Kisah Febriani dan Potret Masalah Gigi Pelajar di Jabar

Posted on

Langkah kaki Febriani tampak berat ketika hendak memasuki ruang kelas yang berubah fungsi menjadi ruang penindakan gigi. Siswi kelas VIII SMP Negeri 3 Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, itu mendapat giliran untuk pencabutan gigi.

Dalam benaknya, terbayang rasa sakit ketika jarum suntik bius menembus gusi, juga info-info saat giginya harus ditarik keluar. Namun, semua itu mesti ia jalani demi kesehatan mulutnya.

Screening yang dilakukan di kelas sebelah memastikan ada akar gigi yang sudah membusuk. Jika dibiarkan, masalah itu bisa mengganggu kesehatannya sewaktu-waktu.

“Awalnya degdegan, soalnya kan belum pernah dicabut gigi. Cuma katanya biar sehat, jadi ya bismillah saja,” kata Febriani saat ditemui, Jumat (12/9/2025).

Dengan masih mengenakan seragam batik sekolahnya, Febriani masuk ke ruang penindakan. Bukan suasana puskesmas atau rumah sakit, melainkan ruang kelas sederhana. Meja-meja disusun ulang, sementara puluhan dokter gigi duduk berbaris, menanti pasien yang semuanya adalah pelajar SD dan SMP dari sekitar Desa Cihanjuang Rahayu, Kecamatan Parongpong.

Program pemeriksaan gigi dan mulut ini digagas oleh dental clinic bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan serta pemerintah daerah. Hasilnya, terbukti banyak siswa memiliki kondisi gigi yang kurang sehat.

Febriani akhirnya pasrah ketika seorang dokter meminta ia membuka mulut. Alat-alat stainless berkilau mulai menjamah gigi bolongnya. Ruangan yang minim fasilitas memaksa asisten dokter menggunakan lampu ponsel untuk menerangi rongga mulut.

“Kaget pas disuntiknya, agak sakit. Sama pas dicabut juga lumayan sakit, tapi enggak lama. Setelah itu dikasih obat,” kata Febriani.

Ia lalu mengaku, dirinya tidak rajin menggosok gigi, terutama di malam hari sebelum tidur. Padahal seharian penuh ia terbiasa menyantap makanan manis, asin, pedas, hingga dingin.

“Iya akhirnya tadi diingatkan sama dokternya supaya rajin sikat gigi, apalagi kalau mau tidur. Soalnya saya suka males kalau malam,” ujarnya sambil terkekeh.

Fenomena yang dialami Febriani ternyata bukan kasus tunggal. Berdasarkan data, dari 1,2 juta warga Jawa Barat yang sudah memanfaatkan layanan cek kesehatan gratis, sekitar 47 persen mengalami gangguan gigi, mulai dari gigi berlubang hingga karies.

“Hitungannya sejauh ini baru 3,9 juta warga Jabar yang cek kesehatan gratis. Dan ketika kami periksa di 1,2 jutaan orang itu ada 47 persennya mengalami masalah sakit gigi. Bayangkan kalau 50 juta warga di Jabar ini semua periksa, tentunya banyak kasus temuan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Jabar, R. Vini Adiani Dewi.

Sayangnya, kesadaran masyarakat untuk rutin memeriksakan gigi masih rendah.

“Tingkat kesadaran warga untuk memeriksakan gigi dan mulut itu hasil survei hanya 11,7 persen. Jadi semua abai karena sakit gigi dianggap sepele. Awalnya berlubang kecil, didiamkan, tambah besar, akhirnya bisa jadi kehilangan gigi,” jelas Vini.

Upaya mendorong kesadaran ini salah satunya datang dari drg. Devya Linda, pemilik Devya Aesthetic Dental & Implant Center yang menjadi penggagas pemeriksaan gigi gratis di Parongpong. Selain kegiatan pemeriksaan massal, ia juga menyalurkan bantuan peralatan medis.

“Jadi kita memberikan hibah dental unit ke Puskesmas Parongpong, di KBB total kita hibahkan 3 dental unit. Kalau secara nasional ada 11 dental unit di 9 provinsi, lalu 38 set dental instrument ke 38 provinsi,” kata Devya.

Potret Masalah Kesehatan Gigi di Jabar

Inisiatif dari Parongpong