Sederet Fakta Sidang Kasus Ibu-Anak di Sukabumi Disiram Air Keras

Posted on

Harianto (30) dan Yuri (47), pelaku penyiraman air keras terhadap seorang ibu dan anak, YA (36) dan MRA (7), di Baros, Kota Sukabumi, resmi disidangkan di Pengadilan Negeri Sukabumi, Rabu (1/10/2025).

Keduanya bersanding duduk di kursi pesakitan untuk mempertanggungjawabkan perbuatanya. Berikut 7 fakta terbaru dalam kasus yang sempat menghebohkan warga Sukabumi itu:

Di hadapan mereka, tiga hakim majelis duduk di kursi tinggi berukir, dengan lambang Garuda terpasang di dinding belakang. Hakim Ketua Teguh Arifiano membuka sidang dengan suara tegas, didampingi dua hakim anggota, Arlyan dan Siti Yuristia Akuan. Sejumlah jaksa, penasehat hukum, serta pengunjung sidang ikut menyimak jalannya persidangan.

“Saudara terdakwa sudah mendengar dakwaan yang dibacakan tadi? Mengerti?” tanya Teguh, memecah keheningan.

Terdakwa utama, Harianto mengangguk dan mengakui perbuatannya. Sedangkan salah satu terdakwa lain dengan nada pelan mencoba memberi penjelasan.

“Saya di sini tidak sama sekali mengenal. Saya memang ojek yang dipesan sama si pelaku,” ujar Yuri, seolah ingin menegaskan dirinya hanya kebetulan terlibat.

Hakim mendengarkan dengan wajah datar. “Itu nanti masuk materi pokok perkara. Akan dibuktikan pada agenda pemeriksaan saksi,” balasnya singkat. Percakapan itu menegaskan bahwa bantahan terdakwa belum cukup, masih harus diuji dengan keterangan saksi dan bukti.

Usai membacakan dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rizki Syahbana mengatakan, perbuatan kedua terdakwa masuk dalam kategori penganiayaan berat dengan perencanaan. Dakwaan itu diperkuat dengan visum yang menunjukkan luka serius pada korban, baik sang ibu maupun anaknya.

“Korban ada dua. Ibu mengalami luka di bagian wajah, sementara anaknya luka di punggung dan kepala. Kita juga menggabungkan dakwaan dengan pasal perlindungan anak, karena salah satu korban adalah anak di bawah umur,” jelas Rizki.

Jaksa menambahkan, terdakwa dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman 9 tahun penjara, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dengan ancaman 5 tahun, serta Pasal 76C jo Pasal 80 Ayat 1 UU Perlindungan Anak dengan ancaman 5 tahun penjara.

Sidang kemudian diskors sejenak. Hakim Ketua memutuskan persidangan akan dilanjutkan pada Senin, 6 Oktober 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi.

JPU menyebut saksi korban dan saksi di lokasi kejadian akan dipanggil untuk memberikan keterangan. “Kalau kondisinya sehat, korban akan hadir langsung. Kalau masih sakit, kami minta surat keterangan medis,” kata Rizki.

Di luar ruang sidang, kasus ini masih membekas di ingatan warga. Video peristiwa penyiraman yang viral di TikTok pada 1 Mei 2025 lalu menjadi salah satu bukti penting. Rekaman itu memperlihatkan kepanikan warga saat menolong korban, mempertegas betapa seriusnya luka yang diderita ibu dan anak tersebut.

Meski salah satu terdakwa berulang kali membantah keterlibatannya, jaksa menegaskan pembuktian akan dilakukan di persidangan berikutnya. LAntara pelaku utama dan pembantu ini displit perkaranya. Mereka bisa saling bersaksi satu sama lain, jadi pembuktian lebih mudah,” ucapnya.

Sidang berikutnya akan dinantikan. Fakta-fakta baru diharapkan terungkap ketika saksi korban maupun saksi lain memberikan kesaksian. Bagi keluarga korban, proses persidangan menjadi harapan agar keadilan bisa ditegakkan. Sementara bagi para terdakwa, ruang sidang menjadi panggung penentu yang akan menguji sejauh mana pernyataan mereka bisa dipercaya.

Kasus penyiraman ini bukan hanya soal luka fisik, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi korban. Majelis hakim menegaskan akan menilai setiap keterangan dengan hati-hati, untuk memastikan siapa yang paling bertanggung jawab atas peristiwa yang membuat satu keluarga harus menanggung penderitaan begitu besar.

Paman korban, Iing (54) menceritakan kondisi keponakannya. Sang ibu, yang juga ibu tunggal, harus menjalani operasi besar untuk memulihkan fungsi pernapasan karena hidungnya terganggu, bibirnya sobek hingga miring. Sementara sang anak yang masih kecil kini tumbuh dengan bekas luka di kepala.

“Kalau sakit sudah nggak, cuman cacatnya permanen. Anaknya jadi minder, kepalanya agak pitak di bagian belakang. Untuk ibunya harus dioperasi, butuh biaya besar karena nafasnya sudah terganggu dan bibirnya sobek ke atas,” kata Iing.

Meski kondisinya berat, sang ibu tetap berusaha bangkit. Sebagai tulang punggung keluarga, ia kembali bekerja untuk melunasi cicilan rumah dan membesarkan anak satu-satunya itu.

“Alhamdulillah ibunya sudah mulai beraktivitas lagi. Dia masih diterima di tempat kerja, meski kondisinya seperti itu,” tambahnya.

Biaya operasi menjadi beban terbesar. Menurut keluarga, operasi hidung sebelumnya saja menelan hampir Rp20 juta. Bahkan jika harus melanjutkan perawatan ke luar negeri, khususnya Singapura, biayanya jauh lebih besar.

“Dari mana (biaya) gitu, dia kan single parent. Rumah masih cicilan. Mungkin nanti ada tuntutan perdata lewat pengacara,” jelasnya.

Dakwaan

Penganiayaan Berat

Terancam 9 Tahun Penjara

Bantahan Terdakwa

Dilanjutkan Sidang Pemeriksaan Saksi

Kondisi Korban Terkini

Perjuangan Korban

Di luar ruang sidang, kasus ini masih membekas di ingatan warga. Video peristiwa penyiraman yang viral di TikTok pada 1 Mei 2025 lalu menjadi salah satu bukti penting. Rekaman itu memperlihatkan kepanikan warga saat menolong korban, mempertegas betapa seriusnya luka yang diderita ibu dan anak tersebut.

Meski salah satu terdakwa berulang kali membantah keterlibatannya, jaksa menegaskan pembuktian akan dilakukan di persidangan berikutnya. LAntara pelaku utama dan pembantu ini displit perkaranya. Mereka bisa saling bersaksi satu sama lain, jadi pembuktian lebih mudah,” ucapnya.

Sidang berikutnya akan dinantikan. Fakta-fakta baru diharapkan terungkap ketika saksi korban maupun saksi lain memberikan kesaksian. Bagi keluarga korban, proses persidangan menjadi harapan agar keadilan bisa ditegakkan. Sementara bagi para terdakwa, ruang sidang menjadi panggung penentu yang akan menguji sejauh mana pernyataan mereka bisa dipercaya.

Kasus penyiraman ini bukan hanya soal luka fisik, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi korban. Majelis hakim menegaskan akan menilai setiap keterangan dengan hati-hati, untuk memastikan siapa yang paling bertanggung jawab atas peristiwa yang membuat satu keluarga harus menanggung penderitaan begitu besar.

Paman korban, Iing (54) menceritakan kondisi keponakannya. Sang ibu, yang juga ibu tunggal, harus menjalani operasi besar untuk memulihkan fungsi pernapasan karena hidungnya terganggu, bibirnya sobek hingga miring. Sementara sang anak yang masih kecil kini tumbuh dengan bekas luka di kepala.

“Kalau sakit sudah nggak, cuman cacatnya permanen. Anaknya jadi minder, kepalanya agak pitak di bagian belakang. Untuk ibunya harus dioperasi, butuh biaya besar karena nafasnya sudah terganggu dan bibirnya sobek ke atas,” kata Iing.

Meski kondisinya berat, sang ibu tetap berusaha bangkit. Sebagai tulang punggung keluarga, ia kembali bekerja untuk melunasi cicilan rumah dan membesarkan anak satu-satunya itu.

“Alhamdulillah ibunya sudah mulai beraktivitas lagi. Dia masih diterima di tempat kerja, meski kondisinya seperti itu,” tambahnya.

Biaya operasi menjadi beban terbesar. Menurut keluarga, operasi hidung sebelumnya saja menelan hampir Rp20 juta. Bahkan jika harus melanjutkan perawatan ke luar negeri, khususnya Singapura, biayanya jauh lebih besar.

“Dari mana (biaya) gitu, dia kan single parent. Rumah masih cicilan. Mungkin nanti ada tuntutan perdata lewat pengacara,” jelasnya.

Bantahan Terdakwa

Dilanjutkan Sidang Pemeriksaan Saksi

Kondisi Korban Terkini

Perjuangan Korban

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *