Kucing Liar di Kota Bandung: Antara Hiburan dan Konflik Sosial

Posted on

Di tengah hiruk-pikuk Kota Bandung, kehidupan kucing liar menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap urban. Keberadaan kucing liar ini jadi kerap menjadi hiburan tersendiri bagi sebagian warga.

Namun di sisi lain, kucing liar juga dianggap ‘hama’ bahkan kerap menimbulkan masalah seperti masalah kebersihan, kesehatan hingga konflik sosial.

Menurut data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung tahun 2022, diperkirakan jumlah kucing liar di Kota Bandung mencapai sekitar 15.000 ekor yang hidup di kawasan permukiman, pasar tradisional, dan area publik lainnya.

Bagi Nur Sabrina (28), kucing liar menjadi pemandangan sehari-hari yang ia temui di lingkungan tempat tinggalnya di kawasan Kopo, Kota Bandung. Di komplek rumahnya, jumlah kucing liar bahkan bisa mencapai puluhan ekor.

“Di rumah saya kebetulan emang cukup banyak kucing liar, bisa puluhan karena di tiap blok pasti ada kucing liar,” ucapnya, Selasa (22/4/2025).

Kucing-kucing liar itu kata Nur bermunculan dari seorang tetangganya yang kerap merawat dan menyelamatkan kucing di jalanan. Namun kemudian, kucing-kucing itu dilepaskan begitu saja karena sesuatu hal.

“Awalnya itu kucing liarnya ada tetangga yang dia pecinta kucing, dia rawat dibawa ke rumah, dikasih makan tapi karena satu hal bikin tetangga saya gak lagi merawat, jadi dilepasin,” terangnya.

Kondisi itu sempat memunculkan konflik di lingkungan tempat tinggalnya. Nur menyebut banyak warga yang memprotes karena jumlah kucing liar yang semakin banyak dan kotorannya bertebaran di jalan.

Dari situlah, muncul kesepakatan antar warga untuk tidak lagi melepas kucing sekalipun itu kucing peliharaan. Hingga kini, jumlah kucing yang berkeliaran pun semakin berkurang.

“Dulu jumlahnya bisa puluhan sekarang udah berkurang karena sempat ada protes dari warga kalau kucing liar ini mengganggu, kotorannya ganggu jadi sempat ada edaran agar kucing tidak diliarkan gitu, tidak dilepas,” kata Nur.

Meski begitu, Nur mengaku keberadaan kucing liar sama sekali tidak mengganggu baginya. Selain karena memang menyukai hewan menggemaskan tersebut, keberadaan kucing dianggap melengkapi kehidupannya sehari-hari.

“Enggak (mengganggu) sih ya menurut saya, gak tau yang lain. Menurut saya lebih enak aja ada kucing, gak terlalu serius jadi ada makhluk hidup lain selain manusia,” ujar Nur.

Selama banyak kucing liar berkeliaran di rumahnya, tidak sekalipun ada kucing yang masuk ke dalam rumah. Namun Nur setiap hari selalu menyempatkan diri memberi makan kucing yang mampir ke depan rumahnya.

“Kalau ada ke rumah gak pernah berani sampai masuk ke rumah, ambil makanan atau buang kotoran. Cuma di luar pagar aja, sampai ada yang akhirnya udah kayak peliharaan tapi gak dirawat setiap hari datang ke rumah dan minta makan dan saya selalu kasih makan kucing,” tuturnya.

Bahkan, dia juga selalu menyiapkan makanan kucing di jok motornya. Sehingga kemanapun Nur bertemu kucing liar di jalan, dia selalu menyempatkan memberi makan.

“Saya sedia bawa kemana-mana di motor ada, jadi dimanapun kalau ada kucing liar saya kadang kasih,” katanya.

Meski menyukai keberadaan kucing, namun Nur tetap mendukung upaya sterilisasi agar populasi kucing liar bisa dikendalikan. Karenanya, Nur menyebut sangat menyambut baik jika Pemerintah Kota Bandung membuat program sterilisasi kucing liar.

“Disteril aja, agar tidak makin banyak lagi populasinya. Saya setuju kalau misalkan pemkot menyediakan program sterilisasi kucing,” tutup Nur.

Tak Merasa Terganggu

Dukung Sterilisasi