Kisah Arjuna dan Cerita Kelelawar yang Bikin Tim UNESCO Terkesan

Posted on

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, Sendi Apriadi, tak bisa menyembunyikan kekagumannya ketika melihat seorang siswa SMP berdiri percaya diri menyapa dua evaluator UNESCO dengan bahasa Inggris yang fasih. Bocah itu adalah Mikhail Arjuna Narendra Nugraha Putra, siswa kelas 9 SMPN 1 Surade.

“Arjun itu tampil luar biasa. Berani berdiri menyambut dua evaluator UNESCO, menjawab pakai bahasa Inggris, dan bercerita tentang sekolahnya dan tentang Geopark. Ini bukan sekadar siswa pintar, tapi bagian dari diplomasi kepariwisataan,” tutur Sendi menceritakan sosok Arjuna kepada infoJabar, Jumat (4/7/2025).

Sendi memang mengikuti langsung seluruh rangkaian kunjungan evaluator UNESCO sejak hari pertama. Ia yang menjemput Bojan Režun dari Slovenia dan Zhang Chenggong dari China di Bandara Soekarno-Hatta pada Minggu pagi (30/6/2025). Setelah penyambutan di Pendopo Sukabumi, rombongan langsung diajak mengunjungi Pusat Informasi Geologi (PIG) dan Geopark Information Center (GIC).

“Sejak hari pertama kami perkenalkan bagaimana pelayanan kepariwisataan di Sukabumi dibangun. Ada semangat layanan, ada keramahan, dan tentu substansi kawasan. Arjuna adalah puncak dari semua itu representasi generasi lokal yang punya daya saing,” ujarnya.

Bagi Sendi, yang dilakukan Arjuna bukan sekadar menyampaikan presentasi. Itu adalah bentuk lain dari diplomasi budaya yang tulus.

“Ini yang disebut diplomasi pariwisata yang datang dari bawah, dari anak-anak sendiri. Ketika evaluator melihat langsung anak lokal bicara tentang geopark dengan penuh keyakinan dan bahasa internasional, itu tidak bisa dipalsukan. Itu jujur dan kuat,” ungkapnya.

Video-video saat Arjuna memaparkan kisahnya soal Geopark tersebar di media sosial. Kefasihannya berbahasa Inggris mengundang decak kagum, termasuk dari ibunya sendiri, Solitaire E.F. Ram Mozes, yang menyaksikan langsung momen itu. Ia juga menjabat sebagai Kabid PPKMM Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi.

“Sebagai orang tua saya sangat bangga dengan apa yang saya saksikan kemarin di SMPN 1 Surade,” ujar Solitaire.

“Terutama, saya tidak salah memilih sekolah. SMPN 1 Surade berhasil membuat pendidikan yang sangat baik untuk anak saya, terutama adab sopan santun, bagaimana memperlakukan teman, orang tua dan tamu,” lanjutnya.

Solitaire menekankan bahwa anaknya besar dengan karakter yang inklusif berkat lingkungan sekolah yang aman dan suportif.

“SMPN 1 Surade tidak ada yang namanya bullying, diskriminasi. Anak saya itu besar secara fisik, tapi dia bisa berkembang menjadi pribadi yang terbuka dan percaya diri. Itu berarti sekolahnya yang bagus,” katanya.

Solitaire bercerita, saat itu para evaluator bertanya sejauh mana siswa memahami keberadaan mereka di kawasan Geopark.

“Yang ditanyakan oleh asesor kemarin, sejauh mana pengetahuan siswa di wilayah Geopark SMPN 1 Surade tentang Geopark itu sendiri, tentang kekayaan alam, beraneka ragam budaya, kesenian, kehidupan bermasyarakat yang ada di Geopark,” jelasnya.

Arjuna menjawabnya dengan runut. Ia menyampaikan sambutan selamat datang, lalu menjelaskan bagaimana sekolah mengajarkan pengetahuan Geopark melalui karya dan pengalaman langsung.

“Arjun itu mulai memberikan sambutan, kemudian menjelaskan kekayaan alam, seni budaya, kehidupan masyarakat siswa yang ada di kawasan Geopark Ciletuh. Dia juga mempresentasikan karya teman-temannya, lalu menghubungkan antara kekayaan alam dengan peristiwa nyata, soal ada kelelawar bersarang di kelas hingga ruang itu tak bisa digunakan,” tutur Solitaire.

“Hingga akhirnya salah satu guru agamanya, Pak Suryadi, berinisiatif membuat pupuk organik cair dari kotoran kelelawar tersebut,” katanya.

Arjuna tidak hanya membahas isu lingkungan. Ia juga menyampaikan berbagai kekayaan budaya dan karya kreatif siswa lainnya kepada evaluator UNESCO.

“Arjuna juga menjelaskan tentang tarian Megalodon, tarian Sakara yang dibuat oleh Pak Edi Djunaedi. Ia mempresentasikan miniatur, lukisan, hingga pupuk organik yang dibuat siswa di bawah bimbingan Pak Ruswandi, guru agama,” ungkap Solitaire.

Selain itu, Arjuna memperkenalkan permainan rakyat, tembang Sunda ngalisung, pencak silat, hingga kuliner khas yang menjadi bagian dari pembelajaran berbasis Geopark di sekolahnya.

Kemampuan Arjuna berbicara bahasa Inggris yang mengesankan ternyata bukan hasil dari les privat berbiaya mahal.

“Arjuna tidak pernah ikut les bahasa Inggris secara khusus. Kemampuannya itu dari media sosial, dari YouTube, dari lagu-lagu, dan dari pembicaraan sehari-hari dengan guru dan teman-teman,” ujar Solitaire.

“Dan juga dari pelajaran bahasa Inggris di sekolah, salah satunya Equal Bright. Saat COVID kemarin, saya ikutkan kelas tambahan daring di SD Equal Bright,” imbuhnya.

Di balik kelembutan sikapnya, Arjuna tumbuh di tengah disiplin. Ayahnya adalah seorang prajurit aktif Serda Nugraha, anggota Koramil 2213 Jampangkulon.

Arjuna juga bukan anak yang jauh dari akar. Ia merupakan generasi ketujuh dari Mbah Durat, tokoh asal Ciwaru, Palangpang jantung kawasan Geopark Ciletuh.

“Secara pribadi, Arjun ini memang ayahnya keturunan asli dari Ciwaru, Palangpang. Sejak dalam kandungan, Arjun sering kami ajak ke sana meski dulu jalannya masih jelek,” tutur Solitaire.

Ia juga mengenang masa ketika dirinya bertugas sebagai tenaga kesehatan di pelosok.

“Saat Arjun usianya 7 tahun, kami melayani masyarakat di Klinik Bunda Rahma Al-Furqon yang didirikan oleh Yayasan Al-Furqon. Dulu belum jadi geopark, jalannya rusak, tapi kami tetap melayani masyarakat di sana,” kenangnya.

Cerita Kelelawar di Kelas