Kementerian Sekretariat Negara menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan peran NGO asing dalam program pembangunan daerah agar tidak menciptakan ketergantungan masyarakat.
Analis Kebijakan Madya Biro Kerja Sama Teknik Luar Negeri, Arrya Sumarto, menyampaikan pernyataan tersebut dalam forum NGO Summit 2025 yang digagas Pemprov Jabar, di Gedung UID, Hayam Wuruk, Jakarta Pusat, Kamis (11/12/2025).
Forum tersebut dihadiri perwakilan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota se-Jawa Barat.
Arrya menyebut saat ini 41 NGO asing telah terdaftar beroperasi di berbagai sektor, mulai dari lingkungan hingga sosial. Namun, ia menyoroti pola ketergantungan masyarakat terhadap program NGO.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
“Bantuan luar negeri tidak selamanya ada di Indonesia. Setelah tiga tahun masa MSP (memorandum saling pengertian) selesai, masyarakat harus bisa mandiri,” ujarnya.
Ia mengungkapkan masyarakat meminta NGO tetap tinggal ketika masa kerja sama habis.
“Mereka mengatakan, ‘tolong jangan pergi’. Padahal kita punya 38 provinsi dan lebih dari 500 kabupaten/kota yang juga berhak mendapat dukungan,” katanya.
Arrya juga menyoroti kendala koordinasi antara NGO dan pemerintah daerah, terutama setelah terjadi pergantian pejabat. Menurutnya, hambatan seperti miskomunikasi atau ketidaktahuan prosedur seharusnya dapat diminimalkan jika koordinasi dilakukan sejak awal.
“Kalau sampai ada kendala operasional, berarti koordinasinya perlu lebih intens. Biasanya hanya karena informasi yang tidak sampai,” jelasnya.
Ia berharap kegiatan kolaboratif Pemprov Jawa Barat dapat ditiru oleh provinsi lain. “Ini menunjukkan pemerintah pusat peduli terhadap kondisi daerah dan ingin memastikan manfaat program benar-benar dirasakan masyarakat,” ujarnya.
