Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) berada di dataran tinggi sebelah utara Bandung. Puncak tertingginya merupakan Gunung Tangkuban Parahu, yang berbatasan dengan Kabupaten Subang.
Lembang berperan sebagai tulang punggung pariwisata Bandung Barat. Daerah tersebut sohor karena keindahan bentang alamnya. Namun setahun belakangan, Lembang lebih akrab dengan banjir dan tanah longsor.
Setiap hujan deras mengguyur, jalur arteri di Lembang meliputi Jalan Raya Tangkuban Parahu, Jalan Panorama, Jalan Maribaya, hingga Jalan Kolonel Masturi. Belum lagi bencana longsor, yang tanpa diketahui pasti kapan dan dimana kejadiannya.
Seperti pada Jumat (24/10/2025), usai diguyur hujan deras selama lebih dari 2 jam, titik langganan banjir mulai tergenang air. Kendaraan tak bisa lewat, polisi berlakukan rekayasa arus lalu lintas. Di waktu yang sama, delapan rumah rusak akibat banjir tersebut.
Fenomena bencana yang kini rajin menyapa Lembang, bak anomali. Dataran tinggi, seharusnya tak banjir karena air mengalir dari ketinggian ke daerah yang lebih rendah. Namun ada yang salah hingga genangan selalu menghiasi jalanan Lembang belakangan.
“Kayaknya malam semakin parah, biasanya daerah Kayuambon itu kan jarang banjir, sekarang tiap hujan pasti banjir. Malah dari Pusdikajen, sekarang sudah sampai Sespim banjirnya,” kata Nina, warga Desa Kayuambon, Lembang, Sabtu (25/10/2025).
Pergantian kepala daerah, tak juga membawa perubahan. Perlu ada solusi sesegera mungkin agar banjir di Lembang tak kian memburuk. Penanganan banjir di Lembang menjadi tanggungjawab
“Harus diakui pembangunannya tidak terkendali, sekarang kan vila dimana-mana. Belum lagi tempat wisata, hutan juga sekarang banyak yang jadi kafe. Wajar kalau sekarang banjir, resapannya berkurang,” kata Nina.
Hal serupa diakui oleh Depi, warga asli Lembang. Pria yang tinggal di Jalan Maribaya, Desa Kayuambon itu kini langganan jadi saksi banjir menerjang daerah tempat tinggalnya.
“Parah, jadi lebih tinggi terus arusnya kencang. Di Jalan Maribaya dulu banjir paling cuma ‘cileuncang’ (genangan), sekarang mirip sungai. Sering pengendara yang motornya terseret arus,” kata Depi.
Warga Lembang kemudian mewadahi diri dalam Aliansi Cinta Lembang. Mereka mencurahkan segala keluh kesah soal hal-hal buruk yang terjadi di Lembang seperti bencana.
“Banjir di Lembang ini mesti ditangani menyeluruh. Kami berharap ada pihak independen seperti akademisi, yang turun mengkaji masalah ini. Jalur-jalur drainase perlu dinormalisasi, terutama di sekitar Pasar Panorama yang paling terdampak,” ujar Awin, perwakilan Aliansi Cinta Lembang.
“Harus ada langkah konkret dari Bupati Jeje. Dan kita, yang tinggal di Lembang, juga harus berperan. Mulai dari menjaga lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan, jangan cuma menyalahkan pemerintah saja,” imbuhnya.








