Dalam periode Januari hingga Juni 2025, sebanyak 15 orang warga Kabupaten Cianjur, Jawa Barat tewas akibat menenggak minuman ‘setan’ atau minuman keras (miras) oplosan. Masyarakat pun diminta tak menenggak minuman perenggut nyawa tersebut.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Pada 7 Februari 2025 lalu, sebanyak 12 orang warga Desa Kademangan, Kecamatan Mande menjadi korban miras oplosan. Sebanyak sembilan orang tewas dan tiga lainnya dirawat intensif di rumah sakit.
Mereka menenggak alkohol murni dengan kadar 96 persen yang dioplos dengan minuman berenergi.
Selang enam hari, tepatnya pada 13 Februari 2025, miras oplosan kembali merenggut nyawa di Cianjur. Kali ini seorang bocah berusia 12 tahun di Kecamatan Sindangbarang tewas usai menenggak alkohol murni 70 persen yang dicampur dengan minuman berenergi.
Terbaru, pada Jumat (13/6/2025), lima warga Kecamatan Cianjur dan Cibeber, yakni MR (32), DH (44), Ir (42), FR (31), dan Rz (27) meninggal dunia setelah menenggak Miras oplosan.
Polisi masih mendalami kandungan alkohol dan sumber minuman ‘setan’ tersebut.
“Masih didalami dan dilakukan penyelidikan, darimana miras tersebut berasal dan berapa persen alkholnya,” kata, Kasatnakoba Polres Cianjur AKP Herman.
Sementara itu, Kapolres Cianjur AKBP Rohman Yonky Dilatha mengatakan, dengan beberapa peristiwa kematian akibat miras, terutama oplosan tersebut diharapkan warga tidak lagi mengkonsumsi minuman tersebut.
“Kami rutin menggelar patroli dan razia untuk mencegah peredaran miras di Cianjur, terutama Miras oplosan. Kami harap dengan adanya kejadian ini tidak ada lagi yang menenggak minuman tersebut,” kata dia, Rabu (18/6/2025).
Plt Kepala Satpol PP dan Damkar Kabupaten Cianjur Djoko Purnomo, mengatakan untuk mencegah peredaran miras, pihaknya secara berkala melakukan razia ke tempat yang diduga menjual Miras.
“Kami rutin menggelar razia, ke depot jamu atau kios yang diduga jual Miras terutama Miras Oplosan. Beberapa hari lalu kami amankan sampai 159 botol miras berbagai jenis, termasuk oplosan,” kata dia, Rabu (18/6/2025).
Menurut dia, belakangan terungkap juga jika peredaran miras oplosan dilakukan dengan modus baru yakni secara online dan sistem cash on delivery (COD).
“Iya ada modus baru, sistemnya pesan lewat aplikasi chat. Nanti janjian di lokasi yang ditentukan, kemudian bayar di tempat,” kata dia.
Menurutnya, modus baru tersebut menjadi tantangan bagi pihaknya. Dikarenakan tidak dilakukan di tempat, Satpol PP dihadapkan dengan kendala dalam hal penindakannya.
“Penjualannya tidak lagi konvensional. Sebab rutin razia, sehingga modusnya berganti dan membuatnya sulit terdeteksi. Makanya ini jadi perhatian serius,” ujarnya.
Sebagai upaya penguatan dari sisi penegakan hukum, pihaknya mendorong adanya revisi peraturan daerah (perda) agar sanksi terhadap pelanggar bisa diperberat. “Saat ini sanksi denda maksimal hanya sebesar Rp 500 ribu, yang dinilai belum memberi efek jera,” kata Djoko.