Kicauan Burung Jadi Pengganti Musik yang Menghilang di Restoran Bandung

Posted on

Suasana di sejumlah restoran di Kota Bandung kini terasa berbeda. Jika biasanya musik mengalun lembut dari pengeras suara, kini banyak tempat memilih untuk membiarkan ruangan tanpa iringan lagu. Isu royalti musik yang sedang ramai membuat restoran memilih tidak memutar musik.

Di Hutanika Resto, Jalan Asia Afrika, perubahan itu justru diolah menjadi sesuatu yang unik. Begitu masuk, alih-alih mendengar dentingan gitar atau vokal penyanyi pop, pengunjung akan disambut suara kicauan burung yang mengalun dari pengeras suara.

Suara itu bukan hasil unduhan dari internet, melainkan rekaman burung peliharaan milik pengelola. Ya, pengelola Hutanika Resto merekam sendiri suara burung peliharaan untuk kemudian disetel sebagai pengganti musik yang biasa mereka mainkan.

“Kita ganti dulu aja gitu. Sekarang saya rekam sendiri jadi pakai suara peliharaan burung, kita rekam sendiri,” ujar Adit Lee, Head Sales Marketing Hutanika Resto saat ditemui, Jumat (15/8/2025).

Adit yang memiliki latar belakang arranger musik menambahkan sentuhan ambient piano pada rekaman tersebut untuk menciptakan suasana yang menenangkan. Langkah itu diambil bukan tanpa alasan.

“Iya menghindari karena memang dengar-dengar kemarin ada yang beberapa resto putar suara burung di YouTube kena juga royalti. Jadi saya pikir udahlah, saya rekam aja sendiri kalau gitu, kan jadi benar-benar orisinil saya,” jelasnya.

Sebelumnya, Hutanika menggunakan Spotify berbayar untuk memutar musik, mayoritas lagu internasional. Namun, ketika surat penagihan royalti datang, Adit memutuskan untuk menghentikan pemutaran musik sepenuhnya.

“Kita kebanyakannya play lagu luar sebenarnya, jarang banget pakai lagu Indo, bahkan enggak ada di playlist kita. Itu karena dari lama saya sudah dengar ada isu-isu royalti, “katanya.

Menurut Adit, pihaknya bukan tak ingin membayar royalti musik. Namun yang jadi persoalan adalah transparansi dan sosialisasi terhadap aturan pembayaran royalti yang belum jelas hingga kini.

“Kita sebenarnya bukannya enggak mau bayar, tapi sosialisasinya bagaimana, pembayaran ini masuk ke mana, aturannya bagaimana, itu kan tidak jelas sama sekali. Jadi poin saya sih mungkin bisa disosialisasikan lagi, transparansinya bagaimana,” tegasnya.

Bagi pengunjung, suasana tanpa musik memang terasa janggal. Anida, salah satu pengunjung, mengaku kafe dan restoran identik dengan musik. Dengan tidak adanya musim yang disetel, menurutnya ada hal yang kurang lengkap.

“Jadi enggak seru ya kalau enggak ada musiknya, padahal mah enggak apa-apa. Kita ke kafe itu kan sambil minum, sambil refreshing, sambil mendengarkan musik. Untungnya di sini ada suara burung, suara air jadi enggak terlalu sepi,” ucapnya.

Pendapat senada datang dari Lela, pengunjung lainnya. Menurutnya, musik adalah bagian dari apresiasi terhadap karya. Dia pun berharap musik bisa kembali diputar, karena itu juga jadi cara mereka mengenal lagu-lagu baru.

“Lagu kan diciptakan untuk dinikmati, didengar. Sama aja gini mah menghambat kreativitas, jadi malas yang buatnya. Penyanyinya jadi enggak ada yang kenal,” ujarnya.