Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat Nomor 186/PT.10.11.02/SATPOL PP tertanggal 24 Desember memberikan dampak signifikan terhadap bisnis kembang api, mulai dari importir besar hingga pedagang kaki lima.
Rikin Abdulhorikin (36), seorang pedagang musiman yang telah mangkal di Jalan Otto Iskandardinata selama lebih dari 15 tahun, hanya bisa memperhatikan dengan cemas barang dagangannya. Pria paruh baya ini mengaku telah mengeluarkan modal sekitar Rp7 juta untuk belanja stok satu gerobak penuh.
Masalah utamanya bukan pada larangan itu sendiri, melainkan waktu pengumuman yang dianggap terlambat.
“Kalau dilarang total, harusnya infonya dari jauh-jauh hari. Jangan pas barang sudah numpuk. Uang tabungan sudah dibelikan barang semua. Itu sebelum tanggal 24. Sekarang bingung, barang sudah terlanjur banyak, mau dibawa ke mana?” keluh Rikin saat ditemui infoJabar di lapaknya, Selasa (30/12).
Bagi pedagang kecil seperti Rikin, momen pergantian tahun adalah satu-satunya kesempatan mendulang rezeki lebih. Para pedagang merasakan penurunan pembeli tahun ini sangat drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Dampak kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh pedagang kecil, tetapi juga merembet ke sektor pariwisata dan distributor besar. Salah satu pemilik toko agen kembang api di Bandung, sebut saja Ko WK, mengungkapkan kekecewaannya atas pembatalan massal acara tahun baru.
Menurut data yang ia himpun, setidaknya ada 12 titik hotel berbintang di Bandung yang terpaksa membatalkan pesanan pesta kembang api mereka akibat edaran tersebut.
“Semua (12 titik hotel) sudah mengajukan izin, tapi dibatalkan, diawasi ketat, dan disuruh membuat surat pernyataan. Padahal kembang api adalah hiburan tahunan,” ujar Ko WK.
Salah satu isu krusial adalah pemahaman terkait klasifikasi kembang api. Dalam wawancara eksklusif, Ko WK menjelaskan bahwa tidak semua kembang api adalah barang ilegal.
“Barang yang kami jual ini legal, berizin importir resmi sejak 2006. Yang wajib memiliki izin Polda setempat adalah kembang api dengan ukuran di atas 2 inci. Tapi di lapangan, pedagang yang jual kembang api mainan (sparklers) pun khawatir akan terkena razia,” jelasnya sambil menunjukkan contoh barang.
Menjelang pergantian tahun, para pedagang dihadapkan pada pilihan sulit. Rikin mengaku jika barang dagangannya tidak habis, ia terpaksa harus menyimpannya di gudang dengan risiko kerusakan akibat kelembapan.
“Ya paling disimpan. Tapi harus pakai papan biar enggak kena lantai langsung, biar enggak dingin. Nanti dijual lagi buat Lebaran atau tahun depan. Itu juga kalau belum rusak,” tutur Rikin pasrah.
Sementara itu, bagi distributor besar, penurunan omzet sangat terasa karena pembatalan dari klien hotel dan kafe yang biasanya menjadi penyumbang pendapatan terbesar.
Penulis adalah peserta Maganghub Kemenaker
