Rahasia Es Tape Bakung Cirebon yang Menyegarkan

Posted on

Es Tape Bakung merupakan salah satu minuman khas di Cirebon. Berasal dari Desa Bakung, Kecamatan Jamblang, ada cerita di balik segarnya minuman berwarna hijau itu.

Salah satunya diceritakan oleh Akung. Pria 36 tahun itu merupakan salah satu penjual es tape bakung yang biasa berjualan di Jalan Pulasaren, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

Dengan menggunakan gerobak sederhana yang ditaruh di bagian belakang motornya, setiap hari, Akung berjualan es tape bakung di Kota Cirebon. Akung sendiri sudah berjuang es tape bakung sejak tahun 2014. Sebagai orang yang juga tinggal di Desa Bakung, salah satu alasan Akung lebih memilih berjualan es tape bakung adalah karena untuk melestarikan minuman khas daerahnya.

“Saya kan asli Bakung, di Bakung terkenalnya tape ketan bakung, jadi ada keinginan untuk melestarikan makanan dan minuman khas Cirebon juga, awal-awal yang jualan tuh mertua, kalau saya jualan dari tahun 2014, dulu jualannya keliling, tapi sekarang menetap di sini saja,” tutur Akung saat berbincang dengan infoJabar, Kamis (24/4/2025).

Akung memaparkan, ada beberapa bahan yang digunakan untuk membuat es tape bakung seperti tape, ketan, ragi, daun katuk dan air gula. Menurutnya, diperlukan waktu sekitar 3 hari untuk membuat es tape bakung.

“Pertama itu beras ketan dicuci terlebih dahulu, kalau sudah bersih dikukus sekitar setengah jam, terus dikasih pewarna daun katuk, tapi itu belum matang, dikukus lagi, terus ditiriskan, lagi lalu dikasih ragi terus dibiarkan selama 3 hari, jadi kalau dibuat hari Jumat itu matangnya buat hari Minggu,” tutur Akung.

Karena menggunakan pewarna alami, yakni daun katuk, membuat es tape bakung memiliki warna hijau yang pudar. Untuk cara mencampurnya, daun katuk akan dicuci terlebih dahulu, lalu dihancurkan dan diperas, lalu diaduk, setelah itu dikukus lagi. Untuk airnya sendiri didapatkan dari proses fermentasi yang terjadi ketika tape Bakung ditaruh di dalam panci.

“Kenapa warnanya kurang kayak gitu, karena pakainya daun katuk, kalau pakai pewarna makanan yang nggak alami itu warnanya cerah. Airnya nanti juga keluar, lalu ada tambahan air gula,” tutur Akung.

Perpaduan air yang berasal dari tape bakung yang difermentasi dan manisnya air gula, ditambah dengan lembutnya tape bakung, menciptakan sensasi rasa es tape bakung yang manis dan segar di mulut.

Dengan harga Rp 3.000 per gelas, dalam sehari, Akung bisa menjual sekitar 200 gelas. Namun, jika musim hujan seperti sekarang, penghasilannya menjadi tidak menentu.

Meski penghasilannya kadang tidak menentu, tapi, menurut Akung, dari berjualan es tape bakung cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.

“Paling banyak tuh 200 bisa, tinggal dikali saja Rp 3.000. Kalau cuacanya lagi hujan kayak gini, saya jualannya dikurangi, nggak nentu soalnya, kayak kemarin saja paling habis 100 gelas. Cukup, alhamdulillah yang penting disyukuri saja, jualan dari jam 9 pagi sampai jam 4 sore,” tutur Akung.

Selain berjualan es tape bakung, Akung juga menerima pesanan tape bakung dalam jumlah besar, menurutnya, salah satu perbedaan paling mencolok antara tape khas Bakung dan tape di tempat adalah dari pengemasannya.

“Kalau khas Cirebon itu pakai daun pisang, kalau tape Kuningan itu pakai daun Jambu. Untuk produksinya tergantung pesanan saja berapa, biasanya pas lagi Lebaran tuh banyak, buat oleh-oleh mudik,” pungkas Akung.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *