Sejumlah tambang di kawasan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, resmi ditutup sementara atas perintah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Keputusan ini diambil setelah berbagai persoalan serius yang timbul akibat aktivitas pertambangan, mulai dari kerusakan lingkungan hingga banyaknya korban jiwa di jalanan akibat truk tambang yang lalu-lalang setiap hari.
Data menunjukkan, dalam periode 2019 hingga 2024, sebanyak 195 orang meninggal dunia dan 104 orang lainnya mengalami luka berat akibat kecelakaan yang melibatkan truk tambang di kawasan Parung Panjang. Situasi ini akhirnya memicu langkah tegas dari Pemprov Jabar.
Menanggapi kebijakan tersebut, Anggota Komisi IV DPRD Jawa Barat, Uden Dida Efendi, berharap agar penutupan tambang disertai solusi yang komprehensif. Menurutnya, langkah pemerintah harus tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan para penambang.
“Kalau untuk Parung Panjang kita tunggu informasi selanjutnya, apa yang jadi harapan penambang, masyarakat, dan pemerintah,” ungkap Uden saat ditemui di Gedung DPRD Jabar, Jumat (31/10/2025).
“Tentunya setelah itu sinkron, saya berharap masalah Parung Panjang bisa diselesaikan dengan baik dan bisa diterima oleh semua pihak. Dan tentunya secepatnya harus ada solusi,” imbuh politisi PPP ini.
Sementara di tempat yang sama, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa keputusan menghentikan sementara aktivitas tambang di Parung Panjang bukan semata soal infrastruktur, melainkan langkah menyeluruh untuk memulihkan kondisi lingkungan dan sosial masyarakat.
“Persoalan Parung Panjang itu persoalan yang panjang, sudah berpuluh-puluh tahun. Sebuah areal yang mengalami kehancuran luar biasa, jumlah yang meninggal lebih dari 100 orang, kecelakaan hampir tiap hari, masyarakat kena ISPA, dan itu tidak bisa diselesaikan hanya dengan membangun jalan,” ujar Dedi.
Menurutnya, Pemprov Jabar telah membentuk tim audit lintas pakar untuk menilai berbagai aspek sebelum tambang bisa kembali beroperasi. Audit tersebut mencakup variabel kerusakan lingkungan, perlindungan tenaga kerja, reklamasi, transportasi, dan pungutan ilegal.
“Tim audit Pemprov Jabar sudah bekerja dan akan segera diumumkan hasilnya. Sikap Pemprov akan mengikuti rekomendasi audit pakar karena kami tidak ingin mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan politik,” tegas Dedi.
Selain penutupan tambang, Pemprov Jabar juga menyiapkan langkah konkret bagi warga yang kehilangan mata pencaharian. Berdasarkan data yang diterima, terdapat lebih dari 9.000 kepala keluarga di sekitar tambang yang terdampak secara ekonomi.
“Dana yang akan diberikan oleh kami satu bulan sebesar Rp3 juta, mungkin dua sampai tiga bulan yang akan kami berikan. Dana ini bersumber dari bantuan sosial Pemerintah Jawa Barat dan menggunakan dana BTT berdasarkan persetujuan Kemendagri,” jelasnya.
Bantuan tersebut akan disalurkan mulai awal November 2025 melalui rekening masing-masing warga dan berlangsung hingga Januari 2026.
Tak hanya itu, Dedi juga menawarkan dua skema solusi jangka panjang. Pertama, warga yang sebelumnya bekerja di sektor tambang dapat dialihkan menjadi tenaga outsourcing Pemprov Jabar untuk mengurus perawatan jalan. Kedua, para sopir truk ditawari fasilitas kredit mobil dua sumbu tanpa bunga melalui kerja sama dengan Bank BJB.
“Kami juga mendorong agar tambang nanti bisa dikelola langsung oleh kelompok masyarakat setempat agar ekonomi tetap tumbuh. Berdasarkan data, masyarakat di sekitar tambang rata-rata tingkat ekonominya rendah,” lanjut Dedi.
Ia juga menegaskan, Pemprov Jabar akan menanggung biaya pendidikan bagi anak-anak yang terdampak penutupan tambang dan sempat berhenti sekolah.
“Andai ada anak tidak sekolah karena penghentian pertambangan, kami tanggung jawab. Mana datanya, akan kami masukkan sekolah dan kami bayar sekolahnya,” pungkasnya.
