Siang itu, suasana Desa Tambakbaya, Kecamatan Garawangi, Kabupaten Kuningan, tampak mendung. Namun hal itu tak menyurutkan semangat Kepala Desa Tambakbaya, Lukman Mulyadi (54), memantau para penyandang disabilitas mental yang mengolah sampah, membuat pupuk, hingga membatik.
Sebagai Kepala Desa sekaligus pendiri Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) Rumah Antara Graha Berdaya, Lukman sibuk mengurus desa bersama para penyandang disabilitas mental. Sebelum menjabat kades, ia adalah pembudidaya ikan lele.
Sejak 2016, Lukman dan rekannya mendirikan lembaga sosial yang fokus menangani orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Kini, sekitar 54 ODGJ menjadi penghuni Rumah Antara Graha Berdaya, berasal dari Kuningan dan daerah lain.
“Dari Cirebon, Patrol Indramayu juga ada. Dulu pertama saya ngontrak di Cinagara. Kebetulan di sana nggak dikontrakan lagi dan ini tanah orang tua saya terus dihibahkan ke yayasan.”
“Alhamdulillah di sini masyarakatnya nggak ada penolakan, karena mereka (ODGJ) nggak ganggu, malah berkolaborasi dengan masyarakat, yang ngambil sampah dari rumah ke rumah kan mereka (ODGJ) dan nggak ada masalah,” kata Lukman, Rabu (12/11/2025).
Sebelum dibina, para ODGJ harus melalui pemeriksaan rumah sakit. Setelah ada persetujuan keluarga, barulah mereka direhabilitasi di lembaga tersebut. Untuk ODGJ jalanan, Lukman juga memastikan penanganan medis, bukan klenik.
“Yayasan berjalan sudah dari 2016 dan berdiri resminya itu di tahun 2018. Didirikan oleh saya dan teman saya. SOP dari saya tuh harus masuk rumah sakit dulu. Dari rumah sakit keluarga menghubungi kami untuk direhab. Inikan rehab sosial, tapi metode kami secara medis,” katanya.
Di lembaga sosial itu, ODGJ dibagi tiga klaster. Klaster pertama bagi yang masih sulit diajak komunikasi, klaster kedua sudah bisa diarahkan tapi belum siap ke masyarakat, dan klaster ketiga sudah mampu berinisiatif.
Untuk klaster ketiga, Lukman mengajak mereka ikut kegiatan desa seperti mengolah sampah, membuat pupuk, membatik, hingga pekerjaan rumah. Baginya, ODGJ tetap manusia yang patut dihargai.
“Kalau yang berontak pasti ada saja. Tapi kan itu dinamika. Ini hanya mencoba untuk pengabdian kepada masyarakat,” ucapnya.
Sebelum diterjunkan ke masyarakat, mereka diajarkan keterampilan dasar. Lukman menilai desa adalah miniatur negara, tempat segala persoalan bisa diselesaikan jika ada keberpihakan.
“Kita ajarkan, praktek bareng. Setiap hari kita tunjukan caranya. Karena mereka harus secara perlahan. Jadi saya lihat, ketika yang ini sudah bagus saya langsung tarik untuk terjun ke desa,” kata Lukman.
“Saya jadi Kepala Desa itu baru 4 tahun. Dari tahun 2021. Saya berharap semua persoalan sosial itu bisa berhenti di desa. Tidak naik ke atas. Asal ada keberpihakan dari desa sendiri. Keberpihakan anggaran terhadap masalah sosial,” tambah Lukman.
Banyak ODGJ di tempatnya sudah ditinggalkan keluarga. Untuk kebutuhan sehari-hari, Lukman mengandalkan subsidi silang dari donatur dan dana pribadi. Ia berharap aktivitas pengelolaan sampah, pembuatan pupuk, dan membatik bisa jadi sumber penghasilan bagi mereka.
“Rencana saya tuh ke depan ada sebuah workshop yang memberdayakan mereka dan mereka bisa menghasilkan uang di situ. Yah kayak orang kerja lah mereka diberi upah. Seperti untuk batik dijual per lembar,” pungkas Lukman.
Sebelum diterjunkan ke masyarakat, mereka diajarkan keterampilan dasar. Lukman menilai desa adalah miniatur negara, tempat segala persoalan bisa diselesaikan jika ada keberpihakan.
“Kita ajarkan, praktek bareng. Setiap hari kita tunjukan caranya. Karena mereka harus secara perlahan. Jadi saya lihat, ketika yang ini sudah bagus saya langsung tarik untuk terjun ke desa,” kata Lukman.
“Saya jadi Kepala Desa itu baru 4 tahun. Dari tahun 2021. Saya berharap semua persoalan sosial itu bisa berhenti di desa. Tidak naik ke atas. Asal ada keberpihakan dari desa sendiri. Keberpihakan anggaran terhadap masalah sosial,” tambah Lukman.
Banyak ODGJ di tempatnya sudah ditinggalkan keluarga. Untuk kebutuhan sehari-hari, Lukman mengandalkan subsidi silang dari donatur dan dana pribadi. Ia berharap aktivitas pengelolaan sampah, pembuatan pupuk, dan membatik bisa jadi sumber penghasilan bagi mereka.
“Rencana saya tuh ke depan ada sebuah workshop yang memberdayakan mereka dan mereka bisa menghasilkan uang di situ. Yah kayak orang kerja lah mereka diberi upah. Seperti untuk batik dijual per lembar,” pungkas Lukman.
