Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menjelaskan bahwa revisi Undang-undang (UU) TNI yang telah disahkan bukanlah bentuk kembalinya dwifungsi militer seperti yang ramai dikhawatirkan sejumlah pihak. Menurutnya, revisi tersebut hanya menyentuh tiga pasal yang berkaitan dengan koordinasi internal dan penugasan prajurit di kementerian atau lembaga tertentu.
“Jadi begini, memang itu mungkin kurang penjelasan. Jadi yang diubah itu tiga pasal, bagaimana cara koordinasi internal. Saya pikir itu tidak jadi masalah. Yang kedua tentang kita bisa di KL (kementerian/lembaga) lain, itu KL itu adalah kementerian yang selama ini sudah dijabat juga oleh TNI, dan itu berhubungan, atau kata Pak Menhan itu beririsan langsung,” kata Maruli di Sukabumi, Senin (21/4/2025).
Ia mencontohkan lembaga seperti BNPB dan Basarnas yang selama ini dalam pelaksanaannya langsung berkoordinasi dengan TNI. Hal ini dinilai akan mempermudah penanganan bencana dan tugas-tugas di lapangan.
“Jadi misalnya BNPB, Basarnas, itu pada saat eksekusinya itu langsung berkoordinasi dengan TNI, sehingga memudahkan, mempercepat mengatasi bencana alam. Basarnas jelas memudahkan. Kalau dia ikut kementerian non yang beririsan itu, tentara tersebut harus pensiun, itu sudah jelas,” ucapnya.
Maruli juga menyebut bahwa soal ini sudah disampaikan oleh presiden dalam pertemuan dengan beberapa pimpinan redaksi. “Tentang umum sudah disampaikan juga Pak Presiden menemui beberapa pemred, disampaikan di situ bahwa ada beberapa orang yang berpotensi harus segera pensiun, kan sayang. Nah, nanti kan bisa didiskusikan lagi detailnya,” ujar dia.
Ia menanggapi santai tudingan sejumlah pihak yang menyebut adanya dwifungsi TNI. Menurutnya, tudingan itu hanya celotehan yang tidak memahami konteks sejarah dan isi revisi secara utuh.
“Nggak ada itu, orang-orang itu cuman celometan saja ngomong-ngomong dwifungsi. Kalau dwifungsi itu dulu, kalau saya pengen bisa ngomong sama anak muda, dulu itu fungsi politiknya itu di DPRD sampai 20 persen dulu, 12 sampai 20 persen. Kita duduk di MPR sampai 25 persen. Jadi investasi penentunya besar kita dulu itu,” jelas Maruli.
“Kita kan nggak ke arah sana. Penunjukkan bupati, gubernur gak ada lagi. Sekarang kan demokrasi, jauh dari situ ceritanya. Jadi tidak ada pemikiran kita mau dwifungsi-dwifungsi lagi,” sambungnya.
Ia menekankan bahwa TNI tetap memegang prinsip profesionalisme dan bekerja sesuai kapasitas, termasuk dalam kerja sama dengan kementerian lain yang berdampak pada masyarakat.
“Profesional saja, mana yang bisa dikerjakan. Bisa dilihat sendiri, kita bisa bekerjasama dengan Kementan, bisa untuk masyarakat. Sekarang dari 2.000 sekian hektare, sudah berapa ribu KK itu yang bisa hidupnya lebih baik, produksi terhadap ketahanan pangan, segala macam,” terangnya.
Soal kekhawatiran profesionalisme terganggu dengan revisi UU ini, Maruli memastikan bahwa hal itu tidak berdasar.
“Kalau yang saya sampaikan, sudah sejak dulu kita memang menduduki itu. Cuma supaya legalitasnya jelas, sekarang dibuat di undang-undang tersebut. Kita sudah mengerjakan begitu profesional. Tentara Angkatan Darat juara nembaknya di Asia, masih bisa bagus. Kita masih direpeck kemampuan-kemampuan kita di luar negeri. Sudah berjalan selama ini. Jadi saya pikir tidak terpengaruh. Kami juga harus jaga profesional kami, tidak hanya sekadar mau jabatan-jabatan saja,” tegasnya.
Saat ditanya soal kerja sama antara TNI dan Pemerintah Provinsi menyusul pengesahan UU TNI, Maruli menyebut bahwa semua itu sah dalam demokrasi dan bisa dikomunikasikan lebih lanjut.
“Gak apa-apa, itu kan pendapat. Namanya demokrasi. Ada suatu kebijakan, menurut pandangan ini tidak sesuai dengan hukum, nanti kita komunikasikan. Jadi kadang-kadang kan orang tidak mengerti di lapangan bagaimana,” ungkapnya.
Ia menyinggung kondisi di Sukabumi yang kerap menghadapi hambatan seperti mafia tanah dan tekanan dari kelompok tertentu terhadap proyek pembangunan.
“Kenapa Pak Gubernur menyampaikan supaya bekerjasama dengan TNI? Cek bagaimana di area Sukabumi itu, tentang tanda kutip mafia tanah. Akhirnya orang yang punya proyek gak jalan-jalan. Ada LSM, ada inilah segala macam. Akhirnya kualitas barang gak sampai,” beber Maruli.
Ia menegaskan bahwa kehadiran TNI bukan untuk mengambil proyek, melainkan membantu menciptakan ruang aman bagi pembangunan.
“Kami juga bukan, ‘uh ini ada proyek, ada proyek’, enggak ada pemikiran kami begitu. Saya sudah sampaikan pada Pak Gubernur juga, Pak, adik saya saja bangun di Bandung dimintain uang. Adik saya kandung. Nah ini bagaimana nanti tatanan seperti ini diperbaiki. Tapi kan pembangunan harus jalan. Nanti kalau ini sudah jalan, gak usah pakai tentara. Enggak usah. Jalanin saja,” tandasnya.