Senja menurunkan jingganya perlahan di langit selatan Jawa. Dari kejauhan, riak ombak berkejaran menuju bibir dermaga Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPNP), Kabupaten Sukabumi.
Di tepian, lampu-lampu kapal mulai menyala, memantul di permukaan air yang tenang. Bau solar bercampur dengan aroma asin laut, menyelimuti udara sore itu.
Di antara hiruk-pikuk suara nelayan dan deru mesin perahu, sekelompok pemancing tampak menyiapkan peralatan. Ada yang merapikan joran, ada yang mengisi kotak umpan dengan ikan segar, sementara beberapa lainnya sibuk memeriksa perlengkapan di atas perahu.
Menjelang senja itu, satu persatu kapal bergerak meninggalkan dermaga, membawa rombongan menuju badong – bagan apung di tengah Teluk Palabuhanratu yang kini jadi magnet baru para pencinta mancing malam.
Bagi Hendra (42), operator salah satu badong, musim kemarau seperti sekarang adalah waktu terbaik untuk memburu ikan malam. Setiap sore, ia mengantar para pemancing menuju bagan apung yang menjadi ‘panggung’ utama perburuan baronang, etem, hingga cumi orok.
“Kalau arusnya tenang dan anginnya pas, ikan datang sendiri ke lampu. Sejak magrib sudah mulai ‘cakep’ airnya. Pemancing biasanya siap-siap dari jam lima sore, setengah jam kemudian kita sudah jalan,” ujarnya sambil memeriksa kabel lampu sorot yang akan menggantung di atas permukaan laut, Selasa (9/9/2025).
Menurut Hendra, tren badong membuat wajah Palabuhanratu sedikit berubah. Dulu, bagan apung murni dipakai nelayan untuk menangkap ikan. Kini, badong jadi paket wisata mancing yang digandrungi banyak orang.
“Banyak tamu datang dari Jakarta, Bogor, Depok, sampai Bandung. Mereka bukan cuma mau ikan, tapi mau merasakan sensasi semalam di laut. Kita siapkan kopi, mie instan, dan tempat rebahan sederhana. Jadi, selain mancing, ada rasa kebersamaannya,” tuturnya.
Ia juga menekankan satu hal penting, yakni fase bulan menentukan hasil pancingan.
“Kalau bulan mati, ikan lebih banyak naik. Tapi kalau bulan terang, biasanya agak susah. Itu kenapa pemesanan badong sering disesuaikan sama kalender mancing,” imbuhnya.
Di atas salah satu perahu, Rafli (32), pemancing asal Bogor, menatap lautan gelap dengan senyum tak sabar. Ia datang bersama komunitas mancingnya setelah melihat unggahan tentang badong Palabuhanratu yang pernah viral di media sosial.
“Awalnya cuma lihat di Instagram, kok hasilnya banyak banget. Pas nyobain, nagih. Begitu strike baronang dan layur bertubi-tubi, rasanya lupa pulang,” ucapnya sambil terkekeh.
Rafli mengaku, pengalaman memancing di atas bagan apung memberi sensasi berbeda dibanding memancing di darat. “Bayangkan, tengah malam, lautnya tenang, lampu-lampu bagan nyala, lalu tiba-tiba joran melengkung. Deg-degannya beda,” ujarnya.
Meski begitu, Sinta mengaku tidak terlalu khawatir karena operator badong sangat membantu pemula sepertinya. “Dikasih tahu cara pakai jig, cara pasang umpan, bahkan dibantu narik kalau kail nyangkut. Jadi, meskipun pertama kali, kita nggak bingung,” katanya.
Bagi Ujang (50), nelayan lokal fenomena ini menjadi babak baru bagi warga pesisir Palabuhanratu.
“Dulu badong murni buat nelayan, buat cari nafkah. Sekarang jadi wisata mancing, dan dampaknya kerasa banget. Banyak warga dapat tambahan penghasilan, dari juru antar, juru masak, sampai bengkel mesin perahu,” ungkapnya.
Meski begitu, Ujang mengingatkan agar tren ini tetap diatur dengan bijak. “Kalau nggak diatur, bisa overfishing. Kita nelayan lokal juga jaga supaya lampunya nggak kebablasan dan ikan kecil dilepas. Laut ini bukan cuma buat malam ini, tapi buat anak cucu,” katanya menegaskan.
Di tengah cerita tentang keseruan mancing malam, Hendra mengingat satu peristiwa unik yang sempat membuat dermaga PPNP heboh.
“Bahkan pernah ada seorang pemancing yang saking asyiknya mancing, dia nggak sadar air sedang pasang besar. Mobilnya parkir di tepi dermaga, dan pelan-pelan terseret arus banjir sampai masuk ke kolam dermaga,” kenangnya sambil tertawa kecil.
Beruntung, mobil itu akhirnya berhasil dievakuasi dengan bantuan warga dan petugas. Sejak kejadian itu, operator badong selalu mengingatkan tamu agar memarkir kendaraan di tempat yang lebih aman. “Kalau sudah di badong, orang bisa lupa waktu. Apalagi kalau strike-nya lagi bagus. Tapi keselamatan tetap nomor satu,” ujarnya.
Menjelang tengah malam, suara riak ombak berpadu dengan derit kayu bagan yang bergoyang lembut. Di atas badong, para pemancing berjajar, menatap ujung joran masing-masing dengan penuh harap. Dari kejauhan, kelap-kelip lampu bagan lain tampak seperti bintang yang jatuh di permukaan laut.
Bagi sebagian orang, memancing di badong bukan sekadar soal ikan. Ada ketenangan yang sulit ditemukan di daratan. Ada kebersamaan, canda, dan kopi panas yang berpindah tangan. Di bawah langit Palabuhanratu yang gelap, waktu seolah berjalan lebih lambat, memberi ruang bagi siapa pun untuk menikmati info-info tanpa daratan.
Dulu Buat Nelayan, Sekarang Jadi Wisata
Bagi Ujang (50), nelayan lokal fenomena ini menjadi babak baru bagi warga pesisir Palabuhanratu.
“Dulu badong murni buat nelayan, buat cari nafkah. Sekarang jadi wisata mancing, dan dampaknya kerasa banget. Banyak warga dapat tambahan penghasilan, dari juru antar, juru masak, sampai bengkel mesin perahu,” ungkapnya.
Meski begitu, Ujang mengingatkan agar tren ini tetap diatur dengan bijak. “Kalau nggak diatur, bisa overfishing. Kita nelayan lokal juga jaga supaya lampunya nggak kebablasan dan ikan kecil dilepas. Laut ini bukan cuma buat malam ini, tapi buat anak cucu,” katanya menegaskan.
Di tengah cerita tentang keseruan mancing malam, Hendra mengingat satu peristiwa unik yang sempat membuat dermaga PPNP heboh.
“Bahkan pernah ada seorang pemancing yang saking asyiknya mancing, dia nggak sadar air sedang pasang besar. Mobilnya parkir di tepi dermaga, dan pelan-pelan terseret arus banjir sampai masuk ke kolam dermaga,” kenangnya sambil tertawa kecil.
Beruntung, mobil itu akhirnya berhasil dievakuasi dengan bantuan warga dan petugas. Sejak kejadian itu, operator badong selalu mengingatkan tamu agar memarkir kendaraan di tempat yang lebih aman. “Kalau sudah di badong, orang bisa lupa waktu. Apalagi kalau strike-nya lagi bagus. Tapi keselamatan tetap nomor satu,” ujarnya.
Menjelang tengah malam, suara riak ombak berpadu dengan derit kayu bagan yang bergoyang lembut. Di atas badong, para pemancing berjajar, menatap ujung joran masing-masing dengan penuh harap. Dari kejauhan, kelap-kelip lampu bagan lain tampak seperti bintang yang jatuh di permukaan laut.
Bagi sebagian orang, memancing di badong bukan sekadar soal ikan. Ada ketenangan yang sulit ditemukan di daratan. Ada kebersamaan, canda, dan kopi panas yang berpindah tangan. Di bawah langit Palabuhanratu yang gelap, waktu seolah berjalan lebih lambat, memberi ruang bagi siapa pun untuk menikmati info-info tanpa daratan.