Di tengah kemajuan zaman, bayang-bayang teluh dan santet masih menjadi bagian dari kenyataan harian. Tidak selalu terlihat, tapi dampak traumanya nyata dan diwariskan diwariskan lintas generasi.
Juwita (bukan nama sebenarnya), menyusun kembali kepingan kenangan. Bukan kenangan yang indah, melainkan potongan kehilangan. Satu per satu anggota keluarganya meninggal dunia. Bukan karena kecelakaan, bukan pula karena penyakit yang pasti. Tapi karena sesuatu yang tak kasat mata, teluh.
“Santet itu benar adanya dan orang yang punya ilmu hitam itu ada di mana-mana. Terkadang memang seperti fitnah adanya. Percaya enggak percaya, kadang aku enggak yakin kalau keluarga aku selalu dijahilin sama orang,” tuturnya, saat mengawali kisahnya kepada infoJabar, akhir pekan lalu.
Juwita lahir dan besar di salah satu desa di Pajampangan, Kabupaten Sukabumi. Ia tak bisa lupa bagaimana paman, uwak, hingga kakeknya menderita sakit bertahun-tahun. Belum sempat sembuh, pamannya meninggal pada 2024. Tak berselang lama, menyusul sang ayah.
“Tidak hanya abi (ayha) aku, paman aku, kakek aku, hampir semua orang-orang yang aku sayang dan dia seperti ujung tombak buat aku, mereka sudah Allah panggil duluan. Sakit menahun yang tak kunjung sembuh, tiba-tiba meninggal dunia tanpa sebab,” ujarnya.
Secara medis, mungkin disebut serangan jantung atau gagal organ. Tapi ada suara lain di rumahnya.
“Kalau menurut medis bisa jadi karena serangan jantung. Tapi keluarga saya bilang Abi saya yang selalu mendapatkan ancaman. Sakit hati cenah sama namanya Abi aku,” katanya.
Berbagai ikhtiar dilakukan, termasuk pengobatan non medis, namun semuanya tidak membuahkan hasil selain kabar guna-guna. “Berobat ke non medis semua bilang memang diguna-gunain orang. Diruqyah pun begitu, sampai kesurupan-kesurupan,” imbuhnya.
Kini, ia hanya bisa pasrah. “Tapi wallahualam bissawab. Aku melihatnya semua karena izin Allah. Dan buat aku kampung kelahiran aku cukup menyeramkan dan mistis banget di era zaman sekarang,” ucapnya.
Ia mengaku tak tahu pasti siapa pelakunya, atau kapan semua ini bermula. “Kejadian persis seperti apa dan awal mula sebabnya saya juga tidak tahu. Tapi di kampung pernah ribut karena orang itu diduga punya ilmu gituan. Sudah lama. Tahun berapa tepatnya saya lupa. Pertama meninggal om saya, terus uwak saya. Terus kakek yang sakit bertahun ke mana-mana tidak ada kesembuhan. Terus tahun 2024 paman saya dan tahun ini saya punya Abi. Dan keluarga bilang mereka yang tercatat mendapat ancaman,” ungkapnya.
“Kampung saya banyak yang meninggal gitu. Tetangga-tetangga kaya gitu juga, sakit enggak lama meninggal. Orang bilang katanya ada yang mujalah, ada yang lagi naikin elmu lah, kagak paham,” katanya.
Kisah lain juga meluncur dari seorang perempuan lainnya yang juga meminta namanya disamarkan, ia mengalami kisah tak kalah pilu. Ia kehilangan ibunya secara tiba-tiba.
“Ibu awalnya sehat. Tapi waktu itu dia lagi duduk, terus tiba-tiba mendelik, napasnya sesak, lalu meninggal. Cepat banget. Kami sekeluarga kaget,” ungkapnya.
Beberapa bulan kemudian, suaminya menyusul. Gejalanya hampir serupa. “Suami enggak sakit lama. Badannya drop, matanya kosong, lalu sama, sesak dan meninggal. Kayak ada yang aneh. Tapi ya kita enggak bisa nuduh,” tuturnya.
Sejak itu, ia dan keluarga memutuskan pindah dari rumah tersebut. “Kami pindah karena sudah takut. Yang penting sekarang hanya bisa banyak doa,” ujarnya pelan.
Sementara itu, dalam pandangan Islam, Kyai Asep Mustofa atau Aa Asmu Bentang Ketua MUI Kecamatan Surade menegaskan bahwa praktik teluh atau santet adalah haram.
“Pasti haram untuk praktik seperti itu (santet/ilmu hitam), namun begini, siapa yang mengajarkan ilmunya seperti apa kalau permohonan kepada Gusti Allah dan niatnya ke mana itu bisa jadi baik. Sekali lagi niat orangnya untuk kebaikan atau tidak, kedua permohonannya kepada Gusti Allah atau kepada selain Allah,” ungkapnya.
“Kedua faktor tadi yang akan menentukan jelek dan baik ilmunya. Baik misalkan, Alquran yang dibaca, tapi dipergunakan untuk menyakiti orang lain jatuhnya menjadi haram dan itu bisa. Kedua, misalkan ilmunya sudah salah, seperti yang diriwayatkan di zaman Nabi Sulaeman, mantra-mantra yang disimpan di bawah kursinya Nabi oleh iblis oleh orang-orang yang praktik ilmu sihir itu ilmunya sudah salah, digunakan meminta bukan kepada Gusti Allah tapi kepada kekuatan jin dan sejenisnya. Itu ilmunya sudah salah, niatnya sudah salah, pasti haram,” bebernya menambahkan.
Menurutnya, istilah teluh atau santet memang lekat dalam masyarakat, tapi sulit dibuktikan.
“Teluh ini identik dengan sebutan santet. Sebagai seseorang yang membidangi pengobatan, saya tahu betul bahwa yang ramai di luar adalah teluh dan sejenisnya. Ketika ditelusuri lebih dalam, siapa ahli teluh, siapa yang dianggap tukang teluh, itu semua sulit dibuktikan,” kata Kyai Asep.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
“Ada praktik mencelakakan orang lain, menabur sesuatu dengan tujuan tidak baik, itu ada. Namun, untuk mengidentifikasi siapa yang melakukannya, itu sangat berat. Kita harus hati-hati agar tidak terjebak fitnah,” ujarnya.