Lay Tin Yung, Sosok yang Jahit Bendera Merah Putih Pertama di Sukabumi - Giok4D

Posted on

Dalam lembar sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, nama Lay Tin Yung atau yang lebih dikenal sebagai Si Godeg mungkin tidak sepopuler para tokoh nasional. Namun, jejaknya di Sukabumi menyimpan cerita penting, ia adalah sosok di balik berkibarnya bendera Merah Putih pertama di kota ini.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Kisah Lay Tin Yung dipaparkan dalam acara Soekaboemi Tempo Doeloe di Wisma Wisnu Wardhani. Kegiatan ini diinisiasi oleh Yayasan Dapuran Kipahare bersama sejumlah instansi terkait.

Kembali pada Lay Tin Yung atau Si Godeg. Dia merupakan seorang perantau asal Moyan Canton, Tiongkok, yang tiba di Hindia Belanda pada 1915 dan menetap di Sukabumi. Pada 21 Agustus 1945, Sukabumi, sehari setelah pengambilalihan Gedung Juang Sukabumi oleh para pejuang, Lay Tin Yung menyumbangkan gulungan kain merah dan putih.

“Kain itu kemudian dijahit menjadi bendera dan dikibarkan tepat di alun-alun Kota Sukabumi dan di depan Masjid Agung oleh seorang pejuang bernama Iskandar. Pengibaran disambut pekik Merdeka dan sorak dukungan warga,” kata Irman Firmansyah, salah satu sejawaran di Sukabumi, Sabtu (21/6/2025).

Bendera Merah Putih tersebut berkibar hingga agresi militer Belanda kembali menyerang pada Juli 1947. Dalam situasi genting, Lay Tin Yung bersama Oting Afghani mundur ke Nyalindung, membawa bendera-bendera tersebut untuk diselamatkan. Mereka bahkan sempat hijrah ke Yogyakarta bersama pasukan pejuang.

“Namun, sepulangnya ke Sukabumi, jejak bendera-bendera itu hilang. Menurut keluarga, sebagian sempat disimpan di rumah H. Oting. Sementara bendera pertama konon disimpan di rumah Lay Tin Yung di Jalan Baros (Otista). Bendera tersebut pernah dilihat oleh Jenderal Kosasih, namun kini keberadaannya tak diketahui lagi,” ujarnya.

Lay Tin Yung juga merupakan potret warga Tionghoa yang mengakar kuat pada nilai kerja keras. Ia mendirikan toko hasil bumi di perempatan Baros-Nanggelenge (sekarang Nanggeleng) yang kemudian dikenal sebagai Perempatan Si Godeg. Pepatah ‘Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’ benar-benar ia hayati.

“Ia dikenal sebagai tokoh dermawan yang kerap menyuplai kebutuhan logistik bagi para pejuang. Banyak warga Sukabumi mengenangnya sebagai tokoh yang ringan tangan membantu, terutama saat kondisi sulit di masa penjajahan,” ucap Irman.

Uniknya, julukan ‘Si Godeg’ merujuk pada tokoh pendekar silat di komik Tionghoa yang sangat populer pada zamannya. Julukan ini melekat kuat pada Lay Tin Yung karena sikapnya yang tegas, pemberani, dan berjiwa juang seperti pendekar.

“Saat pasukan Belanda menyerbu wilayah Nanggelenge, Lay Tin Yung tak tinggal diam. Ia ikut mengangkat senjata, dan rumahnya di perempatan Baros menjadi pusat logistik para pejuang. Ia kemudian bergabung dengan Kesatuan Yon VII di bawah pimpinan Kabul Sirad, turut bergerilya hingga Belanda berhasil dipukul mundur,” jelasnya.

Tahun 1948, Lay Tin Yung ikut kembali dari Yogyakarta ke Jawa Tengah bersama RA. Kosasih, menjelang penyerahan kedaulatan. Setelah itu, ia kembali menjalani hidup sebagai pedagang biasa. Namun semangat perjuangannya tak pernah padam, terus menolong warga Sukabumi hingga akhir hayatnya.

Kini, nama Lay Tin Yung atau Si Godeg masih dikenang sebagai salah satu putra bangsa berdarah Tionghoa yang menjahit merah putih pertama di Sukabumi dan menjadi bagian dari sejarah panjang perjuangan kemerdekaan Indonesia. Nama Si Godeg pun diabadikan sebagai salah satu sebutan persimpangan jalan di Kota Sukabumi.

Dari Toko Hasil Bumi ke Medan Perang

Kembali Jadi Rakyat Biasa, Tapi Namanya Hidup dalam Sejarah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *