Rasa Cemas di Balik Kemilau Jalan Braga Bandung

Posted on

Di balik kilau lampu kafe dan ramainya wisatawan yang berfoto di sepanjang Jalan Braga, tersimpan cerita pilu dari warga yang bermukim di baliknya. Meski tinggal di jantung Kota Bandung, mereka hidup dalam bayang-bayang ancaman banjir.

Bagi warga Kampung Braga, setiap hari mereka selalu dihantui rasa was-was. Rumah mereka bisa kapanpun dimasuki air yang berasal dari luapan sungai setiap kali hujan turun dengan deras.

Lulu Astia misalnya, warga RT 2 RW 2 Kampung Braga ini sudah terbiasa dengan banjir yang kerap terjadi di wilayahnya. Rumah Lulu yang berada persis di bantaran Sungai Cikapundung sudah hafal kapan banjir bisa terjadi.

“Kalau debit air di atas gede banjir pasti di sini, sudah pasti itu mah. Tapi kalau gak terlalu gede hujannya aman. Terakhir kemarin lusa banjir,” katanya saat berbincang dengan infoJabar, Rabu (21/5/2025).

Masih terekam jelas dalam ingatan Lulu bagaimana banjir terjadi pada pertengahan Januari 2024 lalu. Banjir besar itu jadi mimpi buruk bagi Lulu dan keluarga, rumahnya hancur dan barang-barangnya hanyut terbawa air.

“Tahun kemarin rumah hancur, ini semua bangunan hancur ini bangunan baru. Waktu itu habis semua gak ada yang sisa, ijazah, barang elektronik, yang kebawa yang nempel di badan aja udah,” ucap Lulu sambil menunjukkan rumahnya yang kini telah kembali dibangun.

Sungai Cikapundung yang mengalir membelah permukiman menjadi sumber ancaman bagi warga. Banyak faktor dituding memperparah kondisi, mulai dari sedimentasi sungai hingga alih fungsi lahan di kawasan hulu.

Meski berada hanya beberapa langkah dari pusat hiburan dan pusat sejarah kota, perhatian terhadap permukiman warga di kawasan ini terasa minim. Bahkan menurut Lulu, pemerintah berjanji membangun kirmir untuk mencegah terjadinya banjir.

Janji itu disampaikan jauh sebelum banjir besar terjadi tahun lalu. Namun hingga kini, tidak ada realisasi pembangunan kirmir tersebut.

“Ada kabar katanya mau dikirmir, sudah ada surat edaran tapi sampai sekarang belum. Padahal katanya mau dikirmir meski tembok rumah saya mundur ya gak apa-apa, yang penting aman. Itu sebelum kejadian tahun lalu, tapi sampai kejadian bahkan sampai sekarang gak ada juga,” tuturnya.

Banjir bagi Lulu adalah hal biasa meski mengganggu aktivitasnya. Beberapa hari lalu, banjir terjadi di Kampung Braga dengan setinggi lutut orang dewasa. Namun jika banjir kecil terjadi, air akan surut dalam waktu beberapa jam saja.

“Iya mengganggu kalau tinggi airnya, tapi kalau gak tinggi masih bisa beraktivitas. Kadang bisa setinggi lutut orang dewasa, tapi sejam surut,” ungkap Lulu.

Lulu berharap pemerintah kota tak hanya fokus mempercantik wajah Braga untuk wisata, tapi juga memperhatikan keselamatan warga yang tinggal di baliknya.

“Kami maunya ada penanganan serius, misalnya kirmir itu segerakan. Kalau bicara mencegah banjir, gimana caranya gak bisa kan airnya dari atas. Minimal airnya itu gak masuk ke pemukiman warga, jadi antisipasi di situ, kirmir dibangun segera mungkin,” tegasnya.

Menagih Janji Pemkot