Menjelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, semangat gotong royong dan nasionalisme kembali bergelora di berbagai pelosok negeri. Di Desa Krasak, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, suasana itu terasa begitu hidup.
Tak sekadar memasang bendera dan umbul-umbul, warga desa ini memilih merayakan kemerdekaan dengan cara yang lebih kreatif, menyulap jalan desa menjadi panggung seni dan budaya rakyat.
Di sepanjang jalan desa, warna-warni kemerdekaan membentang indah. Gapura bambu berdiri gagah, hiasan merah putih menghiasi pagar rumah warga, dan yang paling menarik perhatian: mural-mural besar bergaya tiga dimensi, ada Garuda Pancasila, tulisan ‘Dirgahayu’, hingga karakter kartun populer seperti One Piece.
Di Blok Sukamelang, seorang warga bernama Toyib (60) terlihat sibuk bersama para pemuda, merakit gapura dan menata aksesori perayaan.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
“Ini merias jalan, ada bendera merah putih, Garuda, sama ini gapura. Ya sudah lama ada sekitar setengah bulan,” katanya, saat ditemui di tengah kesibukannya, Rabu (6/8/2025).
Namun sebelum semua itu tampak indah seperti sekarang, warga memulainya dari langkah sederhana yakni membersihkan lingkungan. Rerumputan yang tumbuh liar ditebas habis, dan sampah-sampah dibersihkan dari tepi jalan.
“Awalnya dari penyemprotan rumput, sampah-sampah nggak ada, supaya kelihatan nyaman,” ucap Toyib.
Tak berhenti di situ, kreasi warga pun terus berkembang. Antarblok saling berlomba menunjukkan ide-ide terbaik mereka. Setiap jalan menjadi ruang ekspresi warga, masing-masing tampil dengan tema yang unik dan penuh semangat. Ada yang menonjolkan nuansa nasionalisme, ada pula yang mengangkat unsur budaya pop kekinian.
Di balik kemeriahan itu, ternyata terselip strategi cerdas dari pemerintah desa. Lewat lomba yang digelar khusus untuk memeriahkan peringatan 17 Agustus, mereka ingin menanamkan kebiasaan baik dalam kehidupan warga.
“Yang dinilai itu kebersihan lingkungan, estetika atau keindahan, dan kekompakan masyarakat,” ujar Kuwu Desa Krasak, Khairul Isma Arif.
Hadiah utama lomba ini cukup unik, tiga ekor kambing disiapkan untuk pemenang. Tapi bukan hadiahnya yang paling penting, melainkan semangat kolektif yang terbangun. Arif menjelaskan bahwa lomba ini juga menjadi bagian dari kampanye desa dalam menangani masalah sampah yang masih membelenggu kebiasaan warga.
“Budaya masyarakat buang sampah sembarangan masih ada, sehingga saluran irigasi macet. Ya sedikit mengubah mindset masyarakat lah,” katanya.
Untuk itu, sejak awal tahun 2025, Pemerintah Desa Krasak mulai serius menangani persoalan sampah secara sistematis. Melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), kini setiap rumah bisa menggunakan layanan pemungutan sampah hanya dengan biaya Rp 3.000 per minggu. Petugas pengangkut sampah pun sudah disiagakan. Namanya cukup unik, Patrik, sang petugas recovery kebersihan desa.
“Jadi cukup buang sampah di depan rumah saja,” jelas Arif.
Dalam pelaksanaan lomba, pihak desa tak membatasi kreativitas warga. Mereka dipersilakan menuangkan ide seluas-luasnya dalam bentuk seni jalanan, selama tidak melanggar norma atau nilai yang berlaku.
“Bebas kreasi, selagi tidak melanggar norma-norma sih bebas. 3D, kartun dan lainnya,” ujar Arif lagi.