Kisah Dokter di Gaza Kelaparan, Tak Makan Seharian hingga Pingsan

Posted on

Kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk akibat blokade ketat yang dilakukan Israel. Kelangkaan pangan tidak hanya berdampak pada warga sipil, tetapi juga melumpuhkan tenaga medis yang menjadi garda terdepan dalam merawat para korban.

Kelaparan telah merenggut banyak nyawa. Tenaga medis yang seharusnya menjadi penolong justru kini berada di ambang kelelahan dan kekurangan gizi. Di berbagai rumah sakit yang hampir kolaps, para dokter dan perawat terpaksa tetap bekerja tanpa makanan, bahkan saat melakukan prosedur medis darurat.

“Mereka (tenaga medis) sangat kelelahan, bahkan beberapa pingsan di ruang operasi. Layanan medis akan terpengaruh karena staf kami tidak akan mampu bertahan lebih lama lagi dalam menghadapi kelaparan ini,” ujar Direktur Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza, Dr Mohammed Abu Selmia, dikutip dari News18, Jumat (25/7/2025).

Salah satu dokter di rumah sakit yang sama, yang enggan disebutkan namanya, turut membagikan pengalamannya. Ia mengaku harus menjalani shift selama 24 jam penuh tanpa makanan.

“Hari ini saya bertugas 24 jam. Di rumah sakit, mereka seharusnya memberi kami nasi untuk setiap shift,” jelasnya.

“Tetapi, hari ini mereka memberitahu kami bahwa tidak ada (nasi). Rekan saya dan saya merawat 60 pasien bedah saraf, dan saat ini saya bahkan tidak bisa berdiri,” tambahnya.

Kondisi serupa juga dialami seorang dokter umum yang menjadi sukarelawan di rumah sakit tersebut. Ia mengungkapkan betapa sulitnya memastikan keluarganya mendapatkan makanan di tengah krisis pangan yang parah.

“Sepanjang hari, saya berpikir bagaimana saya bisa memberi mereka tepung atau lentil, atau apapun untuk dimakan. Tetapi tidak ada apa-apa di pasar. Kami tidak bisa lagi berjalan dan tidak tahu harus berbuat apa,” tuturnya dengan suara lirih.

Situasi yang nyaris tak tertahankan juga terjadi di Kompleks Medis Nasser. Seorang ahli bedah menyampaikan bahwa sebagian besar pasien yang datang menunjukkan tanda-tanda kelaparan parah. Ia sendiri belum makan selama dua hari.

“Saya tidak bisa makan selama dua hari karena saya takut gastroenteritis saya sendiri akan memburuk. Akibat tekanan darah saya yang rendah, saya harus berhenti saat menjalani operasi pada seorang gadis yang tertembak di perut,” jelas sang ahli bedah, menggambarkan kondisi yang memilukan.

Artikel ini telah tayang di .