Guna mengantisipasi potensi bencana dari aktivitas Sesar Lembang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandung akan membentuk kampung siaga bencana di berbagai kecamatan. Badan yang belum lama dibentuk ini bakal menjadi pelaksana berbagai aktivitas peningkatan kesiagaan bencana, mulai dari pemetaan wilayah hingga simulasi.
Plt BPBD Kota Bandung Didi Ruswandi mengatakan, wilayah yang akan diprioritaskan menjadi kampung siaga bencana adalah wilayah yang dinilai rawan bencana, seperti misalnya pemukiman padat atau yang berdiri di tanah lereng.
“Kawasan yang rawan bencana akan dilakukan simulasi. Ya yang penduduknya padat, ada lereng, itu yang prioritas. Bukan berarti (wilayah) yang lainnya tidak akan dilakukan (simulasi). Ada wilayah prioritas karena keterbatasan,” ungkap Didi di Balai Kota Bandung, Selasa (1/7/2025).
Program pembentukan kampung siaga bencana ini, ia mengatakan, mulai dilaksanakan di bulan Juli ini dengan menyasar beberapa wilayah di Kelurahan Dago dan Kelurahan Hegarmanah. Sementara di bulan Agustus, kampung siaga bencana akan dibentuk di dua titik di Kelurahan Ciumbuleuit.
“Nanti terus akan kita lakukan di kawasan-kawasan padat dan berada di lereng, sambil juga menunggu kawasan resiko bencana yang sedang dikaji oleh BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Itu jadi prioritas,” papar Didi.
Ia mengatakan, dalam antisipasi bencana, faktor risiko, kerawanan dan bahaya menjadi pertimbangan. Terkait potensi bencana pergerakan Sesar Lembang, unsur kerawanan menjadi perhatian khusus karena tingkatannya akan berbeda-beda sesuai dengan keadaan wilayah.
“Besarannya itu kan sama, tapi kerawanannya berbeda. Kalau gempa terjadi di daerah-daerah lereng itu kerawanannya lebih tinggi, walaupun besarnya (besaran magnitudo gempa) sama. Nah yang rawan ini kita tangani supaya tingkat kerawannya berkurang,” jelasnya.
Mengurangi tingkat kerawanan bencana, ia mengatakan, dapat dilakukan dengan pembenahan infrastruktur dan peningkatan kapasitas masyarakat terkait kesiapsiagaan bencana. Hal tersebutlah yang akan menjadi sasaran kampung siaga bencana, termasuk dalam merundingkan titik-titik penting seperti jalur evakuasi hingga alat yang digunakan untuk peringatan bencana.
“Jadi kalau ada bencana, masyarakat tahu harus bertindak seperti apa. Nanti jalur evakuasinya di mana, titik kumpul evakuasinya di mana, disepakati dengan masyarakat,” ungkpanya.
“Kemudian kalau ada bencana, tandanya apa? Apakah lewat toa masjid, apakah lewat ketokan atau seperti apa yang disepakati oleh masyarakat. Leadernya siapa? Jadi nanti akan dibentuk,” lanjutnya.
Didi mengungkapkan, pihaknya juga membuka diri terhadap kemungkinan adanya pelatihan mandiri yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Sehingga, bisa ada lebih banyak wilayah yang terjangkau dalam waktu lebih singkat.
“Wilayah lain menyusul bertahap tergantung kapasitas fiskal kita. Tapi kita harapkan nanti kalau dapat pembiayaan dari swadaya publik, ya mungkin lebih banyak lagi. Diharapkan ada simulasi mandiri, dari komunitas peduli bencana,” terangnya.