Dari total 96 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Kuningan, baru empat di antaranya yang telah memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Artinya, masih ada sekitar 92 SPPG yang belum mengantongi sertifikat tersebut.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan, Edi Martono, yang menyebut lambatnya penerbitan SLHS dipengaruhi oleh proses pemeriksaan yang memerlukan waktu cukup panjang.
“Baru 4 yang punya SLHS dari total 96 SPPG. Yang bikin lama juga pemeriksaan air dan makanan di laboratorium. Itu nggak bisa cepat-cepat. Apalagi sekarang serentak. Mungkin di labnya juga antre. Paling nggak sampai dua minggu itu,” tutur Edi, Jumat (24/10/2025).
Edi menjelaskan, sebelum memperoleh sertifikat SLHS, setiap SPPG wajib melalui serangkaian pemeriksaan. Tahapannya meliputi pemeriksaan kondisi lingkungan, area memasak, hingga kondisi kesehatan para pegawai atau relawan.
“Jadi syarat SLHS itu pertama ada inspeksi lingkungan, pemeriksaan makanan yang sudah diproduksi dan air. Karena ini masih tahap percepatan, nanti ke depannya akan ditambahkan pemeriksaan kondisi kesehatan relawannya. Jadi bukan memperlambat untuk pengeluaran sertifikat, karena sebelum persyaratan lengkap kita nggak mau mengeluarkan,” katanya.
Pengecekan tersebut dilakukan oleh petugas survei yang bekerja sama dengan Puskesmas setempat serta Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan.
“Nah nanti ada petugas survei yang ada di setiap puskesmas dengan didampingi Dinas Kesehatan untuk mengecek inspeksi lingkungannya. Kalau nggak ada inspeksi seperti itu yah kita nggak bisa mengeluarkan SLHS,” tutup Edi.
Selain lamanya proses pemeriksaan laboratorium, Edi menyebut faktor lain yang memperlambat penerbitan sertifikat adalah pelatihan bagi pegawai atau relawan SPPG. Jumlah peserta pelatihan yang besar membuat prosesnya membutuhkan waktu lebih lama.
“Karena relawan inikan masih dalam tahapan pelatihan dulu. Satu pelatihan bisa ada 5 SPPG. Jadi nggak satu SPPG satu pelatihan, tapi bisa ada 5 SPPG karena proses percepatan. Ada tujuh materi yang disampaikan dari materi kebersihan hingga materi kebijakan. Jadi yang lamanya itu jadwal pelatihannya. Karena semua harus ikut pelatihan. Kalau satu SPPG 50 orang dikali 90 SPPG saja sudah 4.500 orang. Karena ini percepatan, paling nggak kita minta 50 persen orang dari SPPG yang ikut pelatihan,” jelasnya.
Edi menegaskan, SLHS merupakan sertifikat penting yang menunjukkan bahwa suatu SPPG telah memenuhi standar kelayakan dan kebersihan dalam pengelolaan pangan.
Untuk SPPG yang belum mendapatkan SLHS namun sudah beroperasi, pihaknya akan memberikan surat keterangan sementara bahwa sertifikasi masih dalam proses.
“Sebelum persyaratan lengkap kita nggak berani mengeluarkan. Sambil menunggu proses, kita cuman bisa mengeluarkan surat keterangan sertifikasi SLHS sedang diproses saja. Sambil sekalian menunggu relawan selesai pelatihan juga. Karena lama juga pelatihannya itu. Semua relawan harus ikut pelatihan,” pungkasnya.
