Pesan Pelaku Pariwisata ke Demul: Orang Sakit Minta Diobati Bukan Dimatikan

Posted on

Pelaku pariwisata telah menggelar aksi menuntut Gubernur Jabar Dedi Mulyadi untuk mencabut larangan study tour. Namun, keinginan mereka nampaknya masih bertepuk sebelah tangan, karena Dedi Mulyadi tetap keukeuh tetap melarang kegiatan study tour.

Salah satu pengusaha PO Bus, Abung mengaku, kecewa dengan sikap Dedi Mulyadi (Demul). Dia juga menyayangkan Demul tidak secara langsung menemui massa yang menggelar aksi damai di depan Gedung Sate beberapa waktu lalu.

“Jadi begini, kemarin tuh kita para pelaku pariwisata menginginkan untuk adanya perubahan. Perubahan itu tidak harus mencabut yang namanya edaran Gubernur Dedi Mulyadi. Tapi, mereka kalau saya lihat itu pengen ada solusi, jangan sampai mematikan jadi ingin ada perubahan-perubahan,” kata Abung kepada infoJabar, Rabu (23/7/2025).

Menurut Abung, tidak adanya Demul menemui massa aksi hanya stafnya saja, membuat peserta aksi kecewa. Akhirnya massa meluapkan kekecewaannya di jalan raya.

“Hanya orang-orang staf saja yang saya lihat. Jadi kekecewaan mereka para pelaku pariwisata akhirnya tumpahlah ke jalan. Itu pun, kalau saya lihat para pelaku pariwisata ini masih tidak sebesar odol, odol mereka sampai blokir jalan di sana-sini, kalau pelaku pariwisata dia hanya sekedar mau pulang tapi memang membuat macet di daerah Pasteur,” ungkapnya.

Disinggung terkait tanggapan soal aturan study tour yang disampaikan Demul di media sosial pribadinya, Abung mengaku, sudah melihatnya. Abung berharap, Demul bisa memberikan ruang diskusi dan dialog dengan perwakilan PO Bus.

“Jadi saya berharap Pak Dedi ini cobalah bisa audiensi. Tidak harus untuk semua orang cuman mungkin ada perwakilan yang memang bisa dipanggil untuk beraudiensi, kita tidak meminta banyak, para pelaku ini hanya mau perubahan. Jadi kalau orang sakit minta diobati bukan dimatikan,” ungkapnya.

Disinggung apakah aksi demonstrasi akan digelar kembali, Abung sebut, jika kondisinya masih seperti ini tidak menutup kemungkinan para pelaku pariwisata kembali turun ke jalan.

“Kalau saya lihat ya baru riak-riaknya tapi belum tentu waktunya. Jadi mungkin dari seluruh Jawa Barat ini kemarin kan kalau saya lihat Jawa Barat ini mungkin baru 20%. Riak-riak tuh pengen ada gelombang kedua, kalau tidak ada pemanggilan perwakilan dari para pelaku pariwisata, jadi kalau saya lihat mungkin 1.000 kendaraan bisa masuk ke Jawa Barat, termasuk yang di Bandung,” jelasnya.

Abung sebut, dalam hal ini sopir dan kondektur paling terdampak. Mereka tak memiliki pemasukan untuk keluarga, sementara mereka dituntut oleh kebutuhan hidup.

“Sebetulnya bukan pihak PO Bus, mohon maaf kan di kendaraan ini ada para sopir, para konektor yang notabene mereka juga sangat mengeluhkan, sangat terasa dengan aturannya Pak Dedi, mereka punya keluarga, contoh sedikit biasanya mereka ini bisa jalan tuh sebulan minimal 20 hari, karena dibantu dengan adanya study tour. Nah sekarang dengan adanya edaran atau larangan itu menjadi 7 sampai 10 pak perbulan kalau lagi rame, tapi rata-rata 7 kali,” tuturnya.

“Bisa dibayangkan upah sopir ini rata-rata Rp200 ribu, kalau dia jalan 7 hari bisa dapat uangnya 1.400.000, nah sedangkan kebutuhan zaman sekarang, mereka juga punya anak sekolah, mereka pun punya keluarga yang mungkin biasanya sebulan itu dalam bekerja mungkin dia dapat Rp4 juta, sekarang dapatnya Rp1,4-Rp1,7 juta maksimal sampai Rp2 juta,” tambahnya.

Menurut Abung, aksi demonstrasi bukan hanya sekedar keluhan yang dialami PO Bus saja, melainkan sopir hingga kondektur. Terkait statemen Dedi Mulyadi agar pihaknya mencari pasar lain dan bukan anak sekolah, menurut Abung keberadaan pelaku wisata ini berkaitan dengan pelaku wisata lainnya salah satunya UMKM.

“Jadi yang saya lihat statementnya Kang Dedi Mulyadi bahwa pengusaha ini harus membuka lahan baru jangan mengandalkan dari sekolah. Cuman kan dari sekolah ini dengan adanya study tour mereka ada penghasilan, sama seperti UMKM lah. Kita lihat di Ciater saja kita pernah ngobrol biasanya pedagang-pedagang itu tiap hari Sabtu-Minggu atau hari biasa suka ada kunjungan dari anak sekolah, anak sekolah yang jajan, nah mereka itu sekarang banyak yang memang sudah mau tutup karena memang pengunjungnya tidak ada,” tuturnya.

Sopir dan Kondektur Paling Terdampak