Revitalisasi Kolam Sang Raja Diharapkan Tak Hilangkan Jejak Sejarah

Posted on

Rencana revitalisasi Kolam Sang Raja di Kelurahan/Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka mendapat tanggapan positif dari pegiat sejarah lokal. Nana Rohmana atau yang akrab disapa Naro, menyambut baik langkah pemerintah daerah. Namun di sisi lain, ia mengingatkan pentingnya menjaga esensi sejarah situs tersebut.

“Saya berterima kasih sekali dan bersyukur, bahwa itu emang perjalanan panjang kami juga lah untuk segera Pemda Majalengka untuk merevitalisasi Sang Raja, karena itu adalah kolam renang yang pertama dan bersejarah,” kata Naro kepada infoJabar, Selasa (27/5/2025).

Kolam Sang Raja, menurutnya, bukan hanya kolam renang biasa. Tempat ini memiliki nilai historis yang menjadi bagian dari perjalanan penting sejarah di Majalengka. Oleh karena itu, meski mendukung revitalisasi, Naro mengaku, khawatir jika proyek tersebut mengarah ke konsep modern tanpa mempertimbangkan nilai edukasi sejarah.

“Saya bersyukur (ada rencana revitalisasi), cuma saya juga mempertanyakan bagaimana konsepnya? apakah Sang Raja mau dijadikan wahana modern atau edukasi sejarah. Kalau misalnya modern, saya kira nanti mungkin bagaimana konsepnya, apakah mau diubah tentang bentuk? itu di situ ada balong buhun (kolam tua), yang pertama ada balong buhun, yang kedua ada pohon-pohon unik dan langka, kemudian ada tugu Sang Raja yang didirikan konon oleh Bupati Sasrabahu pada tahun 1912,” ujar Naro.

Naro berharap, konsep revitalisasi nantinya tetap mempertahankan elemen-elemen asli Sang Raja. Salah satu yang harus diperhatikan kelestariannya adalah balong buhun, yang merupakan bagian dari tempat rekreasi para pejabat kolonial zaman dulu sebelum dikenal dengan nama Kolam Sang Raja.

“Balong buhun, pohon-pohon tua, sampai tugu Sang Raja itu jangan sampai dihilangkan,” tegasnya.

Ia juga menyarankan agar revitalisasi dilakukan tanpa mengeringkan kolam tua. Mengingat, jelas dia, ada kepercayaan sumur-sumur warga sekitar bisa ikut terdampak.

“Saya pernah dengar, konon sih menurut kasepuhan di sana, kalau misalnya Sang Raja terus di-saat-keun (dikeringkan), istilahnya dikuras, nanti sumur-sumur yang sekitar Sang Raja katanya ikut terkuras. Nah ini juga harus diperbincangkan juga dengan kasepuhan kita, bahwa direvitalisasi, dibersihkan juga tapi nggak mengeringkan air. Terus kalau mau sih itu saluran yang mengeluarkan mata air itu kan ditutup, dibuka kembali supaya kejernihannya kembali lagi,” jelasnya.

Lebih jauh, Naro juga meminta kepada Pemkab Majalengka agar berdialog terlebih dahulu dengan tokoh-tokoh setempat sebelum revitalisasi berjalan. “Saya berharap ada dialog karena sesuatu jalan yang baik, rencana yang baik, kita juga harus jalan yang baik, misalnya badami (diskusi) bagaimana tentang pelestarian cagar budaya, supaya terjaga pelestariannya. Jangan sampai menghilangkan bentuk asli,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *