Jejak Sejarah RSUD Syamsudin Sukabumi, Warisan di Era Hindia Belanda

Posted on

Deru langkah pasien dan aroma obat masih sama, tapi jejak sejarah RSUD R. Syamsudin, SH menyimpan cerita panjang. Rumah sakit terbesar di Sukabumi ini berdiri sejak era kolonial Belanda, tumbuh dari balai pengobatan sederhana menjadi pusat layanan kesehatan rujukan se-Jawa Barat bagian selatan. Dari gedung tua berarsitektur kuno hingga gedung modern bertingkat, tiap sudutnya memantulkan kisah perjuangan medis dan perkembangan kota.

Rumah sakit yang kini sudah berusia lebih dari seabad itu lahir pada 9 September 1920 dengan nama Gementee Ziekenhuis, disahkan oleh Direktur Van Binnenlands Bestuur. Kala itu Sukabumi masih menjadi kota peristirahatan Hindia Belanda.

Namun biaya perawatan yang tinggi membuat pemerintah kota kecil (Gementee Soekaboemi) kesulitan menanggung anggaran. Pada 10 Desember 1932, rumah sakit dijual kepada organisasi keagamaan Toevlucht in Leiden yang berkedudukan di Bergen op Zoom, Belanda.

Lima tahun kemudian, tepat 27 Februari 1937, kepemilikan berpindah lagi kepada P. Guliek atas nama Roma Katholik Misi. Sejak itu rumah sakit berganti nama menjadi St. Lidwina, mengikuti misi Katolik yang mengelolanya.

Saat pendudukan Jepang sekitar 1943, fasilitas kesehatan ini diambil alih pemerintahan militer Jepang karena dianggap vital bagi layanan masyarakat Priangan Barat. Kemudian selepas perang dan kemerdekaan, kepemilikan berpindah ke pemerintah Indonesia.

Setelah proses panjang, pada 22 Februari 1979 berdasarkan SK Menteri Kesehatan Nomor 51/Menkes/SK.II/79, rumah sakit St. Lidwina resmi menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi. Nama Syamsudin dipilih untuk menghormati wali kota pribumi pertama Sukabumi.

“Pada saat diserahkan ke Kota Sukabumi maka inilah salah satu nama rumah sakit yang bukan dari nama dokter. Kalau yang lain kan nama rumah sakitnya Dokter Hasan Sadikin, Dokter Tjipto, ini salah satu rumah sakit yang bukan nama dokter. Namanya R Syamsudin. Siapa dia? Wali kota pertama di Kota Sukabumi dari orang pribumi,” kata Plt Direktur Utama RSUD R. Syamsudin, SH, Yanyan Rusyandi kepada infoJabar, Sabtu (13/9/2025).

Perjalanan berlanjut. Tanggal 10 Juni 1993, rumah sakit ditetapkan sebagai rumah sakit uji coba swadana. Setahun kemudian, 30 Mei 1994, statusnya naik menjadi RSUD Kelas B Non Pendidikan, dan pada 17 Maret 1995 berubah menjadi RS Swadana Daerah. Akreditasi penuh lima standar pelayanan diperoleh pada 22 April 1998, mencakup administrasi, gawat darurat, keperawatan, dan rekam medis.

Modernisasi berjalan seiring sejarah. Peresmian Ruang Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap Tanjung dilakukan 25 April 2002, disusul renovasi laboratorium dan radiologi.

Tahun 2014, RSUD R. Syamsudin, SH resmi menjadi rumah sakit rujukan regional Jawa Barat bagian selatan sekaligus rumah sakit pendidikan, mengukuhkan perannya di tingkat provinsi.

Meski gedung-gedung baru berdiri, bangunan lama tetap terjaga. Ruang Aster, yang dindingnya masih menggunakan anyaman bambu berlapis kapur, dipertahankan sebagai cagar heritage. “Dindingnya anti gempa, ini warisan penting,” sambungnya.

Kini, rencana pengembangan terus dikebut. Pemindahan UGD dan kamar bedah ke bangunan baru sudah disiapkan tanpa mengganggu pelayanan. Diusianya yang menyentuh seabad lebih, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan kado berupa rencana pembangunan gedung ‘Paviliun Jabar’ dengan anggaran Rp275 miliar.

“Peruntukannya kita akan memindahkan UGD, memindahkan kamar bedah, sisa ke atas itu ruang perawatan dan ruang dengan kapasitas rawat inap. Lokasinya di lapang voli yang sekarang kosong jadi proses pembangunan tidak akan menghambat pelayanan. Insya Allah akan dibantu di tahun 2026,” ucap Yanyan.

Di sisi lain, Pemkot menargetkan margin keuntungan sekitar Rp10 miliar di tahun berjalan, dengan optimisme pendapatan meningkat berkat layanan kardiologi yang disetujui BPJS.

“Saya terimakasih juga kepada Pak KDM akan men-support Rumah Sakit R Syamsudin dengan anggaran sebesar Rp275 miliar untuk membangun Paviliun Jabar. Rencana 8 lantai tapi disesuaikan dengan anggarannya,” ujar Wali Kota Sukabumi Ayep Zaki menambahkan.

Lebih dari seratus tahun, RSUD R. Syamsudin, SH tak sekadar rumah sakit. Ia menjadi saksi perubahan zaman dari kolonial Belanda, pendudukan Jepang, kemerdekaan, hingga era layanan kesehatan modern. Di setiap sudutnya, warisan sejarah itu tetap hidup, menyambut setiap langkah pasien dan harapan kesembuhan masyarakat Sukabumi dan sekitarnya.

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *