Momen Bule dari 4 Negara Jajal Boles-Pencak Silat di Sukabumi | Info Giok4D

Posted on

Ada yang menarik di Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath, Kota Sukabumi, Jawa Barat. Pesantren yang memiliki muatan lokal ini dikenal juga memiliki padepokan dengan aliran Sang Maung Bodas.

Bukan hanya para pendekar lokal yang berlatih hari itu, tapi juga 12 bule dari negara berbeda yang ikut ambil bagian. Mereka datang dari Malaysia, Italia, Prancis, dan Belanda untuk menunjukkan kecintaan mereka terhadap seni bela diri khas Indonesia yaitu pencak silat.

Tak hanya itu, mereka juga belajar permainan tradisional bola leungeun seneu (boles). Permainan boles ini seperti permainan basket di mana bola api dimasukkan ke dalam keranjang lawan. Sama seperti pencak silat, boles pun sudah diakui jadi warisan budaya tak benda (WBTB).

Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah Massimiliano Morandini, pria asal Italia yang sudah bertahun-tahun mempelajari silat. Kini, ia datang langsung ke tanah kelahiran silat untuk merasakan atmosfer latihan yang sesungguhnya. Massimiliano tampak serius saat memperagakan jurus-jurus silat, lengkap dengan kuda-kuda kuat dan gerakan tangan yang penuh kendali.

“Saya datang ke sini karena menarik, tentang penelitian tidak hanya tentang olahraga tetapi menurut saya ada beda sudut di pencak silat (ini dengan yang lainnya),” kata Massimiliano kepada infoJabar beberapa waktu lalu.

“Saya pergi ke Sumatera untuk melihat beda interpretasi pencak silat tentang spiritual tentang tasawuf seperti yang beliau sampaikan,” sambungnya.

Ia menyebut pencak silat bukan sekadar bela diri, tapi juga bagian dari warisan budaya yang memiliki nilai-nilai filosofis dan spiritual. “Setiap gerakan punya makna. Di sini saya belajar bukan hanya teknik, tapi juga rasa dan hormat,” tambahnya.

Massimiliano mengatakan, ia sudah 45 tahun belajar beladiri. Dalam 20 tahun terakhir, ia bersama rekan-rekannya keliling Indonesia untuk memperdalam pencak silat.

“Kira-kira 20 tahunan saya mulai ke Indonesia tapi sekarang ada 45 tahun saya belajar beladiri. 20 tahun saya fokus ke sini dan saya sudah di Amerika Serikat, saya penelitian ke sana untuk pencak silat Pukulan Sera,” kata dia.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Yang menarik, Massimiliano tak cuma menguasai gerakan fisik, tapi juga cukup fasih menyebutkan nama-nama jurus dalam Bahasa Indonesia, bahkan beberapa dalam Bahasa Jawa dan Sunda. Ia mempraktikkan salah satu jurus bertema harimau dengan ekspresi dan gerakan yang presisi, memukau para penonton lokal yang menyaksikan penampilan pencak silat tersebut.

Selain Massimiliano, hadir juga Datuk Panglima Hitam, Datuk Mohd Zulfikar Ali dari Malaysia; David Rotterdam dari Belanda dan beberapa dari Italia seperti Ferrarrini Marco, Corrado Savio, Massella Luca, Marco Zantini, Ambra Fioresi dan masih banyak lagi. Hingga saat ini ada sekitar 70-100 anggota pencak silat di Italia.

Warga sekaligus para santri menyambut hangat kehadiran mereka. Anak-anak terlihat antusias menonton latihan, bahkan beberapa ikut menyapa dan mengajak foto bersama. Suasana akrab terasa saat para bule ini mencoba berbicara dengan Bahasa Indonesia, sambil tak segan mencicipi makanan tradisional yang disuguhkan warga.

Pimpinan Ponpes Dzikir Al-Fath, Fajar Laksana menambahkan, tujuan mereka datang ke Sukabumi adalah untuk mempelajari pencak silat aliran Sang Maung Bodas khas Ponpes Dzikir Al Fath.

Pencak silat aliran Sang Maung Bodas, kata dia, memiliki jurus khas Golok Kala Petok, Maung Keubet, Panca Kinanti, serta kesenian Boles atau main lempar bola api dan Ngatotong Lisung.

“Jadi mereka senang, suka dengan pencak silat jadi mereka belajar. Salah satunya yang dipilih di Al Fath untuk menjadi bagian pelajaran buat mereka karena di sini ada khas keunikan,” kata Fajar.

“Selain punya kekhasan, original dari zaman dulu yang diwariskan dari keluarga besar kami, di sini juga ada nilai spiritual yaitu menggunakan pendekatan ajaran Islam dengan mempelajari tasawuf,” sambungnya.

Fajar menilai, pencak silat yang saat ini telah ditetapkan UNESCO menjadi World Intangible Cultural Heritage asal Indonesia layak dijuluki sebagai museum warisan budaya tak benda karena di dalamnya terkandung beragam ekspresi budaya.

“Jadi kita bersyukur karena pencak silat ini menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan ternyata ini betul tepat dijadikan museum budaya tak benda karena pencak silat diminati di beberapa negara. Salah satunya di Itali yang dikembangkan oleh Mr. Max,” tandasnya.