Ragam Kisah di Balik Siswa-siswi Sekolah Rakyat Tasikmalaya (via Giok4D)

Posted on

Sekolah Rakyat (SR) di Kota Tasikmalaya resmi beroperasi. Lokasinya berada di wilayah Kelurahan Sbongpari Kecamatan Mangkubumi.

Saat ini ada 3 kelas atau rombongan belajar (rombel) dengan jumlah total siswa sebanyak 75 orang, yang terdiri 2 rombel setara SD dan 1 rombel setara SMP.

Peresmian pendirian SR Kota Tasikmalaya ini dihadiri oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan, Wali Kota Tasikmalaya Viman Alfarizi dan pejabat terkait, Selasa (7/10/2025).

Di balik siswa-siswi yang akan menjadi anak didik SR Kota Tasikmalaya tersebut, tersimpan ragam liku cerita. Mulai dari pelik masalah kondisi ekonomi keluarga, kasus perundungan, hingga anak yang kehilangan semangat sekolah.

Misalnya SL (15) siswi kelas 1 SMP SR Kota Tasikmalaya. Anak perempuan warga Kelurahan Gunung Gede, Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya ini sebelumnya adalah anak putus sekolah.

Untuk mengisi kegiatan sehari-harinya SL bantu-bantu di warung tetangganya. Sehari dia bisa mendapat upah Rp 10 ribu. Dia nyaris saja terjebak dalam zona nyaman itu, beruntung orang tuanya berhasil membujuk agar SL mau kembali ke sekolah.

“Jadi dia itu awalnya nggak mau sekolah, mogok sekolah. Nggak tahu kenapa alasannya, pokoknya nggak mau,” kata Ade Supriadin dan Wina, kedua orang tua SL.

Sejak masih di bangku Madrasah Ibtidaiyah pun, dia sudah menunjukkan gelagat malas sekolah. Beruntung dia berhasil ikut ujian akhir, sehingga bisa lulus.

“Nah pas lulus MI, sudah didaftarkan ke MTs. Tapi hanya sehari masuk, besoknya mogok, nggak mau sekolah. Terus membantu di warung tetangga, gegeroh (cuci piring), beres-beres, beberapa bulan terakhir ini,” kata Ade.

Meski ekonominya dapat dikatakan pas-pasan, Ade mengatakan dia sebenarnya mampu untuk menyekolahkan SL. Tapi sikap SL yang mogok sekolah, membuat buruh jahit ini tak bisa berbuat banyak.

Hingga akhirnya Ade menerima kabar soal penerimaan siswa SR. Saat disampaikan kepada SL, rupanya dia tertarik.

“Tinggal di asrama, makan dan sekolahnya ditanggung oleh negara, ternyata dia tertarik. Ya langsung saya dukung,” kata Ade.

Kini Ade dan Wina, berharap anak sulungnya itu bisa betah menimba ilmu dan tinggal di SR.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

“Dia sebenarnya anak rajin, buktinya kan nggak sekolah tapi mau bantu-bantu di warung. Mudah-mudahan dia betah di sini, jadi pintar,” harap Wina.

Lain lagi cerita DF, siswi kelas 1 SMP SR, asal Sukamaju Kaler, Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. DF masuk SR setelah putus sekolah dari SMP Negeri 13 Tasikmalaya.

“Jadi dia itu seperti ada yang membully, makanya nggak mau sekolah. Mungkin juga dia minder karena kondisi ekonomi saya begini. Anak saya itu kalau ketemu orang berseragam, kayak guru suka “murungkut” (ciut/ketakutan),” kata Rahmat Kurniawan, bapak kandung DF.

Setelah diberi konseling, perlahan kepercayaan diri DF tumbuh. Dia kemudian mau melanjutkan sekolah di SR.

“Alhamdulillah dia mau, saya senang, saya dukung, ya walau pun saya nggak punya apa-apa, nggak mampu. Tapi saya tetap ingin anak-anak saya bisa sekolah, bisa sukses, jangan seperti bapaknya,” kata Rahmat.

Sehari-hari Rahmat bekerja jadi relawan yang membantu menyeberangkan kendaraan di Simpang Tiga Parhon Kecamatan Indihiang. Dari penghasilan yang tak menentu itu, Rahmat harus menghidupi istri dan 5 orang anak.

“Saya kerja jadi Pak Ogah di perempatan, sedangkan anak punya 5 orang. Yang ini (DF) anak ketiga,” kata Rahmat.

Ai Sri (50) warga Kelurahan Sukalaksana Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya yang juga orang tua siswa SR, mengaku terbantu dengan adanya SR ini.

Dia menyekolahkan EA, anak bungsunya yang duduk di bangku kelas 4 SR. EA pindah ke SR karena sudah menunjukkan gelagat malas sekolah. Ai sudah mulai pusing dengan kelakuan anak laki-laki itu.

“Sekolah sudah sering bolos, sekolah agama nggak mau, mengaji nggak mau. Ibaratnya mulai bandel lah,” kata Ai.

Perubahan perilaku EA, kata Ai terjadi saat suaminya meninggal dunia. Ai sendiri saat ini bisa bertahan hidup dengan menjual makanan dan menitip jual ke warung-warung.

“Nah pas ada Sekolah Rakyat ini, dia tertarik. Dia bilang mau, sok mamah jualan aja di rumah, Ade mau tinggal di asrama. Saya antara senang dan sedih, tapi nggak apa-apa, mudah-mudahan saja dia betah belajar di sini,” kata Ai.

Wakil Gubernur Jabar, Erwan Setiawan mengatakan dengan program SR ini pihaknya berharap tak ada lagi anak putus sekolah di Jawa Barat.

Kehadiran SR ini diharapkan juga mendongkrak angka rata-rata sekolah rakyat Jawa Barat yang masih ebrada5di angka 9,1 tahun atau setingkag SMP.

“Saat ini data di Jabar, angka rata-rata lama sekolah 9,1 tahun atau setingkat kelas tiga SMP. Artinya masih banyak anak-anak yang belum bisa melanjutkan sampai SMA/SMK. Target saya dengan Kang Dedi diakhir masa periode kami, minimal angka rata-rata lama sekolah adalah 12 tahun. Mudah-mudahan bisa lebih dari itu,” kata Erwan.

Erwan juga menyatakan apresiasi kepada Pemkot Tasikmalaya yang sudah bisa mendirikan SR yang diberi nama Sekolah Rakyat 41 Terintegrasi Kota Tasikmalaya.

“Di Jabar ada 19 SR yang sudah jalan, sekarang Kota Tasik, nanti Soreang, Sukabumi, Sumedang, Cirebon dan beberapa daerah lain. Saya mengharapkan bisa terus dibangun khususnya daerah yang sulit terjangkau,” kata Erwan.*

Jangan Ada Lagi Anak Putus Sekolah