Kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat resmi menetapkan enam tersangka dalam kasus ini.
Pantauan infoJabar pada Rabu (27/8) malam, suasana di kantor Kejari Kota Cirebon tampak riuh. Suara langkah sepatu terdengar bersahutan ketika para tersangka satu per satu digiring ke lokasi konferensi pers.

Ada enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka tampil dengan mengenakan rompi berwarna merah bertuliskan ‘Tahanan Kejari Kota Cirebon’.
Kasi Pidsus Kejari Kota Cirebon, Feri Novianto, menyebutkan bahwa keenam tersangka berasal dari unsur pejabat daerah hingga pihak swasta.
“Tersangka adalah PH selaku PPTK (pejabat pelaksana teknis kegiatan), BR selaku kepala dinas PU tahun 2017, IW selaku pejabat pembuat komitmen atau kepala bidang Dinas PUTR tahun 2018 dan saat ini menjabat sebagai Kadispora,” kata Feri.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
“Kemudian tersangka lainnya adalah HM selaku team leader PT Bina Karya, AS selaku kepala cabang Bandung PT Bina Karya, dan FR selaku direktur PT Rivomas Pentasurya tahun 2017-2018 sebagai penyedia,” sambung dia.
Ia menerangkan, proyek pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon itu dimulai pada 2016 dengan anggaran sekitar Rp86 miliar yang bersumber dari APBD. “Sebagaimana nilai kontrak, (anggarannya) Rp86.751.533.000,” kata Feri.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Kota Cirebon, Slamet Haryadi, menjelaskan penetapan enam tersangka tersebut dilakukan berdasarkan hasil penyidikan yang telah dilakukan tim penyidik.
“Berdasarkan hasil penyelidikan, tim memperoleh fakta bahwa pembangunan gedung tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi dan gambar yang ada di dalam kontrak. Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sekitar Rp26 miliar,” kata Slamet.
Penyidik Kejari Kota Cirebon, Gema, membeberkan modus dari para tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Setda Kota Cirebon.
“Modus yang dilakukan para tersangka ini yaitu dengan cara mengurangi kualitas serta kuantitas dari bangunan tersebut sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih. Kemudian modus lainnya berupa pencairan yang tidak sesuai aturan yang berlaku. Dan juga menaikan progres pekerjaan, di mana pekerjaan tersebut seharusnya masih dalam kondisi belum selesai, tetapi dianggap sudah selesai,” kata Gema.
“Jadi dari kontrak Rp86 miliar itu, kita mendapatkan kerugian, yang mana kerugian tersebut sudah dihitung dan dinyatakan oleh BPK RI, sebesar Rp26 miliar,” kata Gema menambahkan.
Kasi Intel Kejari Kota Cirebon, Slamet Haryadi, dalam kasus ini dijerat pasal tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
“Ancaman pidana maksimal 20 tahun. Pasal yang dikenakan, Pasal 2, Pasal 3, juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, juncto Undang-Undang Nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 KUHP,” kata Slamet.
Dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Setda Kota Cirebon ini, penyidik juga turut menyita uang tunai senilai Rp.788.000.000.
“Dari hasil penyidikan, tim berhasil menyita dan menemukan uang sejumlah Rp.788.000.000,” kata Slamet.