Wajah Balai Kota Cirebon kini tampil berbeda. Bata merah yang tersusun rapi menghiasi bagian pagar depan bangunan, berpadu dengan ornamen candi bentar khas arsitektur tradisional.
Selain itu, dua patung udang yang menjadi simbol julukan Kota Cirebon, berdiri kokoh di antara tulisan ‘Kantor Wali Kota Cirebon’. Berwarna emas, tugu ini memberikan sentuhan mewah sekaligus memperkuat identitas khas kota.
Perubahan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mempercantik tampilan balai kota sekaligus menegaskan ciri khas daerah setempat.
Dari amatan infoJabar, tak hanya pada pagar utama, dua pos penjagaan di area tersebut juga telah diperbarui dengan konsep serupa, yaitu menggunakan bata merah yang memberikan nuansa tradisional.
Memasuki area dalam lingkungan Balai Kota Cirebon, nuansa klasik yang kuat akan unsur budaya juga langsung terasa. Salah satu yang mencuri perhatian adalah penataan lampu-lampu penerangan yang kini dipercantik dengan ornamen topeng Panca Wanda.
Menurut Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, sentuhan baru ini bukan sekadar estetika, melainkan bentuk penghormatan terhadap akar budaya lokal yang ingin terus dihidupkan di ruang-ruang publik.
“Dinding-dinding yang dulunya lusuh, kini dipoles kembali, menghadirkan corak yang mengingatkan kita pada jati diri Cirebon sebagai kota bersejarah dengan warisan leluhur,” kata Effendi Edo.
“Bukan sekadar mempercantik, ini adalah upaya kita untuk menghadirkan kebanggaan bagi kota kita tercinta,” sambung dia.
Edo mengatakan, penataan tidak hanya dilakukan pada bagian luar, tetapi juga menyasar sejumlah titik di dalam kawasan Balai Kota. Upaya ini dilakukan agar lingkungan balai kota terlihat lebih menarik dan terasa nyaman bagi siapa pun yang berada di dalamnya.
“Taman-taman di sekitar balai kota pun sedang terus dibenahi. Tak lama lagi ruang hijau ini akan menjadi tempat bersantai yang lebih tertata, rindang dan nyaman untuk warga,” kata dia.
Selain di Balai Kota Cirebon, unsur bata merah dan candi bentar juga dapat dilihat di beberapa ruang publik di daerah ini. Seperti di Alun-alun Kejaksaan, Jalan Siliwangi, dan Alun-alun Sangkakala Buana yang berada tepat di depan Keraton Kasepuhan.
Nuansa tradisional langsung terasa saat memasuki Alun-alun Kejaksaan maupun Alun-alun Sangkala Buana. Dominasi bata merah dan kehadiran candi bentar di dua kawasan ini menjadi unsur mencolok yang memperkuat kesan khas arsitektur lokal.
Pemerhati budaya Cirebon, Jajat Sudrajat, menjelaskan bahwa bata merah dan candi bentar memiliki kaitan erat dengan sejarah Cirebon. Menurutnya, kedua elemen tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari identitas budaya kota ini.
Ia menjelaskan bahwa bata merah telah lama menjadi bagian dari sejarah Cirebon. Hal ini merujuk pada sosok bernama Pangeran Panjunan. Selain dikenal sebagai tokoh penyebar Islam, Pangeran Panjunan juga dikenal memiliki keahlian dalam membuat gerabah.
“Cirebon punya seorang ahli, yaitu Pangeran Panjunan. Pangeran Panjunan adalah seorang tokoh Cirebon, bukan hanya dalam syiar Islam, tapi dia juga seorang ahli pembuat keramik atau gerabah, yang kemudian menjadi bagian dari sejarah Cirebon yang dikenal dengan bata merahnya,” kata Jajat.
Selain bata merah, salah satu arsitektur khas yang melekat pada Cirebon adalah Candi Bentar. Jajat menjelaskan, keberadaan Candi Bentar telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan identitas budaya Cirebon.
“Candi Bentar itu sebenarnya memang warisan Majapahit. Tapi itu juga sudah menjadi ciri khas Cirebon,” kata Jajat.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Jajat kemudian menjelaskan mengenai arsitektur Candi Bentar beserta makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Candi ini terdiri dari dua bangunan yang terpisah, membentuk sebuah gapura dengan celah terbuka di bagian tengahnya.
Dalam bentuk aslinya, kata Jajat, Candi Bentar sebenarnya memiliki celah yang ukurannya tidak lebih dari 60 centimeter dan hanya bisa dilalui oleh satu orang.
“Candi Bentar itu sebenarnya pintunya sempit. Pintu Candi Bentar yang asli itu tidak boleh lebih dari 60 centimeter dan cukup untuk satu badan. Kenapa seperti itu, makna filosofinya adalah karena kelak di akhirat kita bertanggungjawab sendiri-sendiri,” terang Jajat.
“Tapi kalau misalkan ada orang yang punya argumen lain, ya itu sah-sah saja,” kata dia menambahkan.
Jajat mengapresiasi langkah pemerintah yang menghadirkan unsur bata merah dan candi bentar di berbagai kantor pemerintahan serta ruang-ruang publik di Kota Cirebon. Menurutnya, upaya ini penting sebagai cara menegaskan ciri khas Cirebon.
“Saya sangat mendukung langkah pemerintah. Karena ini bagian dari upaya pelestarian sejarah dan budaya Cirebon,” kata Jajat.