Indonesia masih menghadapi persoalan pelik terkait pengelolaan sampah, terutama plastik. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa lebih dari 68,5 juta ton sampah dihasilkan setiap tahun. Dari jumlah tersebut, 17% atau sekitar 11,6 juta ton merupakan sampah plastik, sementara yang berhasil didaur ulang hanya sekitar 9-10%. Selebihnya berakhir mencemari sungai, laut, dan tanah, memperburuk kondisi lingkungan.
Fenomena ini semakin ironis karena rumah ibadah-termasuk masjid-tak jarang ikut menyumbang persoalan serupa. Penggunaan botol plastik sekali pakai, kantong plastik, hingga konsumsi listrik dan air yang boros masih menjadi kebiasaan umum. Padahal, masjid seharusnya tampil sebagai pusat keteladanan, tidak hanya dalam hal spiritual, tetapi juga dalam menjaga kelestarian alam.
Menjawab tantangan tersebut, lahirlah gagasan Masjid Kembar Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Masjid ini akan menjadi ikon rumah ibadah ramah lingkungan dengan konstruksi yang memanfaatkan 12 ton sampah plastik daur ulang. Material tersebut diolah oleh Plana.id, sebuah startup inovasi bahan bangunan berkelanjutan.
Tak berhenti di situ, pembangunan juga melibatkan 24 ton sekam gabah padi, yang biasanya hanya dibakar sehingga menghasilkan polusi udara. Dengan teknologi pengolahan khusus, limbah pertanian ini disulap menjadi bahan konstruksi bernilai tinggi. Upaya ini setidaknya telah menyelamatkan 8.000 pohon dari penebangan untuk material bangunan.
Proyek monumental ini digagas oleh Irfan Amali, Founder sekaligus Pimpinan Peacesantren Welas Asih, sebuah pesantren yang mengusung nilai welas asih, cinta lingkungan, dan inovasi sosial. Untuk desain arsitektur, Irfan mempercayakan kepada Julian Palapa, arsitek peraih penghargaan nasional dan internasional yang dikenal dengan karya-karya visioner dan ramah lingkungan.
Masjid ini akan dibangun di kawasan Peacesantren Welas Asih, Desa Sukarasa, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Konsep masjid kembar dihadirkan melalui dua bangunan utama: Ar-Rahman dan Ar-Rahim, yang diambil dari Asmaul Husna. Keduanya bermakna Maha Pengasih dan Maha Penyayang, sejalan dengan filosofi masjid sebagai simbol cinta kasih bagi manusia dan alam semesta.
Momen bersejarah ini ditandai dengan peletakan batu pertama pada Minggu, 14 September 2025. Acara tersebut dipimpin oleh Raja Juli Antoni, Ph.D., Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Drg. Putri L. Karlina, Wakil Bupati Garut dan Irfan Amali, Founder dan Pimpinan Peacesantren Welas Asih
Dalam sambutannya, Menteri Kehutanan menekankan bahwa langkah ini sejalan dengan misi pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dan mendorong pemanfaatan material ramah lingkungan di berbagai sektor, termasuk rumah ibadah.
Masjid Kembar Ar-Rahman dan Ar-Rahim tidak lahir begitu saja. Gagasannya berakar dari praktik keberlanjutan lingkungan yang telah lama dijalankan oleh Peacesantren Welas Asih bersama masyarakat Griya Sanding Indah (GSI). Komunitas ini terdiri dari 1 RW, 2 RT, dan 200 kepala keluarga yang selama enam tahun terakhir berhasil hidup tanpa bergantung pada TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Alih-alih membuang sampah, mereka mengelola limbah secara mandiri. Sampah organik dimanfaatkan untuk pertanian dan peternakan, sementara kebiasaan konsumsi diatur agar lebih ramah lingkungan. Misalnya:
Tidak ada penggunaan air minum dalam botol plastik sekali pakai.
Para santri membawa wadah sendiri saat membeli makanan.
Beberapa santri putri sudah beralih menggunakan pembalut pakai ulang, mengurangi limbah sekali pakai.
Dengan inovasi ini, Masjid Kembar Ar-Rahman dan Ar-Rahim diharapkan menjadi ikon masjid hijau di Indonesia. Kehadirannya bukan hanya untuk memperindah lanskap Garut, tetapi juga untuk memberi manfaat nyata bagi bumi.
Lebih jauh, masjid ini dapat menjadi inspirasi bagi pembangunan rumah ibadah di berbagai daerah agar tidak hanya indah secara fisik, tetapi juga membawa pesan keberlanjutan. Kehadiran masjid yang ramah lingkungan juga sejalan dengan semangat Islam rahmatan lil ‘alamin, yakni membawa rahmat bagi seluruh alam.