Prangko HUT ke-80 RI Abadikan Pahlawan Sukabumi KH Ahmad Sanusi

Posted on

Wajah KH Ahmad Sanusi, pahlawan nasional asal Sukabumi, resmi diabadikan dalam prangko edisi khusus HUT RI ke-80 yang diluncurkan Kementerian Kebudayaan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Momen ini menjadi kebanggaan bagi keluarga besar sang ulama sekaligus pengingat atas jasa besar beliau dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Cucu KH Ahmad Sanusi, Neni Fauziah yang juga pimpinan Ponpes Syamsul ‘Ulum, turut hadir dalam acara peluncuran tersebut. Ia mengaku bersyukur sekaligus berterima kasih kepada pemerintah yang menempatkan kakeknya sebagai salah satu tokoh yang diabadikan dalam prangko.

“Kan beliau adalah salah satu pahlawan nasional, kebetulan kami diundang untuk launching itu. Kami sekeluarga berterima kasih kepada pemerintah yang sudah menempatkan beliau,” ucap Neni saat dihubungi infoJabar, Sabtu (16/8/2025).

Menurut Neni, prangko bergambar KH Ahmad Sanusi tersebut sementara akan disimpan. Jika kelak ada museum khusus pahlawan di Sukabumi, benda bersejarah itu akan ditempatkan di sana sebagai bukti bahwa daerah ini melahirkan tokoh besar bagi bangsa.

“Kalau ada museumnya mungkin akan dimuseumkan. Sampai sekarang belum ada museum pahlawan di Sukabumi, padahal itu penting agar masyarakat tahu sejarahnya,” tambahnya.

Peluncuran prangko ini juga dihadiri keluarga tokoh-tokoh nasional lain, seperti keluarga Bung Karno, keluarga Bung Hatta, hingga Otto Iskandardinata. Dari Sukabumi, hanya KH Ahmad Sanusi yang diabadikan dalam seri prangko tersebut.

“Kalau dari Hatta ada Ibu Lutfia dan Bu Mala Hatta, dari keluarga pahlawan Otto Iskandardinata, ada juga KH Halim dari Majalengka. Kalau tidak salah ada 79 orang yang ikut hadir. Dari Sukabumi hanya beliau,” jelas Neni.

Ia menilai langkah pemerintah mengabadikan pahlawan lewat prangko bisa menjadi sarana edukasi, terutama bagi generasi muda yang mungkin belum mengenal sosok-sosok pejuang dari Jawa Barat maupun Sukabumi.

“Ini bisa jadi pelajaran bagi anak-anak didik. Mereka bisa tahu siapa pahlawan di Sukabumi, siapa pahlawan dari Jawa Barat,” ucapnya.

Neni berharap, pengabdian dan perjuangan KH Ahmad Sanusi dapat menjadi teladan bagi generasi penerus.

“Semoga generasi muda meneladani semangat para pahlawan yang begitu hebat memperjuangkan kemerdekaan. Apa pun keahlian atau ilmu yang dimiliki, kalau niatnya untuk memajukan bangsa, insyaallah akan tercapai,” tutupnya.

Nama KH Ahmad Sanusi masuk dalam daftar lima tokoh yang dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2022. Ia didapuk sebagai pahlawan nasional oleh Menteri Polhukam Mahfud Md selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Almarhum Kiai Ahmad Sanusi merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Beliau juga tokoh Islam yang memperjuangkan dasar negara yang menghasilkan kompromi lahirnya negara Pancasila.

Dikutip dari berbagai jurnal ilmiah, KH Ahmad Sanusi lahir pada 3 Muharam 1036 Hijriah atau 18 September 1889 di Kampung Cantayan, Desa Cantayan, Kecamatan Cantayan, Kabupaten Sukabumi. Ia merupakan tokoh agama yang akrab dikenal sebagai Ajengan Genteng dengan ciri khas peci hitam yang sering digunakan.

Sebagai seorang pejuang yang gigih dalam menentang kekuasaan Belanda, sosok Ahmad Sanusi turut andil dalam mendirikan negara Republik Indonesia. Tak banyak yang tahu, ia pernah ditahan dan diasingkan pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Tepatnya pada bulan Agustus 1927, Ahmad Sanusi difitnah terlibat dalam insiden perusakan dua jaringan kawat telepon yang menghubungkan Sukabumi, Bandung, dan Bogor. Peristiwa tersebut dijadikan bukti dan alibi pemerintah Hindia Belanda untuk menangkap dan menahan Ahmad Sanusi, karena jaraknya yang tak jauh dari pesantren Genteng, pesantren yang ia pimpin.

Beliau dimasukkan ke penjara Cianjur selama sembilan bulan sampai Mei 1928. Tak cukup sampai di situ, Ahmad Sanusi yang saat itu berusia 39 tahun dipindahkan ke penjara di Kota Sukabumi sampai bulan November 1928.

Selama sebelas bulan itu, Ahmad Sanusi diinterogasi oleh pemerintah Belanda, tetapi faktanya tak ada satu pun bukti yang menyatakan dirinya terlibat dalam peristiwa perusakan jaringan telepon tersebut.

Gubernur Jenderal saat itu, B. C. de Jonge tetap mengeluarkan keputusan untuk mengasingkan Ahmad Sanusi ke Tanah Tinggi di Batavia Centrum. B. C. de Jonge menilai, keputusan itu untuk menjaga ketentraman umum karena pemikiran-pemikiran Ahmad Sanusi yang dianggap berpotensi menumbuhkan semangat revolusioner dan nasionalisme bagi masyarakat.

Selama dipengasingan, Ahmad Sanusi tidak pernah mengalami kesulitan. Pasalnya biaya hidup Ahmad Sanusi selama di penjara dibantu oleh H. Abdullah. Setelah bebas, Sanusi kembali ke Sukabumi. Ahmad Sanusi juga tak terpuruk menyesali keadannya itu. Ia bangkit dan semangat untuk membuktikan jika dirinya merupakan ulama yang produktif dalam menulis kitab.

Sepuluh tahun berselang, tahun 1944, saat Jepang masuk ke Indonesia, Ahmad Sanusi diangkat menjadi Foku Shuchohan (Wakil Residen wilayah Bogor). Setelah itu, Ahmad Sanusi diangkat sebagai anggota BPUPKI.

Pernyataan penting Ahmad Sanusi dalam sidang-sidang BPUPKI terdapat dalam sidang pleno 10 Juli 1945 ketika membahas bentuk negara kelak setelah Indonesia merdeka. Saat itu, Ahmad Sanusi menjadi penengah antara Mr. Soesanto dan Prof. Muhammad Yamin.

Menurutnya, sebaiknya Negara Indonesia ini berbentuk Imamat yang dipimpin oleh imam. Dengan kata lain berbentuk Republik yang dipimpin oleh seorang Presiden.

Profil Singkat Pahlawan KH Ahmad Sanusi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *