Namanya Sule. Di usianya yang ke-45 tahun, ia telah mengabdikan diri selama 24 tahun sebagai sopir bus Budiman jurusan Cirebon-Tasikmalaya. Sore itu, sambil menunggu penumpang, Sule duduk santai di Taman Wahana Tata Nugraha, yang terletak di depan Terminal Harjamukti, Kota Cirebon.
Sule bercerita, kini mencari penumpang jauh lebih sulit. Meski sudah menunggu berjam-jam, tak selalu ada penumpang yang datang.
Padahal, dulu bus yang dikendarai Sule selalu ramai. Dalam sehari, ia bisa mengangkut puluhan penumpang dari Cirebon menuju Tasikmalaya atau sebaliknya.
“Dulu mah ramai. Nunggu 15 menit saja, sudah dapat 10 penumpang. Sekarang, sudah nunggu 1 sampai 2 jam, paling dapat satu orang. Kayak sekarang nih, sudah nunggu dari jam 3 sore sampai sekarang jam 4 lebih, belum dapat penumpang,” tutur Sule, Sabtu (26/4/2025).
Ia mengenang, pada masa-masa itu, penghasilannya bisa mencapai Rp700.000 per hari. Bahkan menjelang Hari Raya Idulfitri, ia mampu membawa pulang hingga Rp1.000.000 dalam sehari.
Namun kini, keadaan berubah drastis. Pendapatan Sule sebagai sopir bus menjadi tidak menentu. Ia menyebutkan salah satu penyebab menurunnya jumlah penumpang adalah menjamurnya travel gelap, terutama sejak masa pandemi COVID-19.
“Parah, semenjak ada travel gelap, kita sebagai sopir paling dapat Rp300.000 atau Rp150.000. Yang penting setor saja. Pas bulan puasa mau Idulfitri juga nggak ngaruh, tetap sepi. Orang pada pilih travel karena lebih mudah, bisa jemput sampai rumah, apalagi sekarang teknologi berkembang,” ungkap Sule.
Sule memiliki dua orang anak. Salah satunya tengah menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Meski penghasilannya menurun akibat gempuran travel gelap, Sule tetap bersemangat menjalani pekerjaannya sebagai sopir bus Budiman demi menghidupi keluarga.
“Anak dua, yang satu kuliah, yang satu masih sekolah. Kalau dipikir berat, tapi ya dijalani saja. Yang penting kita sehat. Mulai kerja kadang dari jam 4 pagi,” pungkas Sule.