Sorotan Pakar Unpar soal Timpangnya Kinerja Pemprov dan Popularitas KDM

Posted on

Popularitas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali jadi sorotan. Meski meraih tingkat kepuasan publik tertinggi di Pulau Jawa menurut survei Indikator Politik Indonesia, sejumlah kalangan mempertanyakan apakah citra kuat tersebut sejalan dengan kinerja riil pemerintahan provinsi yang dipimpinnya.

Menurut survei Indikator, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Dedi sebagai gubernur ada di angka 94,7%. Sementara ada empat masalah di Jabar mendapat hasil di bawah angka 50 persen, yakni kemiskinan 42%, kemudahan akses permodalan 43%, pembinaan koperasi 43% dan peningkatan kualitas tenaga kerja 47%.

Melihat hal itu, pakar politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Pius Sugeng Prasetyo menilai, ada ketimpangan yang nyata antara citra personal Dedi Mulyadi dan kinerja institusional Pemprov Jawa Barat yang belum sepenuhnya memuaskan.

“Style untuk mencoba dekat dengan masyarakat, saya pikir satu hal yang positif, dan itu yang diminati untuk saat ini. Ketika dekat dengan warga, kemudian berempati, beraksi, kadang aksinya mungkin menarik perhatian, impresif, lepas baju, teriak-teriak. Ya oke saja, mungkin itu untuk style konten menarik ya,” ujar Pius saat diwawancarai, Kamis (29/5/2025).

Namun, Pius menekankan pentingnya melihat apakah aksi-aksi tersebut berkelanjutan dan berdampak nyata bagi masyarakat.

“Satu hal yang perlu diperhatikan, apakah aksi-aksinya itu kemudian dampaknya berkelanjutan atau tidak untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Persoalan masyarakat Jawa Barat itu perlu kebijakan-kebijakan yang berkelanjutan dan berdampak positif,” tegasnya.

Ia menyebut, Dedi Mulyadi memang kerap hadir secara langsung merespons isu-isu sosial di masyarakat, seperti kemiskinan dan pelanggaran tata ruang. Tapi yang jadi pertanyaan, menurut Pius, adalah sejauh mana tindakan tersebut menjadi kebijakan formal yang dijalankan secara konsisten.

“Saya pikir itu oke, tapi kemudian berkelanjutan dan berdampak atau tidak, dan bahkan menjadi sebuah kebijakan formal. Itu yang pertama,” ujarnya.

Pius juga menyoroti kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Jabar yang menurutnya belum sejalan dengan semangat dan aksi gubernurnya.

“Memang tidak sejalan. Karena misalnya, orang mengatakan ini 100 hari. Tapi untuk saya sih 100 hari belum bisa digunakan untuk membuat sebuah evaluasi kinerja. Evaluasi kinerja biasanya satu tahunan,” katanya.

Ia menilai bahwa wajah sebenarnya dari kinerja pemerintahan Jawa Barat akan tampak dari kualitas pelayanan publik di kota dan kabupaten di bawahnya. “Yang paling penting adalah pelayanan publik yang terus berkualitas dan memuaskan,” ucap Pius.

Pius mengakui bahwa gaya komunikasi Dedi Mulyadi yang dekat dengan rakyat memang sesuai dengan zaman digital dan media sosial. Namun ia menegaskan bahwa gaya saja tak cukup jika tidak dibarengi dengan kebijakan yang berdampak.

“Sekarang eranya era konten, era medsos ya. Tapi percuma juga kalau kinerja dari perangkat di bawahnya tidak memuaskan masyarakat. Enggak ada artinya,” tegasnya.

“Artinya, tampilan dia yang pengennya bisa dekat dengan warga, merespons kebutuhan-kebutuhan warga, tapi tidak ditindaklanjuti dengan kebijakan dan kinerja unit-unitnya, ya enggak ada artinya,” tutup Pius.

Kinerja OPD Tak Sejalan

Era Konten