Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Banjar menetapkan DRK, Ketua DPRD Kota Banjar, menjadi tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi pada anggaran Sekretariat DPRD Kota Banjar Tahun 2017-2021.
Setelah dilakukan pemeriksaan di Kantor Kejari Kota Banjar, Senin (21/4/2025), DRK langsung ditahan di Rutan Kebon Waru Bandung untuk 20 hari ke depan.
“Penetapan tersangka DRK pada Rabu (16/4/2025) setelah dilakukan ekspos. Berdasarkan alat bukti yang cukup berupa keterangan saksi, keterangan ahli, dan juga hasil perhitungan kerugian keuangan negara. Hari ini telah dilaksanakan pemeriksaan,” ujar Kepala Kejari Kota Banjar Sri Hariyanto dalam keterangan tertulisnya.
Sri menjelaskan, DRK ditetapkan sebagai tersangka karena telah melakukan kesewenang-wenangan/melampaui batas kewenangan dalam jabatannya selaku Ketua DPRD Kota Banjar dalam proses usulan kenaikan besaran tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi bagi pimpinan dan anggota DPRD Kota Banjar tahun 2017-2021.
“Kerugian negara setelah dilakukan pemeriksaan sebesar Rp 3.523.950.000. Dugaan berkaitan dengan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi pada anggaran sekretariat DPRD kota Banjar 2017-2021,” ungkapnya.
Dalam keterangan tertulis Kejari Kota Banjar dijelaskan, kerugian yang dimaksud terjadi dalam waktu 2017-2021. Kenaikan tunjangan pada tahun 2020 terjadi dua kali. Padahal diketahui tahun 2020-2021, Indonesia sedang pandemi Covid-19.
Namun di tengah kondisi tersebut, tersangka DRK selaku Ketua DPRD Kota Banjar justru memiliki niat dan menginginkan adanya kenaikan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi bagi pimpinan dan anggota DPRD. Proses pengusulannya dilakukan secara melawan hukum.
Selain itu, pada 2017 tersangka DRK selaku Ketua DPRD tidak segera melakukan penyesuaian terhadap perwal dengan PP Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Hal ini mengakibatkan pembayaran tunjangan perumahan berserta sarana dan prasarana yang seharusnya tidak dibayarkan, justru hal tersebut terus berlangsung dalam kurun waktu 15 bulan.
“Saksi yang diperiksa 64 orang dengan dokumen penyitaan hampir 200 dokumen,” ungkap Sri Hariyanto.
Sri Hariyanto menegaskan proses penyidikan tetap berjalan dan tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka.
“Kalau minimal ada dua alat bukti sesuai hukum yang sah maka akan kita tindaklanjuti. Sementara untuk saat ini masih satu tersangka. Tapi prosesnya masih berjalan, tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan,” tegasnya.
Akibat perbuatan yang dilakukannya, DRK disangkakan melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1990 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.