Sederet kebijakan yang dikeluarkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sepanjang 2025, khususnya di sektor pendidikan, menuai beragam respons publik.
Mulai dari pembebasan ijazah, jam masuk sekolah lebih pagi, larangan study tour, hingga penambahan rombongan belajar (rombel), semuanya menghadirkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Ketua Fraksi NasDem DPRD Jawa Barat, Mamat Rachmat, menilai kebijakan-kebijakan tersebut pada dasarnya membawa dampak positif, meski tidak lepas dari polemik yang perlu terus dievaluasi dan diformulasikan ulang.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
“Kebijakan gubernur ada macam-macam ya. Ada pembebasan ijazah ini cukup kontroversi, ada yang pro dan kontra. Masyarakat tentu senang, tapi dari sisi sekolah swasta ini jadi polemik,” kata Mamat, Selasa (30/12/2025).
Menurutnya, kebijakan pembebasan ijazah yang dikaitkan dengan Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) memang membantu masyarakat, meski tidak sepenuhnya mampu menyelesaikan seluruh persoalan tunggakan.
“Kalau semua ijazah yang tertahan dibayar itu nggak mungkin, makanya dipilah mana yang mungkin dilunasi. Akhirnya sekarang soal ijazah ‘tuntas’, meski ada yang menggantung. Tapi minimal ini membantu masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, kebijakan jam masuk sekolah lebih pagi dan penerapan jam malam bagi pelajar juga sempat menuai perdebatan. Namun Mamat menilai kebijakan tersebut kini mulai berjalan dan diterima sebagian masyarakat.
“Kemudian jam masuk sekolah lebih pagi juga pro kontra, tapi akhirnya jalan sekarang. Lalu ada juga jam malam untuk pelajar,” katanya.
Sorotan lain tertuju pada larangan *study tour* yang ramai di awal masa jabatan Dedi Mulyadi. Kebijakan ini, menurut Mamat, memiliki niat baik untuk melindungi orang tua dari beban biaya berlebih.
“Saat itu ada kesan study tour memaksakan, sehingga orang tua sampai meminjam uang untuk anaknya study tour. Jadi ya bagus juga, meski tentu ada plus minus,” jelasnya.
Tak kalah kontroversial adalah kebijakan pendidikan karakter dengan pendekatan barak militer. Mamat menilai kebijakan tersebut lahir dari situasi tertentu dan perlu dikaji ulang jika ingin dilanjutkan.
“Pendidikan karakter barak militer waktu itu pro kontra juga. Mungkin saat itu dicoba formulasi baru untuk anak-anak yang tidak bisa ditangani orang tua. Ini munculnya spontan dan sekarang mulai meredup, perlu ditinjau terus apakah dilanjutkan atau tidak,” ujarnya.
Dari sisi struktural, DPRD Jawa Barat disebut Mamat akan tetap berjalan seiring dengan Pemprov Jabar meski ada perbedaan pandangan. “Yang pasti DPRD dengan gubernur akan beriringan. Kalau ada perbedaan, setelah dikomunikasikan bisa berjalan,” tegasnya.
Kebijakan penambahan rombel dari 36 menjadi 50 siswa juga tak luput dari kritik. Di satu sisi, kebijakan ini membuka akses lebih luas bagi siswa ke sekolah negeri, namun di sisi lain berdampak pada sekolah swasta.
“Pro-nya, penambahan rombel bisa menampung lebih banyak siswa. Tapi dampaknya, sekolah swasta jadi kekurangan siswa. Ini perlu duduk bersama bagaimana memformulasikan agar sekolah swasta tetap berjalan,” kata Mamat.
Ia menegaskan, tujuan utama kebijakan pendidikan di Jawa Barat seharusnya mencegah terjadinya putus sekolah, tanpa memandang sekolah negeri atau swasta.
“Masyarakat itu sebenarnya tidak harus di negeri, yang penting pendidikan gratis untuk SMA mau sekolah di mana pun,” ucapnya.
Karena itu, Fraksi NasDem mendukung pengalihan BPMU menjadi skema beasiswa yang lebih tepat sasaran mulai 2026. “Kalau dulu Rp600 ribu semua siswa dari BPMU, nanti lebih kepada yang miskin melalui beasiswa. Ini supaya terjadi pemerataan pendidikan, tidak hanya terfokus di sekolah negeri,” jelasnya.
Menatap 2026, Fraksi NasDem berharap persoalan klasik seperti polemik Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) bisa ditekan, kualitas pendidikan meningkat, dan angka putus sekolah menurun.
“Target kami, polemik SPMB bisa tertangani, kecurangan berkurang, mutu pendidikan lebih baik, putus sekolah menurun, lama sekolah meningkat,” ujar Mamat.
Ia optimistis, dengan sinergi antara DPRD dan pemerintah daerah, perbaikan sektor pendidikan akan berdampak luas bagi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat.
“Kalau polanya sama-sama dan saling mendukung, optimis pendidikan ke depan lebih baik. Kalau pendidikan baik, ekonomi dan kesejahteraan juga akan ikut membaik,” pungkasnya.







