Aktivitas judi online di Jawa Barat sepanjang 2024 mencapai level yang mengkhawatirkan. Data yang dipaparkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), provinsi ini menempati posisi tertinggi secara nasional, baik dari jumlah pemain maupun total nilai transaksi.
Angka-angkanya mencengangkan. Sebanyak 2.638.849 warga Jawa Barat tercatat terlibat dalam praktik judi online, dengan dominasi pemain laki-laki mencapai 81 persen. Sementara itu, perempuan menyumbang 19 persen dari total pemain.
Dari aktivitas tersebut, nilai deposit yang berputar mencapai Rp5,97 triliun, dengan frekuensi transaksi menembus 44,9 juta kali sepanjang tahun 2024.
Di tingkat daerah, Kabupaten Bogor menjadi episentrum terbesar dengan 321.589 pemain, disusul Kabupaten Bandung 182.450 pemain, Kabupaten Karawang 176.808 pemain, Kabupaten Sukabumi 171.429 pemain, dan Kabupaten Bekasi 168.316 pemain.
Sementara Kota Bandung sebagai pusat aktivitas ekonomi dan teknologi di Jawa Barat, menyumbang 151.366 pemain, di atas Cianjur dengan 140.127 pemain, Kabupaten Garut 133.801 pemain, Kota Bekasi 125.243 pemain dan Kabupaten Tasikmalaya 101.697 pemain.
Jika dipersempit berdasarkan kecamatan, Tambun Selatan di Kabupaten Bekasi menjadi wilayah dengan pemain judi online terbanyak, yakni mencapai 23.975 pemain.
Disusul Cimanggis 18.845 pemain, Cibinong pemain 18.497 pemain, Bekasi Utara 16.422 pemain, hingga Pancoran Mas 16.418 pemain. Rata-rata wilayah dengan penetrasi internet tinggi dan kepadatan penduduk besar menjadi titik-titik paling rentan.
Lebih jauh, PPATK mencatat profil pemain judi online di Jabar didominasi oleh karyawan swasta dengan porsi 45,84 persen. Pedagang menempati posisi kedua dengan 23,26 persen, disusul pengusaha (10,43 persen) dan pelajar/mahasiswa (6,20 persen).
Yang mengkhawatirkan, kelompok ibu rumah tangga menyumbang 3,98 persen pemain, sementara buruh 1,30 persen. Bahkan ditemukan pemain dari kalangan aparatur negara yaitu PNS 1,20 persen dan TNI/Polri 2,16 persen.
Dari gambaran data tersebut, jelas bahwa judi online bukan lagi aktivitas pinggiran. Ia sudah menjadi fenomena sosial yang menjangkiti hampir semua lapisan masyarakat, dari mahasiswa hingga aparat, dari pedagang kecil hingga pengusaha.
Meski begitu, PPATK menyebut jumlah pemain judol mengalami penurunan di tahun 2025. Penurunan terjadi karena pemerintah dan aparat terus gencar melakukan pemberantasan judol.
“Angka-angka ini per 2025 sebenarnya sudah menurun karena pada tahun lalu banyak laporan dari masyarakat yang kemudian dilakukan tindakan dan pemberantasan,” ucap Direktorat Analisis dan Pemeriksaan II PPATK, Afra Azzharga, Jumat (14/11/2025).
Ia juga mengungkap, para pemain judol sebagian besar adalah mereka yang berasal dari masyarakat kalangan menengah ke bawah yakni rentang penghasilan dari Rp0 hingga Rp5 juta dengan persentase 67,56 persen.
“Sedangkan mereka yang memiliki penghasilan tinggi misalnya di atas Rp10 juta hanya 10,54 persen,” katanya.
Bogor Jadi Area Terpadat Pemain Judol
Tambun Selatan Paling Tinggi di Tingkat Kecamatan
Karyawan Swasta Mendominasi Profil Pemain
Lebih jauh, PPATK mencatat profil pemain judi online di Jabar didominasi oleh karyawan swasta dengan porsi 45,84 persen. Pedagang menempati posisi kedua dengan 23,26 persen, disusul pengusaha (10,43 persen) dan pelajar/mahasiswa (6,20 persen).
Yang mengkhawatirkan, kelompok ibu rumah tangga menyumbang 3,98 persen pemain, sementara buruh 1,30 persen. Bahkan ditemukan pemain dari kalangan aparatur negara yaitu PNS 1,20 persen dan TNI/Polri 2,16 persen.
Dari gambaran data tersebut, jelas bahwa judi online bukan lagi aktivitas pinggiran. Ia sudah menjadi fenomena sosial yang menjangkiti hampir semua lapisan masyarakat, dari mahasiswa hingga aparat, dari pedagang kecil hingga pengusaha.
Meski begitu, PPATK menyebut jumlah pemain judol mengalami penurunan di tahun 2025. Penurunan terjadi karena pemerintah dan aparat terus gencar melakukan pemberantasan judol.
“Angka-angka ini per 2025 sebenarnya sudah menurun karena pada tahun lalu banyak laporan dari masyarakat yang kemudian dilakukan tindakan dan pemberantasan,” ucap Direktorat Analisis dan Pemeriksaan II PPATK, Afra Azzharga, Jumat (14/11/2025).
Ia juga mengungkap, para pemain judol sebagian besar adalah mereka yang berasal dari masyarakat kalangan menengah ke bawah yakni rentang penghasilan dari Rp0 hingga Rp5 juta dengan persentase 67,56 persen.
“Sedangkan mereka yang memiliki penghasilan tinggi misalnya di atas Rp10 juta hanya 10,54 persen,” katanya.







