI disebut melarang wartawan meliput dan menghalangi proses dokumentasi di lokasi. Wartawan sempat mengalami intimidasi berupa teriakan dan halangan terhadap kamera saat mencoba mengambil gambar.

Sementara itu, Humas Kemenag Purwakarta, Lucky Andriansyah, memastikan pihak sekolah akan memberikan pendampingan psikologis dan konseling bagi korban maupun pelaku.

“Satu guru BK akan mendampingi dua siswa untuk memulihkan semangat belajar mereka. Begitu juga bagi para senior yang melakukan pemukulan tetap akan ada pendampingan,” ucap Lucky.

Dari tujuh korban, baru dua siswa yang kembali ke asrama, sedangkan lainnya masih trauma dan memilih tinggal di rumah karena kekhawatiran orang tua.

Terkait sanksi terhadap pelaku, Lucky menegaskan bahwa tidak ada siswa yang dikeluarkan dari sekolah, karena mereka sudah terdaftar di Pangkalan Data Ujian Madrasah (PDUM).

“Kalau dikeluarkan, mereka tidak bisa ikut ujian. Itu artinya kita tidak melindungi hak dasar mereka untuk belajar. Jadi, kita cari jalan keluar lain,” tegasnya.

Kemenag Purwakarta berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh pihak agar pembinaan karakter di lingkungan asrama lebih diperkuat dan pengawasan terhadap aktivitas siswa ditingkatkan.

Dimediasi

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *